Digital Nomad di Bali Diharapkan Bisa Isi Akomodasi Milik Orang Lokal 

Bagaimana menurut semeton?

Denpasar, IDN TimesDigital nomad tourism menjadi pasar baru dalam sektor kepariwisataan di Bali yang digadang-gadang efektif diterapkan saat pandemik COVID-19. Beberapa pelaku digital nomad disebut bahkan saat ini sudah ada di Bali.

Menurut penuturan Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Badung, IGAN Rai Suryawijaya, pasar ini memungkinkan orang bekerja dari Bali untuk perusahaannya yang berada di luar negeri. Para pekerja ini bisa tinggal di Bali antara 3 bulan hingga 1 tahun.

“Ini berpotensi sangat besar ya. Di dunia itu hampir 1 billion dan Bali ini menjadi the most favorite tourism destination untuk digital nomad,” ungkapnya saat ditemui di hotelnya, di Jalan Batu Belig, Kabupaten Badung, Jumat (4/7/2021) lalu.

Baca Juga: Pariwisata Bali Bidik Digital Nomad: Perlu Regulasi untuk Pelakunya

1. Harapan adanya kontribusi pelaku digital nomad untuk sektor pariwisata Bali

Digital Nomad di Bali Diharapkan Bisa Isi Akomodasi Milik Orang Lokal Ilustrasi pegawai hotel yang rentan PHK di tengah wabah COVID-19. (ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo)

Rai Suryawijaya berharap digital nomad ini bisa memberikan kontribusi untuk Bali, khususnya di sektor pariwisata. Mereka diharapkan bisa mengisi akomodasi milik orang-orang lokal dengan spending money (pengeluaran) diperkirakan 30 dolar per harinya. Dengan spending money 30 dolar per hari tersebut, menurutnya, Pajak Hotel dan Restoran (PHR) juga bisa masuk ke daerah.

“Ini akan menggairahkan dan memberikan dampak positif atau multiplayer effect kepada industri yang lain,” jelasnya.

Hanya saja saat ini masih ada tantangan yang harus dihadapi yakni capaian vaksinasi yang ke depannya akan bisa digunakan untuk tujuan promosi Bali. Selain itu, harus ada langkah berani untuk re-opening international border ke Bali.

2. Sudah dilakukan pendekatan ke beberapa negara

Digital Nomad di Bali Diharapkan Bisa Isi Akomodasi Milik Orang Lokal Pantai Uluwatu, Bali (IDN Times/Lia Hutasoit)

Beberapa negara yang sudah didekati di antaranya Singapura, Malaysia, Tiongkok, Korea Selatan, dan Dubai. Dari penilaiannya, pemerintah tidak seharusnya terlalu takut untuk memulai beradaptasi dengan kebiasaan new normal. Apalagi Bali sangat bergantung pada sektor pariwisata.

“Itu yang kami harapkan. Namun sekarang karena situasi berbalik. Singapura sedang lockdown dan Malaysia juga. Jadi, kami mengarahkan ke tempat lain, contoh Amerika. Amerika juga sudah mulai buka masker dan juga Ukraina, Rusia,” jelasnya.

3. Sampai saat ini belum ada aturan khusus untuk digital nomad di Bali

Digital Nomad di Bali Diharapkan Bisa Isi Akomodasi Milik Orang Lokal Kanwilkumham Bali, Jamaruli Manihuruk. (IDN Times/Ayu Afria)

Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kanwilkumham) Bali, Jamaruli Manihuruk, mengakui bahwa kebijakan terkait visa para digital nomad di Bali ini belum selesai dibahas. Adanya regulasi visa tersebut, ia ungkapkan, mendapat dukungan dari Kementerian Hukum dan HAM. Namun dalam pembahasannya, melibatkan lintas Kementerian.

“Jadi belum selesai dibahas. Tapi memang perkembangan yang ada, ya kami harus ikut juga. Jangan sampai kami ketinggalan, orang lain sudah duluan. Jadi memang direncanakan. Itu sudah dibahas beberapa kali,” terangnya pada Senin (7/6/2021).

Sampai saat ini pelaku digital nomad di Bali mengantongi Izin Tinggal Tetap (ITAP) dan ada juga yang menggunakan izin tinggal kunjungan.

Dari data yang diterima IDN Times, total Warga Negara Asing (WNA) yang masih berada di Bali hingga Jumat (4/6/2021) adalah sebanyak 114.044 orang. Mereka terdiri dari 81.518 WNA pemegang Izin Tinggal Kunjungan (ITK), 30.211 pemegang Izin Tinggal Sementara (ITAS), dan 2.315 WNA pemegang Izin Tinggal Tetap (ITAP).

“Sampai saat ini itu belum bisa dikatakan misalnya mereka benar-benar digital nomad. Itu belum melanggar. Nggak, belum. Itu nggak termasuk pelanggaran,” jelasnya

Topik:

  • Ni Ketut Sudiani

Berita Terkini Lainnya