Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Alasan Mengapa Memukul Kentongan di Rumah Sebelum Nyepi

Foto hanya ilustrasi. (IDN Times/Imam Rosidin)

Penulis: Community Writer, Ari Budiadnyana

Umat Hindu di Bali merayakan Hari Raya Nyepi pada 29 Maret 2025. Nyepi berasal dari kata sepi atau sipeng. Sepi di sini mengandung makna hening atau sunyi, senyap.

Nyepi termasuk hari raya terunik yang ada di dunia. Ketika umat lain merayakan tahun baru secara meriah, namun umat Hindu di Bali merayakannya dengan suasana sepi.

Lampu dimatikan, fasilitas publik ditutup, sarana transportasi baik bandara, pelabuhan, maupun terminal bus dihentikan operasionalnuya selama sehari. Bahkan koneksi internet dan siaran televisi juga turut dimatikan.

Tetapi selain itu, sehari sebelum Nyepi (28 Maret 2025), umat Hindu memukul kentongan atau peralatan lainnya di area rumah sambil membawa api, lho. Seperti yang dilakukan oleh musisi Bali yang terkenal dengan sulingnya, Agus Teja Sentosa atau akrab disapa Gus Teja.

"Tradisi tersebut memang turun temurun kami lakukan setiap hari raya pengerupukan. Hal ini dipercaya untuk meneteralkan dan membuat seimbang energi yang tidak bagus menjadi bagus. Jadi secara garis besar dimaksudkan agar keseimbangan alam tetap terjaga," ujar Gus Teja kepada IDN Times via direct message (DM) Instagram, Jumat (28/3/205).

Apa ya pesan Gus Teja untuk Nyepi tahun ini?

"Semoga Hari Raya Nyepi ini berjalan dengan lancar, dan dapat memberikan vibe positif bagi banyak orang," katanya.

Berikut ini rangkaian Hari Raya Nyepi yang perlu kamu kketahui.

1. Upacara Melasti atau Melis

Foto hanya ilustrasi. (IDN Times/Irma Yudistirani)

Dalam Lontar Sundarigama dan Sang Hyang Aji Swamandala yang ditulis dalam Bahasa Jawa Kuno menyebutkan:

Melasti ngarania ngiring prewatek dewata angayutaken laraning jagat, papa klesa, letuhing bhuwana

Dari kutipan lontar tersebut terdapat beberapa makna di dalamnya, yaitu:

  • Ngiring prewatek dewata, yang berarti upacara Melasti hendaknya didahului dengan memuja Tuhan dengan segala manifestasinya
  • Anganyutaken laraning jagat, memiliki arti menghanyutkan penderitaan masyarakat, di mana upacara Melasti bertujuan untuk memotivasi umat secara ritual dan spiritual dalam melenyapkan penyakit-penyakit sosial di masyarakat
  • Papa klesa, memiliki makna Melasti bertujuan untuk menuntun umat agar menghilangkan kepapaannya (Penuh dosa). Ada lima klesa yang dapat membuat orang menjadi papa yaitu awidya (Kegelapan atau mabuk), asmita (Egois, mementingkan diri sendiri), raga (Pengumbaran hawa nafsu), dwesa (Sifat pemarah dan pendendam), dan adhiniwesa (Rasa takut tanpa sebab)
  • Letuhing Bhuwana, artinya alam yang kotor, di mana Melasti memiliki tujuan untuk meningkatkan umat Hindu agar mengembalikan kelestarian alam lingkungannya
  • Ngamet sarining amerta ring telenging segara, artinya mengambil sari-sari kehidupan dari tengah laut atau sumber air.

Dalam Babad Bali disebutkan, bahwa Melasti disebut juga sebagai Melis atau Mekis yang memiliki tujuan melebur segala macam kekotoran pikiran, perkataan, perbuatan, serta memperoleh amertha atau air suci yang pelaksanaannya dapat dilakukan di laut, sungai, danau, atau mata air yang disucikan. Setelah Melasti, diharapkan umat Hindu sudah siap memasuki tahun baru untuk kehidupan yang lebih baik.

Melasti dilaksanakan beberapa hari sebelum Hari Raya Nyepi. Pratima atau pralingga yang ada di pura diusung ke sumber mata air sebagai simbol untuk penyucian alam beserta isinya. Setelah dari sumber mata air, pratima atau pralingga Ida Sesuhunan akan diletakkan (Melinggih) di Pura Bale Agung Desa setempat, sampai sehari sebelum Hari Raya Nyepi.

2. Tawur Agung Kesanga pada Hari Tilem bulan kesembilan

Upacara Tawur Agung Kesanga di Catur Muka Denpasar. (Instagram.com/adrian.suwanto)

Sehari sebelum Hari Raya Nyepi, umat Hindu melaksanakan upacara Tawur Agung Kesanga. Menurut Lontar Sang Hyang Aji Swamandala, upacara tawur ini dilaksanakan tepat pada Hari Tilem Kesanga (Bulan kesembilan) yang merupakan hari pergantian sasih kadasa (Bulan kesepuluh) dan termasuk upacara Bhuta Yadnya (Persembahan suci yang ditujukan untuk Bhuta Kala). Tawur di sini memiliki makna mengembalikan atau membayar. Yaitu mengembalikan sari-sari alam yang telah digunakan oleh manusia.

Tawur Agung Kesanga dilaksanakan berdasarkan wilayah yaitu di ibu kota provinsi, kabupaten/kota, desa, banjar, dan lingkungan tempat tinggal. Untuk ibu kota provinsi dan kabupaten/kota dilaksanakan di catus pata (Perempatan utama) daerah bersangkutan. Tawur Agung Kesanga dilaksanakan pada tengah hari (Tengai tepet) mulai pukul 12.00 waktu setempat.

Sedangkan husus untuk lingkungan rumah, dilaksanakan tawur atau pencaruan (Persembahan korban suci) di halaman sanggah/merajan (Tempat suci keluarga) masing-masing. Kemudian dilanjutkan dengan menghaturkan segehan agung/pecaruan dan nasi sasah sebanyak 108 tanding (Buah) di depan pintu rumah.

Tawur atau pencaruan ini memiliki tujuan atau simbol untuk memberikan suguhan kepada para Bhuta Kala (Kekuatan negatif), sehingga mereka tidak mengganggu saat pelaksanaan Hari Raya Nyepi atau tahun baru. Dalam istilah Hindu sering disebut dengan Nyomia (Somya), yang berarti menetralisir kekuatan negatif menjadi positif dan berguna untuk menjalani kehidupan nantinya.

3. Pengerupukan

Banjar Pegok, Sesetan, Denpasar Selatan: "Siwa Klakah". (Instagram.com/ogohogohdenpasar)

Setelah melakukan tawur atau pencaruan, umat Hindu melaksanakan prosesi Pengerupukan yang diawali di area rumah tangga menggunakan peralatan obor atau sumber api, kentongan, dan perlengkapan lainnya yang mengeluarkan suara.

Obor atau sumber api dinyalakan sambil memukul-mukul kentongan dan alat lainnya, kemudian mengelilingi area tempat tinggal. Hal ini bertujuan untuk menetralisir pengaruh kekuatan negatif (Bhuta Kala) di area tempat tinggal.

Untuk tingkat desa, saat ini Pengerupukan identik dengan pelaksanaan pawai ogoh-ogoh. Masing-masing banjar membuat ogoh-ogoh untuk diusung selama Pengerupukan, yang dimulai saat sandya kala (Peralihan antar waktu sore dan malam hari). Ogoh-ogoh ini diarak keliling desa disertai dengan alunan baleganjur.

4. Nyepi

Foto hanya ilustrasi. (unsplash.com/Casey Horner)

Perayaan Nyepi dilaksanakan sehari setelah Pengerupukan atau saat memasuki hari baru di sasih kadasa (Bulan kesepuluh). Perayaan Nyepi bertepatan dengan dimulainya Tahun Baru Saka.

Selama Hari Raya Nyepi yang jatuh setahun sekali, umat Hindu melaksanakan Catur Brata (Empat pantangan) Penyepian yaitu Amati Karya atau tidak bekerja, Amati Geni atau tidak menyalakan lampu atau api, Amati Lelungan atau tidak bepergian, dan Amati Lelanguan atau tidak boleh berfoya-foya. Pelaksanaan Catur Brata Penyepian ini dilaksanakan sehari penuh, yaitu mulai pukul 06.00 hingga pukul 06.00 keesokan harinya.

Hari Raya Nyepi memiliki makna agar umat Hindu selalu belajar untuk mengendalikan diri, serta memiliki kesempatan untuk mulat sarira atau introspeksi diri terhadap apa yang telah dilakukan agar bisa menjadi lebih baik di tahun berikutnya.

Hari Raya Nyepi juga memberikan alam di Bali untuk beristirahat selama sehari penuh dari hiruk pikuk kehidupan umat manusia, dan polusi yang dihasilkan dari aktivitas manusia. Keesokan harinya, alam telah 'me-restart' dirinya sehingga mendapatkan suasana baru seperti udara yang segar.

5. Ngembak Geni

Foto hanya ilustrasi. (IDN Times/Wayan Antara)

Hari Ngembak Geni dilaksanakan sehari setelah Hari Raya Nyepi. Ngembak Geni berasal dari kata Ngembak yang berarti bebas, dan Geni yang berarti api. Ngembak Geni mengandung makna bebas menyalakan api atau sebagai makna telah berakhirnya Catur Brata Penyepian.

Pada Hari Ngembak Geni, umat melakukan silaturahmi dengan mengunjungi sanak keluarga, tetangga, dan kerabat lainnya. Ini adalah hari penutup rangkaian perayaan Nyepi.

Rangkaian upacara di atas dilaksanakan secara berurutan yang dimulai dari Melasti, Tawur Agung Kesanga, Pengerupukan, Nyepi, dan ditutup oleh Ngembak Geni.

Unik sekali ya tradisinya. Selamat Hari Raya Nyepi teman-teman di Bali.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Irma Yudistirani
EditorIrma Yudistirani
Follow Us