TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Penyandang Difabel di Bali Kerap Dipecat Sepihak, Disnaker: Laporkan 

Perusahaan swasta wajib sediakan kuota 1 persen untuk mereka

ilustrasi perusahaan (IDN Times/Aditya Pratama)

Badung, IDN Times – Para penyandang Bipolar kerap mengalami gangguan mood yang sangat berpengaruh terhadap kualitas kerja dan keberlangsungan hidupnya. Komunitas Bipolar Bali mengungkapkan bahwa Orang dengan Bipolar (ODB) sangat susah mendapatkan pekerjaan.

Bahkan tidak sedikit di antara mereka yang dipecat secara sepihak oleh perusahaan. Nah, bagaimana pihak Dinas Tenaga Kerja dan Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Bali menanggapi persoalan ini? 

Baca Juga: 9 Ribu Perusahaan di Bali Wajib Pekerjakan Difabel

Baca Juga: Pasien Bipolar di Bali Kesulitan Akses Obat Tanggungan BPJS Kesehatan

1. Orang dengan Bipolar berisiko tidak diterima kerja hingga diberhentikan secara sepihak

Ketua Komunitas Bipolar Bali, Yarra Rama. (IDN Times / Ayu Afria)

Ketua Komunitas Bipolar Bali, Yarra Rama, mengungkapkan permasalahan yang dihadapi ODB dalam dunia kerja, mulai dari risiko tidak diterima kerja hingga diberhentikan secara sepihak. Ia sempat menyampaikan persoalan ini kepada Lembaga Bantuan Hukum, dan Disnaker dan ESDM Provinsi Bali.

Diketahui bahwa seharusnya memang ada kuota untuk difabel mental dalam memperoleh lapangan kerja. Kesempatan inilah yang bisa dimanfaatkan, terutama bagi ODB di Bali.

“Ada beberapa teman anggota komunitas yang dipecat dari pekerjaannya karena diagnosanya. Ada yang dipecat. Ada yang menyatakan dia bipolar untuk apply pekerjaan, gak diterima karena dia bipolar,” ungkapnya pada Minggu (3/4/2022) lalu, saat peringatan hari jadi komunitas di Kuta, Kabupaten Badung.

Baca Juga: Kisah Guntur Berjuang dengan Bipolar, Self Harm Berkali-kali

2. Ada kuota untuk penyandang difabel mental dalam dunia kerja

Diskusi dengan Komunitas Bipolar Bali. (IDN Times / Ayu Afria)

Kepala Seksi Pengawasan Norma Kerja & K3 Disnaker dan ESDM Provinsi Bali, dr I Made Sukana S Ked, dalam kesempatan tersebut menyampaikan unsur penegakan diagnostic dalam pemenuhan hak-hak ketenagakerjaan sebenarnya sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016. Ia mengakui bahwa memang masih ada kendala dalam praktiknya.

Made Sukana menekankan bahwa berdasarkan aturan perundangan-undangan, ada kuota 1 persen dari jumlah pekerja dalam suatu badan usaha milik pemerintah atau badan usaha yang berbadan hukum untuk mempekerjakan penyandang difabel. Baik difabel fisik, sensoris, maupun mental. Terlebih lagi adanya Permenaker Nomor 21 Tahun 2020 tentang pedoman penyelenggaraan unit pelayanan disabilitas.

“Antara pekerja dan pemberi kerja harus saling menghormati. Orang-orang penyandang disabilitas bipolar ini. Apalagi sudah tercatat dalam perjanjian kerja bersama maupun secara kontrak,” terangnya.

Berita Terkini Lainnya