Kasus Bipolar di Bali Relatif Lebih Sulit untuk Didiagnosis, Mengapa? 

Semoga kita lebih peduli dengan kesehatan mental ya

Apakah kamu sering mendengar kata bipolar? Ternyata siapa saja berpotensi untuk mengalaminya, bahkan diri kita sendiri. Hal ini karena bipolar memang cenderung lebih sulit untuk didiagnosis. Terutama bagi mereka yang memiliki kebiasaan menyalahgunakan alkohol. Ketika mood tidak bagus, ia cenderung mengalihkannya dengan mengonsumsi alkohol. 

Nah apa yang menyebabkan kasus bipolar relatif lebih sulit untuk didiagnosis? Berikut penjelasan dari ahlinya:

Baca Juga: Pekerjaan yang Cocok untuk Orang dengan Bipolar, Ini Penjelasan Ahli

1. Pada awal pemeriksaan kemungkinan dianggap gangguan depresi atau cemas

Kasus Bipolar di Bali Relatif Lebih Sulit untuk Didiagnosis, Mengapa? Foto hanya ilustrasi. Pexels.com/Daniel Reche

Psikiater di Klinik Utama Sudirman Medical Center (SMC) Denpasar, sekaligus Founder Rumah Berdaya, dan pegiat kesehatan jiwa di Komunitas Teman Baik, dr I Gusti Rai Putra Wiguna SpKJ mengungkapkan kasus bipolar itu relatif lebih sulit untuk didiagnosis dibandingkan dengan kasus kejiwaan lainnya. Sejumlah penelitian menyampaikan bahwa dari kasus bipolar yang ditemukan, awal mulanya ketika datang ke profesional kesehatan mental, mereka tidak langsung diagnosis sebagai bipolar.

“Kadang ada gangguan depresi. Kadang gangguan cemas. Kadang karena gangguan mental akibat alkohol misalnya,” terang dokter Rai.

Setelah melalui observasi, barulah diketahui bahwa mood orang tersebutlah yang terganggu. Selanjutnya, baru ditegakkan sebagai bipolar.

2. Bipolar sering terkaburkan dengan penyalahgunaan alkohol

Kasus Bipolar di Bali Relatif Lebih Sulit untuk Didiagnosis, Mengapa? ilustrasi alkohol (theconversation.com)

Dalam beberapa kondisi di masyarakat, gangguan bipolar tidak begitu tampak karena cenderung dikaburkan dengan kebiasaan mengonsumsi alkohol untuk memperbaiki mood. Karenanya sulit membedakan antara mood yang terganggu atau karena pengaruh alkohol. Setelah mendapatkan penanganan dari profesional kesehatan mental, barulah bisa diketahui apakah orang tersebut bipolar atau tidak.

“Kalau di masyarakat ya, banyak gangguan bipolar itu tidak terlihat. Terkaburkan oleh misalnya angka kecanduan alkohol yang tinggi. Karena alkohol ini digunakan secara salah untuk mengobati mood-nya. Jadi mood-nya nggak nyaman, dia pakai alkohol,” tegas dokter Rai.

Terlebih lagi menurutnya tingkat penggunaan alkohol di Bali jauh lebih tinggi dibandingkan beberapa daerah lainnya. Faktor itu memungkinkan terjadinya pengaburan bipolar dengan penyalahgunaan minuman beralkohol.

3. Ada yang pernah terkait dengan penyalahgunaan narkoba, namun jumlahnya kecil

Kasus Bipolar di Bali Relatif Lebih Sulit untuk Didiagnosis, Mengapa? Ilustrasi bipolar. (pixabay.com/Gerd Altmann)

Menurut dokter Rai, dari beberapa orang yang berkonsultasi dengannya, jumlah ODB yang sempat melakukan penyalahgunaan minuman beralkohol setara dengan ODB yang menggunakan narkotika. Namun keduanya hanya sebagian kecil dari ODB karena tentunya tidak semua OBD melakukan penyalahgunaan seperti itu.

“Penyalahgunaan narkoba ya, termasuk alkohol, pada bipolar itu lebih tinggi daripada masyarakat umum yang tidak mengalami bipolar,” tegasnya.

Topik:

  • Ni Ketut Sudiani

Berita Terkini Lainnya