Jadi Warisan, Mengenal Permainan Megoak-goakan Ciptaan Raja Buleleng

Terinspirasi dari burung gagak

Tradisi Megoak-goakan di Banjar Dinas Kelod Kauh, Desa Panji, Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng menjadi satu dari 11 kebudayaan Bali yang berhasil ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Indonesia oleh Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (RI). Tradisi ini masih bertahan sampai sekarang dan menjadi media perekat persaudaraan antar sesama manusia.

Permainan beregu ini cukup menarik. Karena setiap regu harus berusaha meraih anggota terakhir (Ekor regu) dari regu lawan. Cara meraihnya pun cukup menantang. Karena permainannya dilakukan di tanah lapang yang sudah dibasahi air serta lumpur, sehingga becek dan licin. Berikut Fakta-fakta tentang tradisi Megoak-goakan:

Baca Juga: Mengenal Tradisi Unik di Bali, Ari-ari Bayi Digantung di Kuburan

1. Tradisi Megoak-goakan dilakukan sehari setelah Hari Suci Nyepi untuk menghormati jasa seorang raja bernama Ki Barak Panji Sakti

Jadi Warisan, Mengenal Permainan Megoak-goakan Ciptaan Raja BulelengIDN Times/Irma Yudistirani

Tradisi Megoak-goakan di Desa Panji Buleleng digelar setiap tahun untuk menghormati jasa dari Raja Ki Barak Panji Sakti. Pada masa Pemerintahan Kerajaan Buleleng, ia dikenal sebagai seorang raja yang baik hati dan memiliki jiwa kepemimpinan tinggi. Sebagai penguasa di Kerajaan Buleleng, nama Ki Barak Panji Sakti sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Bali, apalagi masyarakat Buleleng. Ialah pendiri Kerajaan Buleleng pada tahun 1660-an dan terkenal sakti.

Ki Barak Panji Sakti adalah orang pertama yang menemukan ide lahirlah tradisi Megoak-goakan tersebut. Tradisi ini tercetus ketika sang raja sedang melihat burung goak (Gagak) yang sedang melintas di hadapannya. Burung gagak tersebut mencuri perhatian Raja Ki Barak Panji karena menggunakan taktik menarik untuk menangkap mangsanya.

Terinspirasi dari sana, Raja Ki Barak Panji Sakti menuangkan taktik itu ke dalam permainan yang seru, yang hingga sekarang dikenal sebagai permainan Megoak-goakan. Oleh masyarakat Desa Panji, tradisi ini digelar setiap tahun tepatnya sehari setelah Hari Raya Suci Nyepi.

Baca Juga: 4 Pesan Bijak Tetua Bali yang Tidak Boleh Kamu Lupakan

2. Bentuk permainannya berkelompok, masing-masing beranggotakan 5 sampai 11 orang. Pemimpin regu harus berhasil meraih anggota di barisan terakhir regu lawan

Jadi Warisan, Mengenal Permainan Megoak-goakan Ciptaan Raja Bulelengsejarahbali.com

Tradisi Megoak-goakan ini dimainkan secara berkelompok. Ada dua regu yang akan bertanding dan masing-masing beranggotakan minimal 5 orang sampai 11 orang.

Peraturannya, para peserta dari masing-masing regu akan berjejer memanjang ke belakang sambil memegang pinggang peserta di depannya. Sementara yang berdiri paling depan disebut goak (Orang yang dipilih karena memiliki fisik yang kuat).

Kemudian permainan dimulai. Masing-masing regu berusaha adu kecepatan untuk memegang ekor (Orang yang menjadi barisan paling belakang) dari regu lawan. Siapa yang mampu menangkap terlebih dahulu, akan dinyatakan sebagai pemenang. Jika dalam permainan itu ada peserta yang terlepas dari pegangannya, maka permainan harus diulang.

3. Digelar di tempat licin, para peserta Megoak-goakan makin gereget bermain

Jadi Warisan, Mengenal Permainan Megoak-goakan Ciptaan Raja Bulelengprokomsetda.bulelengkab.go.id

Hal terpenting yang harus dilakukan sebelum memulai tradisi ini adalah para peserta berdoa untuk memohon keselamatan agar acara berlangsung lancar dan tidak ada halangan sama sekali. Terutama karena permainan ini digelar di tanah lapang yang sudah dibasahi air serta lumpur, sehingga becek dan licin.

Hal ini membuat pesertanya semakin gereget memainkan permainan Megoak-goakan. Karena berada di area yang licin dan semakin sulit untuk mendapatkan mangsanya. Suasananya pasti akan meriah dan gembira ketika tradisi ini berlangsung. Apalagi ada peserta yang terlepas dari timnya dan jatuh ke lumpur.

Itu dia sekilas fakta tentang tradisi Megoak-goakan di Banjar Dinas Kelod Kauh, Desa Panji, Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng. Semoga tradisi ini lestari sampai kapanpun.

Baca Juga: Mengenal Ilmu Leak, Paling Ditakuti di Bali Tapi Diminati Orang Eropa

Topik:

  • Irma Yudistirani

Berita Terkini Lainnya