Menghadapi Kematian di Bali, di Balik Layar Kehidupan

Gianyar, IDN Times - Obrolan soal orang mati di Bali selalu menarik. Kali ini tidak ada pembicaraan soal arwah penasaran. Namun, soal pascakematian. Jelas masa-masa duka, sanak keluarga yang ditinggalkan merasa sedih.
Satu sisi, bisa jadi merasa lega. Kelegaan ini tidak mudah, keluarga yang ditinggalkan melepas sang hidup dengan berserah.
Ibarat garapan kesenian drama gong, penari menyingkap langsa (tirai yang berada di atas panggung) dan penonton hanya dapat menyaksikan penari di panggung. Apa yang terjadi di balik langsa adalah bagaimana orang sekitar merespon atas kematian seseorang di Bali.
Di balik langsa, ada keriwehan tak terelakkan. Penari segera bersiap, memoles wajah dengan riasan tebal. Mengenakan pakaian tari khas Bali dengan lengkap. Beberapa ada yang memakan jajanan pasar untuk menyeka lapar.
Keriwehan ini tergambar dari kematian di Bali. Ada serangkaian upacara yang harus dilalui, tapi sanak keluarga yang ditinggalkan dalam keadaan berduka. Di sinilah keikhlasan dan kesabaran keluarga diuji. Belum lagi adu pendapat soal upacara yang ideal. Kematian menjadi adu gagasan, mana yang ideal mana yang kurang.
Perdebatan ini menggerus empati, duka yang belum sepenuhnya sirna, harus segera beralih kepada persiapan upacara kematian mendiang. Kali ini adu pendapat pelaksanaan upacara kematian di Bali, berada di titik persimpangan.
Memilih secara mandiri upacara kematian di Bali, bukanlah hal mudah. Misalnya, jika memilih upacara Ngaben hingga tuntas (ngelinggihang), sulit dilakukan. Beberapa saudara waris akan menyarankan upacara hanya sampai separuhnya saja, sisanya dilanjutkan bersama krama adat lainnya.
Akhirnya, jika memilih kremasi hingga tuntas, pembicaraan pun semakin liar. Bahkan jika aturan adat begitu ketat, sang keluarga akan dikeluarkan. Seorang penulis dari Bali, Gde Aryantha Soethama, menuliskan esainya bertajuk Jangan Mati di Bali.
Jangan Mati di Bali begitu dekat menggambarkan rumitnya kematian di Bali. Ada berbagai hal yang harus dilalui sang keluarga mendiang, di saat mendiang melalui jalan menuju semesta.