Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Pasien Anak Ginjal Rusak Sempat Terpapar COVID-19, Ada 17 Kasus di Bali

Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Bali, dr. IGN. Sanjaya Putra-Dokter bagian Nefrologi RSUP Prof Ngoerah, Bagus Ngurah Mahakrishna. (IDN Times/Ayu Afria)

Denpasar, IDN Times – Masyarakat kembali dibuat was-was dengan kemunculan penyakit misterius Acute Kidney Injury (AKI). Karena di Provinsi Bali, dalam rentang waktu berjalan 3 bulan, tercatat sudah ada 17 kasus anak dengan ginjal rusak parah.

Gejala-gejala penyakit ini pun kurang diwaspadai. Nah apakah sebenarnya penyebab penyakit ini menjangkit anak-anak?

1.Sempat diduga ada kelainan bawaan, terbantahkan dengan hasil screening

RSUP Prof Ngoerah Denpasar. (IDN Times/Ayu Afria)

Dokter bagian Nefrologi RSUP Prof Ngoerah, Bagus Ngurah Mahakrishna, mengatakan bahwa kecurigaan adanya penyakit atau kelainan bawaan pada 17 orang pasien anak tersebut terbantahkan setelah ada hasil screening. Mengingat rata-rata mereka merupakan anak yang cukup sehat, yakni hanya batuk, pilek, muntah, dan diare. Akan tetapi, dengan tanda dehidrasi yang tidak sesuai. Namun tiba-tiba anak tersebut tidak kencing sama sekali.

Dari screening yang dilakukan, tidak didapatkan adanya kelainan bawaan. Namun diketahui fungsi ginjal para pasien ini turun. Ditunjukkan oleh Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) yang harusnya di atas 90 mL/min/1.73 m2. Namun pasien di bawah rata-rata, yakni di bawah 15 mL/min/1.73 m2.

“Kita curiganya kalau anak-anak di bawah 6 tahun sering kali gangguan ginjal. Kami takutnya ada kelainan bawaan. Tapi kita screening itu dia nggak ketemu kelainan bawaannya. Yang anehnya adalah rata-rata anak sehat,” ungkapnya.

2.Dugaan kuat pasien AKI berkaitan MIS-C, tapi bukan penyebab

IDN Times/Irma Yudistirani

Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Bali, dr. IGN. Sanjaya Putra, mengatakan berdasarkan hasil penggalian terhadap penyebab penyakit ini, juga tidak ditemukan kaitannya dengan meminum obat-obat tertentu. Sementara diduga dari banyak kasus tersebut ada kaitan dengan Multisystem Inflammatory Syndrome in Children (MIS-C).

“Itu bisa. Tapi ingat, bukan itu sebagai penyebab karena ada kasus juga yang negatif MIS-C itu. Belum kami anggap sebagai penyebab. Belum ada hubungan sebab akibat ini,” terangnya.

Namun pihak rumah sakit belum melakukan tes MIS-C tersebut.

3.Tes Antibodi pasien positif COVID-19, bukan dari vaksin

Ilustrasi tes cepat COVID-19. (ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja)

Sementara itu, dugaan semakin kuat mengarah bahwa pasien anak ini sempat terinfeksi COVID-19. Mengingat anak di bawah umur 6 tahun tidak mendapatkan vaksinasi COVID-19. Dikuatkan dengan hasil tes antibodi mereka dinyatakan positif Sars-COV-2. Kemungkinan besar bahwa anak-anak ini sebelumnya sebagai Orang Tanpa Gejala (OTG). Namun ia mengingatkan bahwa hal ini bukanlah suatu penyebab.

“Mungkin sebelumnya anak-anak ini tertular COVID-19 dan Sars-COV-2, test antibodi anak ini positif. Itu menandakan apa? Dia terbentuk antibodi alamiah dengan bukan vaksin. Menandakan apa? Menandakan anak ini pernah menderita COVID-19 yang tidak diketahui oleh orangtuanya,” ungkap IGN. Sanjaya Putra.

Dari 11 kasus yang diperiksa antibodinya, diketahui bahwa hanya satu orang yang tes antibodi Sars-COV-2 negatif.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Ayu Afria Ulita Ermalia
Ni Ketut Sudiani
Ayu Afria Ulita Ermalia
EditorAyu Afria Ulita Ermalia
Follow Us