7 Gebrakan Kebijakan Gubernur Wayan Koster yang Ajegkan Bali
Mulai dari balian hingga melegalkan Arak Bali
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Denpasar, IDN Times - Hari Rabu tanggal 5 September menjadi awal baru bagi Bali. Sebab pada hari itu I Wayan Koster dan wakilnya, Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati dilantik menjadi Gubernur Bali oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara.
Pelantikan sendiri dilakukan pukul 10.00 Wib dan dihadiri Wakil Presiden Jusuf Kalla, sejumlah menteri, dan petinggi partai politik. Setelah tiga bulan dilantik, Gubernur Bali sudah membuat gebrakan. Seperti di bawah ini.
Baca Juga: Pemprov Hadiahkan Rp100 Juta & Emas Jika Mau Lestarikan Bahasa Bali
Pada tanggal 5 Oktober lalu, Bali secara resmi mewajibkan penggunaan aksara Bali di atas papan nama perkantoran dan area publik lainnya. Aturan ini tertuang dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 80 tahun 2018 tentang Perlindungan dan Penggunaan Bahasa, Sastra dan Aksara Bali.
Jadi bagi kamu yang akan berlibur ke Bali, jangan kaget jika menemukan banyak aksara Bali ya. Termasuk di Bandara I Gusti Ngurah Rai juga.
Tak hanya itu, para pejabat publik juga diwajibkan mengenakan baju adat di hari-hari tertentu. Hal tersebut tertuang dalam Pergub Nomor 79 tahun 2018 tentang Hari Penggunaan Busana Adat Bali secara serentak di seluruh Bali.
Dalam aturannya, busana adat Bali digunakan setiap Hari Kamis, Hari Purnama, Hari Tilem, Hari jadi Provinsi Bali dan hari jadi kabupaten/kota. Selain itu juga diwajibkan menggunakan bahasa Bali tiap hari Kamis.
1. Mewajibkan penggunaan Aksara Bali
Baca Juga: Bukan Dukun, Bali Akan Kembangkan Balian Pengobat Tradisional Herbal
Gubernur Bali periode 2018-2023 ini secara mengejutkan akan membuatkan loket khusus di Rumah Sakit buat balian. Balian ini bukanlah dukun ahli mantra seperti yang dipikirkan oleh banyak orang. Melainkan balian yang bisa melakukan pengobatan alternatif seperti peracik obat herbal, akupuntur, akupresur atau pijat refleksi dan lainnya.
"Nanti akan ada kesehatan alternatif tradisional. Mulai dari obatnya dan tenaga kesehatannya," ungkapnya.
Kebijakan ini diungkapkan karena ia menilai tarif balian kini terlalu murah. Yakni hanya diberi canangsari dan uang Rp100 ribu. Padahal mereka kadang menjadi alternatif saat berobat ke dokter umum yang tidak bisa sembuh.
Praktik ini akan dibuatkan regulasi dan standar operasionalnya terlebih dahulu agar tidak terjadi malpraktik.
Baca Juga: BEM Se-Bali Pertanyakan Pengoperasian Bus Sarbagita yang Dihentikan
Satu di antara wacana yang menarik dari Koster adalah rencana dibangunnya proyek kereta api listrik di Bali. Hal ini ia sampaikan saat menerima audiensi dari Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se-Bali, Rabu (13/10) lalu.
Koster mengatakan jika Bali sangat memerlukan kereta api untuk beberapa wilayah tertentu. Bahkan saat ini sudah ada kajian dan studi kelayakan terkait proyek tersebut. Koster juga menyebutkan jika sudah ada pihak yang berminat untuk membangunnya.
Namun ia mengaku akan mengutamakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terlebih dahulu seperti PT Kereta Api Indonesia (PT KAI).
"Sudah ada rencana presentasi bahwa Bali akan dijadikan percontohan kereta api listrik untuk rute tertentu," ujarnya beberapa waktu lalu.
Baca Juga: Bandara di Bali Utara Gunakan Tanah Desa adat Kubutambahan & Sanih
Wacana lain yang patut ditunggu dari Koster adalah niatnya untuk menyelesaikan rencana pembangunan Bandar Udara di Bali Utara, tepatnya di Kabuoaten Buleleng. Hal ini, bertujuan untuk memeratakan pembangunan di Bali yang dianggap timpang antara Utara dan Selatan.
Belum lama ini, Koster, mengatakan pembangunan Bandara di Buleleng tinggal memutuskan Penentuan Lokasi (Penloknya). Bahkan lahannya sudah siap.
"Pembebasan lahannya agar bisa diselesaikan dengan baik dan secara kekeluargaan. Jika selesai, penlok akan segera ditentukan," katanya, belum lama ini.
Pembangunan bandara ini nantinya akan menggunakan tanah desa adat Kubutambahan dan Sanih. Totalnya seluas 420 hektare, dengan rincian Kubutambahan 370 hektare, dan Sanih 50 hektare.
Selain itu, juga ada tanah milik masyarakat di sekitar lokasi pembangunan. Sehingga total luas tanah yang dibutuhkan sekitar 600 hektare.