Apakah selama ini saya, dan kita semua sudah benar-benar memahami ibu yang kita rayakan?
Ibu Hebat dan Tiga Perannya yang Tak Pernah Terhenti
Hari ini di saat membuka media sosial, linimasa saya langsung dipenuhi berbagai unggahan tentang Hari Ibu. Foto-foto dengan senyum penuh ketulusan, hadiah yang cantik dari sang anak sebagai ungkapan terima kasih, caption indah yang ditulis dengan sangat rapi, semuanya bertebaran seperti tradisi yang tak pernah terlewatkan di setiap tahunnya.
Dari semua unggahan yang saya lihat, yang menarik perhatian saya bukan sekadar hadiah atau caption manis itu. Pikiran tentang sosok ibu tiba-tiba memenuhi kepala saya, dan berhasil membuat saya bertanya-tanya.
Pertanyaan itu membawa saya pada refleksi lebih dalam tentang arti seorang ibu. Ketika membicarakan sosok ibu, kita sebenarnya sedang membicarakan seseorang yang menjalani banyak peran sekaligus.
Istilah triple roles menggambarkan tiga peran utama yang dijalani Perempuan Bali secara bersamaan. Peran domestik atau rumah tangga, peran ekonomi, dan peran adat atau sosial. Peran-peran ini menjadikan perempuan sebagai garda terdepan pelestari budaya sekaligus penggerak utama perekonomian masyarakat.
Memahami hal ini membuat saya sadar bahwa ketangguhan seorang ibu bukan sekadar mengurus keluarga, tetapi tentang kemampuan luar biasa untuk menyeimbangkan semua peran itu setiap hari.
Namun, yang selalu membuat saya kagum adalah bagaimana mereka mampu menjalani semuanya dengan tenang, seolah kekuatan itu selalu tersedia kapan pun dibutuhkan. Tidak ada peran yang bisa ditinggalkan begitu saja. Semua berjalan bersamaan, menjadi bagian dari keseharian yang mereka jalani dengan ikhlas.
Di antara banyak perempuan Bali yang memikul tiga peran berat itu, Mama, Ibu saya sendiri adalah contoh paling dekat bagi saya. Saya bisa melihat bagaimana ia menjalani harinya.
Mama selalu melakukan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik dan teratur seolah sudah terlatih untuk melakukan semua itu di waktu yang bersamaan.
Ia selalu bangun dini hari jauh sebelum matahari muncul, menuntaskan tanggung jawabnya sebagai istri dan ibu. Ia menyiapkan sarapan, memastikan kebutuhan anak-anaknya siap sebelum berangkat sekolah, lalu bersiap untuk pergi bekerja. Mengajar untuk membagi pengetahuan, kesabaran, dan senyuman kepada murid-muridnya, seolah tenaganya tidak pernah habis.

Selesai menjalankan tugas sebagai seorang guru, Mama kembali memikul peran sebagai ibu rumah tangga, lengkap dengan daster kesukaannya. Ia mengurus hal-hal kecil yang sering tak disadari, namun justru membuat rumah tetap hidup. Di luar itu semua, masih ada kewajiban adat yang harus dijalani. Kewajiban yang tak bisa dilepaskan begitu saja, baik ada waktu luang maupun tidak. Ada hari-hari ketika ia tidur larut karena menyiapkan upacara, lalu kembali bangun dini hari untuk memastikan semua urusan keluarga berjalan dengan baik.
Ketika ada perayaan hari besar keagamaan atau kegiatan keluarga di rumah, Mama bekerja dua kali lebih keras. Ia bergerak dari satu tugas ke tugas lain, memastikan semuanya tertata dengan rapi, sambil tetap memenuhi tuntutan administrasi pekerjaannya sebagai guru yang juga tidak bisa ditinggalkan.
Melihat perjuangan Mama setiap hari membuat saya menyadari bahwa ketangguhan seorang ibu bukanlah hal unik untuk keluarga saya saja. Banyak perempuan Bali menjalani peran yang sama, bahkan ada yang lebih berat, namun dengan ketekunan dan cinta yang sama tulusnya.
Setelah semua yang saya amati, Saya berani memastikan bahwa triple roles yang sering dibicarakan dalam teori memang menjadi kenyataan sehari-hari. Dan bagian paling luar biasanya adalah bagaimana mereka menyeimbangkan semua peran itu dengan kesabaran dan keikhlasan. Tidak ada yang terlihat berlebihan atau dipaksakan. Semuanya berjalan alami, menjadi bagian dari kehidupan yang mereka jalani setiap hari.
Dari pagi hingga malam, dari pekerjaan hingga keluarga, dari rumah hingga upacara adat, perempuan Bali menunjukkan bahwa kekuatan seorang ibu tidak hanya soal fisik, tetapi juga hati yang luas, kesabaran yang tak tergoyahkan, dan cinta yang tak pernah habis.
Apakah suatu hari nanti saya dan anak perempuan lainnya mampu meneladani ketangguhan dan cinta seorang ibu? Menjalani berbagai peran dengan hati yang lapang, mencintai tanpa syarat, dan tetap hadir bagi orang-orang yang kita sayangi seperti yang mereka lakukan setiap hari?
Mungkin pertanyaan itu memang belum perlu dijawab sekarang. Namun layak terus kita simpan sebagai pengingat bahwa di balik perayaan dan unggahan manis tentang Hari Ibu, ada ketangguhan yang nyata dijalani setiap hari. Dan barangkali, ketika kelak kita dihadapkan pada pilihan untuk bertahan, mengalah, dan mencintai tanpa pamrih, di sanalah kita akan memahami sejauh apa arti seorang ibu sesungguhnya.
Selamat Hari Ibu, Mama.
dan, Selamat Hari Ibu untuk semua Ibu Hebat di Dunia.

















