Curhatan Pembuat Arak Gula di Bali, Gubernur Minta Produksi Ditutup
Produsen berharap ada solusi, tidak hanya sekadar menutup
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Klungkung, IDN Times - Para produsen arak gula buka suara atas pernyataan Gubernur Bali, I Wayan Koster, terkait pelarangan pembuatan arak dengan cara fermentasi gula. Menurut mereka, saat ini arak gula sudah memiliki pangsa pasar tersendiri dan mereka punya alasan mengapa tetap memproduksi arak gula.
Para produsen itu juga menegaskan ada penyebab mengapa mereka tidak bisa lagi memproduksi arak hasil destilasi. Berikut wawancara IDN Times dengan produsen arak gula di Kabupaten Karangasem.
Baca Juga: Cara Membedakan Arak Gula dan Arak Karangasem Menurut Penikmat di Bali
Baca Juga: Gubernur Bali Minta Produksi Arak Gula di Karangasem Segera Ditutup
1. Produsen arak gula menganggap Gubernur Bali terlalu terburu-buru mengambil kebijakan
Seorang produsen arak di Kecamatan Sidemen, Kabupaten Karangasem, I Nyoman W, menilai Gubernur Bali, I Wayan Koster, terlalu dini membuat imbauan terkait pelarangan arak fermentasi gula. Ia menganggap Gubernur Bali tidak melihat dan mengetahui apa yang menjadi akar permasalahan para petani arak di Karangasem.
“Padahal hampir semua pembuat arak gula ini. Sebelumnya merupakan pembuat arak dengan cara destilasi nira,” ungkap I Nyoman W, ketika ditemui di kediamannya, Rabu (23/2/2022).
Ia sangat menyayangkan karena pelarangan ini terkesan membuat arak gula merupakan tindakan kriminal. Padahal sama halnya seperti pembuatan arak tradisional, arak yang dibuat juga menggunakan bahan-bahan alami.
“Kami ini kok kesannya seperti membuat arak oplosan. Yang seharusnya gencar diperangi itu pembuat arak oplosan atau arak metanol. Kalau kami, buat araknya alami, dengan ragi dan gula. Sedangkan arak destilasi juga dari nira, yang juga mengandung gula,” jelasnya.
Baca Juga: Jeritan Petani Arak Tradisional di Bali: Arak Fermentasi Membunuh Kami