Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

9 Langkah Pertama Jika Temanmu Mengalami KDRT

ilustrasi pasangan berdebat (pexels.com/Timur Weber)

KDRT atau Kekerasan salam Rumah Tangga bukan hal yang mudah untuk dibicarakan, apalagi dihadapi. Banyak orang yang mengalaminya dan memilih diam karena takut, malu, atau merasa gak bakal ada yang percaya. Tapi, di balik diamnya itu, mereka sebenarnya sangat butuh seseorang yang mau ada untuk menemaninya, bukan untuk menyelamatkan, tapi untuk mendampingi. Di sinilah peranmu sebagai teman atau orang terdekatnya bisa jadi sangat berarti.

Namun, menjadi teman yang mendampingi seseorang yang mengalami KDRT bukan tugas yang mudah. Tapi kehadiranmu bisa jadi kekuatan besar dalam proses penyembuhan, dan keberanian mereka untuk keluar dari situasi berbahaya. Kamu mungkin gak bisa langsung mengubah keadaannya, tapi sikapmu yang penuh empati dan tidak menghakimi bisa jadi titik terang di hari-hari gelap yang sedang dia hadapi.

Kalau kamu sedang dalam posisi ini, berikut ini langkah pertama yang bisa kamu lakukan saat temanmu atau orang terdekatmu mengalami KDRT. Simak selengkapnya di bawah ini, yuk!

1. Dengarkan tanpa menghakimi

ilustrasi orang mengobrol (pexels.com/MART PRODUCTION)

Hal paling penting saat temanmu membuka cerita soal KDRT adalah jadilah pendengar yang baik. Biarkan dia bicara, meluapkan perasaannya, dan menceritakan pengalamannya tanpa kamu potong atau bantah. Jangan buru-buru kasih nasihat apalagi malah menyalahkan. Kalimat seperti, "Kenapa kamu gak pergi aja, sih?" justru bisa bikin dia merasa disalahkan, lalu menarik dan menutup diri enggan untuk cerita lagi.

Di situasi ini, kepercayaan adalah hal yang sensitif. Tunjukkan kalau kamu percaya padanya, kalau kamu gak akan menghakimi, dan kamu ada di pihaknya. Hal sesederhana didengarkan dan dipahami bisa bikin korban merasa lebih kuat dan berani mengambil langkah.

2. Pahami bahwa keputusan ada di tangan dia

ilustrasi orang mengobrol (pexels.com/Photo By: Kaboompics.com)

Kamu mungkin ingin dia segera kabur atau putus dari pelaku KDRT. Tapi realitasnya gak sesimpel itu. Korban bisa merasa takut atau bahkan masih terikat secara emosional dengan pelaku. Tekanan untuk segera keluar dari hubungan bisa membuat korban semakin bingung dan merasa sendiri.

Daripada mendesak, lebih baik bantu dia pelan-pelan mengenali opsi yang bisa dia pilih. Kasih dia ruang untuk berpikir, dan yakinkan bahwa kamu akan tetap ada buat dia, apapun keputusannya. Keputusan untuk meninggalkan hubungan abusif harus datang dari dirinya sendiri agar benar-benar kuat dan konsisten.

3. Tawarkan bantuan yang nyata dan spesifik

ilustrasi orang mengobrol (pexels.com/Liza Summer)

Menawarkan bantuan adalah niat yang baik. Tapi, korban KDRT butuh bantuan yang nyata dan konkret. Misalnya, kamu bisa bilang, "Kalau kamu butuh tempat tinggal sementara, kamu bisa datang ke rumahku," atau "Mau aku temenin ke psikolog atau kantor polisi?" Nah, bantuan seperti inilah yang bisa bikin korban KDRT gak merasa sendirian.

Korban KDRT kadang udah sangat lelah dan gak tahu harus mulai dari mana. Jadi kalau kamu bisa bantu menyiapkan rencana kecil seperti menemani ke tempat yang aman, mencarikan transportasi, atau menyimpan barang penting, itu sangat membantu.

4. Kumpulkan informasi layanan dan dukungan

ilustrasi korban KDRT dan psikolog (pexels.com/Timur Weber)

Bantu temanmu dengan mencarikan info layanan pendampingan korban KDRT. Banyak lembaga yang bisa dihubungi, seperti Komnas Perempuan, P2TP2A (Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak), atau LBH APIK yang menyediakan layanan hukum gratis. Beberapa organisasi juga menyediakan konseling psikologis dan rumah aman.

Jangan hanya menyuruh korban KDRT "cari bantuan ke lembaga," tapi bantu kumpulkan nomor hotline, alamat kantor, atau bahkan dampingi dia saat menghubungi lembaga tersebut. Info ini bisa sangat krusial di situasi darurat atau ketika dia sudah siap untuk bertindak.

5. Jaga privasi dan rahasiakan ceritanya

ilustrasi orang mengobrol (pexels.com/Tima Miroshnichenko)

Apa yang temanmu ceritakan padamu adalah hal yang sangat pribadi dan sensitif. Jangan membagikan kisahnya ke orang lain tanpa izin, bahkan jika kamu merasa itu untuk kebaikannya. Sekali kepercayaannya dikhianati, dia bisa menutup diri dan jadi semakin takut mencari bantuan.

Kalau kamu perlu curhat atau konsultasi ke orang lain (misalnya ke psikolog), pastikan kamu menyamarkan identitasnya dan tidak membocorkan detail yang bisa dilacak. Ingat, keselamatan dan kenyamanan temanmu adalah prioritas utama.

6. Bantu dokumentasikan bukti (wajib izin atau concent)

ilustrasi korban KDRT konseling (pexels.com/Vitaly Gariev)

Jika temanmu bersedia, bantu dia menyimpan bukti-bukti kekerasan. Ini bisa berupa foto luka, tangkapan layar chat berisi ancaman, rekaman suara, atau catatan kronologis kejadian. Bukti ini bisa digunakan jika suatu saat dia ingin melaporkan kasusnya ke pihak berwajib.

Namun, semua dokumentasi ini harus dilakukan dengan persetujuan korban. Jangan sekali-kali mengambil atau menyimpan bukti tanpa sepengetahuannya karena bisa menimbulkan trauma tambahan atau bahkan membahayakan dia jika pelaku mengetahuinya.

7. Kenali bentuk kekerasan yang tidak terlihat

ilustrasi korban KDRT (pexels.com/MART PRODUCTION)

Kekerasan dalam rumah tangga bukan hanya soal dipukul atau dilukai secara fisik. Kekerasan verbal, emosional, seksual, hingga finansial juga sangat nyata dan sama berbahayanya. Kadang korban sendiri belum menyadari bahwa dia sedang mengalami kekerasan karena luka emosional nggak selalu kelihatan dari luar.

Sebagai teman, kamu bisa bantu dia menyadari bahwa perilaku mengontrol, merendahkan, membatasi ruang gerak, atau manipulasi secara terus-menerus adalah bentuk kekerasan juga. Membantu dia memberi nama pada situasi yang dia alami bisa menjadi langkah awal menuju pemulihan.

8. Rancang rencana keamanan bersama

ilustrasi korban KDRT dan teman (pexels.com/Photo By: Kaboompics.com)

Kalau temanmu masih tinggal bersama pelaku, bantu dia merancang rencana darurat. Rencana ini bisa mencakup tempat aman yang bisa dituju, siapa yang bisa dihubungi saat situasi memburuk, atau menyiapkan tas darurat berisi baju, uang, dokumen penting, dan charger ponsel.

Bisa juga disepakati kode rahasia yang bisa dia kirim ke kamu lewat chat kalau dia butuh bantuan tanpa menarik perhatian pelaku. Rencana sederhana ini bisa sangat menyelamatkan ketika situasi sudah tidak terkendali.

9. Temani dia selama prosesnya, seberapa lama pun itu

ilustrasi korban KDRT (pexels.com/Liza Summer)

Keluar dari hubungan abusif bukan hal yang bisa selesai dalam sehari. Kadang korban butuh waktu lama untuk berani mengambil keputusan. Jangan menyerah hanya karena dia belum bertindak sekarang. Tetaplah jadi teman yang hadir, sabar, dan penuh empati.

Kirim pesan singkat sekadar menanyakan kabar, ajak ngobrol ringan, atau sekadar duduk bersama bisa sangat berarti. Konsistensi dukunganmu bisa membuat dia merasa tidak sendirian, dan itu kadang cukup untuk membantunya bertahan sampai dia siap melangkah.

Itu tadi 9 langkah pertama yang harus kamu lakukan ketika menghadapi situasi di mana temanmu atau orang terdekatmu mengalami KDRT. 

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Topics
Editorial Team
Irma Yudistirani
EditorIrma Yudistirani
Follow Us