Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Adaptasi Lontar Asta Kosala Kosali dalam Arsitektur Bali Masa Kini

ilustrasi pura saat nyepi (unsplash.com/Niklas Weiss)
ilustrasi pura saat nyepi (unsplash.com/Niklas Weiss)

Denpasar, IDN Times - Zaman dahulu, orang Bali menata ruang bangunan berdasarkan Lontar Asta Kosala Kosali. Konsep tata ruang dan tata letak di Bali, biasanya mengacu pada aturan tradisional. Peneliti Nyoman Gelebet menuliskan, bahwa aturan tradisional maupun modern telah membahas masalah lingkungan. 

Bali mengenal adanya pengelompokan tata guna tanah, tertuang dalam Tri Angga (kepala, badan, kaki). Sedangkan tata letak bangunan ada dalam Lontar Asta Gumi, dan tata ruang bangunan seperti dalam Lontar Asta Kosala Kosali.

Masa kini, tata letak ini secara modern dikenal dengan zonning atau pembagian kawasan maupun tata guna lahan. Pembahasan selengkapnya akan berfokus pada implementasi Lontar Asta Kosala Kosali pada masa kini.

Leluhur menyusun Lontar Asta Kosala Kosali agar penghuni rumah mencapai kerahayuan

ilustrasi lontar bali (IDN Times/Irma Yudistirani)
ilustrasi lontar bali (IDN Times/Irma Yudistirani)

Melalui Seminar Lontar Asta Kosala Kosali Koleksi Museum Bali, Praktisi Bahasa, Aksara, dan Sastra Bali, Drs Ketut Sudarsana, mengatakan Lontar Asta Kosala Kosali dibuat leluhur agar penghuni rumah mencapai kedamaian.

“Bagaimana agar si penghuni rumah mampu membuat rumah yang penghuninya dapat mencapai kerahayuan,” kata Sudarsana di Museum Bali tak lama ini.

Aturan membuat rumah di Bali pada masa lalu, tidak dapat sepenuhnya tercermin di masa kini. Sudarsana mencontohkan pada konsep pengukuran atau sikut masa lalu, ada beberapa tata letak yang harus disesuaikan. Misalnya, tidak boleh meletakkan merajan (tempat sembahyang keluarga Hindu Bali) di atas ruangan tidur. Namun, kondisi tanah di Bali kian sempit dan mahal, Sudarsana tak menampik aturan masa lalu tak terlihat pada masa kini.

Ketika diminta sebagai penyikut (ahli ukur) bangunan berdasarkan lontar, Sudarsana mengaku harus pandai beradaptasi. Menurutnya, orang tua Bali membuat tatanan seperti dalam lontar agar sirkulasi udara di rumah menjadi bagus.

“Tapi sekarang karena tanah tak ada dan manusia berkembang, kita harus berbuat maksimal menjaga warisan sikut Bali,” ujar Sudarsana.

Menyesuaikan lontar dengan situasi masa kini

ilustrasi astronomi (pexels.com/Jason D)
ilustrasi astronomi (pexels.com/Jason D)

Akademisi Arsitektur Universitas Dwijendra, Dr Ir Putu Gde Ery Suardana MErg, mengatakan implementasi Lontar Asta Kosala Kosali masa kini dapat berlangsung secara luwes. Keberagaman lontar di Bali, bagi Ery menjadi sarana pemilihan sumber lontar yang sesuai di lapangan.

“Minimal apa yang ada di Asta Kosala Kosali bisa diterapkan secara umum, bukan saklek harus begini dan begitu,” ujar Ery. 

Ery menyebutkan, sumber lontar tentang arsitektur di Bali berkaitan dengan Kitab Suci Hindu, Weda. Misalnya, Jyotisa yang berkaitan dengan astronomi. Kaitan astronomi dan arsitektur adalah untuk menyesuaikan perlintangan agar kegiatan pembangunan sesuai dengan kondisi. Sementara, ukiran dan ornamen dalam arsitektur berkaitan dengan Upaweda yang lebih banyak membahas seni. Ia menegaskan, proses pembangunan hunian di Bali berpadu dengan urutan tattwa (filosofi), etika (tata cara), dan ritual (upacara atau upakara).

Ruang Bali dalam himpitan ekonomi

ilustrasi arsitek (pexels.com/Lex Photography)
ilustrasi arsitek (pexels.com/Lex Photography)

Tanah dan tata ruang di Bali kian menyempit. Nyoman Popo Priyatna Danes, seorang Arsitek Bali, mengamati penyempitan ruang ini dengan telajakan atau ruang hijau kecil tradisional Bali semakin habis.

“Kita sudah hampir melupakan telajakan, public space. Sekarang telajakan habis, pressure ekonomi lebih besar daripada budaya. Telajakan jadinya disewakan,” kata Popo Danes. 

Pergeseran dari budaya ke aspek ekonomi membuat arsitek di Bali harus pandai menyesuaikan diri. Konsep pewarisan ilmu arsitektur Bali bergeser menjadi rangkaian proses akademik di bangku kuliah. Industrial kini menjadi praktik krusial dalam dunia arsitektur dan bangunan. Adaptasi berkesadaran penting agar arsitektur Bali tetap eksis.

“Kita tidak cukup memelihara, tapi kita bisa improve, bagaimana memuat spirit-spirit tradisi tetap eksis dengan survei ke tatanan bangunan Bali yang masih riil,” kata Popo Danes.

Share
Topics
Editorial Team
Irma Yudistirani
EditorIrma Yudistirani
Follow Us