9 Ribu Perusahaan di Bali Wajib Pekerjakan Difabel

Semoga penyandang difabel di Bali tetap mendapat hak ya

Badung, IDN Times – Pemerintah telah mengeluarkan aturan terkait dengan kuota posisi kerja untuk penyandang difabel di setiap perusahaan, baik milik negara maupun swasta. Apakah para pelaku usaha telah menjalankan peraturan ini?

Dalam diskusi peringatan Hari Bipolar Sedunia yang diselenggarakan oleh Komunitas Bipolar Bali pada Minggu (3/4/2022) lalu, dibahas berbagai persoalan yang dialami oleh penyandang difabel. Lalu bagaimana kondisi para penyandang difabel di Bali? Berikut penjelasan Kepala Seksi Pengawasan Norma Kerja & K3 Dinas Tenaga Kerja dan Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Bali, dr I Made Sukana S Ked.

Baca Juga: Pasien Bipolar di Bali Kesulitan Akses Obat Tanggungan BPJS Kesehatan

1. Perusahaan swasta wajib menyediakan 1 persen kuota dari jumlah pekerja

9 Ribu Perusahaan di Bali Wajib Pekerjakan Difabelilustrasi perusahaan (IDN Times/Aditya Pratama)

Made Sukana menekankan bahwa berdasarkan amanat Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016, perusahaan swasta wajib menyediakan 1 persen kuota dari jumlah pekerja yang mereka pekerjakan. Empat kategori penyandang difabel tersebut di antaranya disabilitas fisik, intelektual, mental, dan sensorik.

Keempat disabilitas tersebut tetap memiliki pemenuhan hak-hak tenaga kerja dan ikut mendapat jaminan dari pemerintah sebagai pekerja di badan usaha swasta. Pihak Disnaker akan menindaklanjuti hal ini berdasarkan laporan Panitia Pembina Keselamatan dan Kesejahteraan Kerja (P2K3) yang dilaporkan per triwulan. Hal itu untuk mengetahui badan usaha mana saja yang telah melaksanakan kandidat perencanaan, pengoptimalan keselamatan, dan kesejahteraan kerja.

“Saya tekankan di sini bahwa sesuai ketentuan UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang penyandang difabel, untuk mesyaratkan perusahaan swasta, satu persennya dari jumlah pekerja yang ada di sana. Wajib bagi badan usaha swasta ya menyediakan penyandang difabel ya,” ungkapnya.

2. Sebanyak 9.000 badan usaha di Bali sudah WLKP

9 Ribu Perusahaan di Bali Wajib Pekerjakan Difabelilustrasi perusahaan (IDN Times/Aditya Pratama)

Sampai saat ini, selama 2 tahun bertugas di Disnaker dan ESDM Provinsi Bali, menurut Made Sukana belum ada laporan khusus berapa perusahaan di Provinsi Bali yang sudah menjalankan amanat Undang-undang tersebut. Dari catatannya, ada sebanyak 9.000 badan usaha di Bali telah melakukan Wajib Lapor Ketenagakerjaan Perusahaan (WLKP). Namun belum diketahui secara pasti perusahaan mana saja yang telah mempekerjakan penyandang difabel.

“Belum ada. Belum memiliki data sevalid itu. Ini memang tugas kami ya akan difollow-up berlanjut di badan-badan usaha di Bali. Sesuai terupdate di WLKP yang aktif di Bali itu 9.000 lho, perusahaan yang menyandang WLKP. Artinya sudah menerapkan Undang-undang Ketenagakerjaan di perusahaan menyangkut 41 norma kerja dan norma K3. Dari 9.000 itu saya belum berani memastikan” jelasnya.

Untuk mengetahui jumlah angka tersebut, menurutnya perlu kerja sama dengan instansi pemerintah yang lain yakni Dinas Sosial.

3. Disnaker dan ESDM Provinsi Bali akan menindak tegas perusahaan yang melanggar

9 Ribu Perusahaan di Bali Wajib Pekerjakan Difabelilustrasi perusahaan (IDN Times/Aditya Pratama)

Lalu bagaimana tindak lanjut Disnaker dan ESDM Provinsi Bali apabila ada badan usaha yang belum menerapkan aturan tersebut atau sudah mempekerjakan penyandang difabel namun di sana terdapat permasalahan dalam hubungan kerja?

Made Sukana menyampaikan hal tersebut bisa diadukan melalui laman Disnaker atau datang langsung ke Kantor Disnaker dan ESDM Provinsi Bali. Setelah menerima pengaduan tersebut, pengawas yang bertugas akan turun ke lapangan untuk melakukan pembinaan dan pemeriksaan terhadap perusahaan yang dimaksud. Pembinaan awal ini bersifat edukasi.

Apabila setelah pembinaan dan pemeriksaan edukatif pihak perusahaan tidak melakukan evaluasi, maka pengawas akan melakukan nota pemeriksaan (notariksa) pertama mengingatkan akan pelanggaran terhadap Undang-undang 8 Tahun 2016.

“Dalam hitungan 30 hari kerja jika tidak ditindaklanjuti, pengawas kami menotariksa dua. Dikasih waktu 14 hari. Dalam 14 hari juga tidak ditanggapi, pengawas kami membuat laporan kejadian,” terangnya.

Laporan kejadian tersebut kemudian diteruskan ke TPRS yang ada di Kantor Disnaker dan ESDM Provinsi Bali untuk selanjutnya dilakukan penyidikan. Penyidikan ini tergantung kepada pihak yang memediasi dan menangani masalah tersebut.

“Kasusnya tergantung sanksi dan menyangkut perlakuan Undang-undang Hukum Pidana tersebut. Itulah hirarkinya sesuai ketentuan Undang-undang Nomor 8 tahun 2016,” tegasnya.

Topik:

  • Ni Ketut Sudiani

Berita Terkini Lainnya