Tawaran Solusi Cegah Alih Fungsi Lahan Bali, Penguatan Akses Petani

Denpasar, IDN Times - Kuasa Hukum dan peneliti isu pertanahan di Bali, Agus Samijaya, menyampaikan berbagai tawaran solusi untuk mencegah alih fungsi lahan, khususnya di Bali. Mulai dari mengubah konsep Bank Tanah agar sebagian besar pengelolaan tanah dari dan untuk masyarakat. Selanjutnya, Agus juga menawarkan agar petani penggarap diperkuat aksesnya, hingga akses atas tanah.
Tawaran itu muncul karena selama bertahun-tahun sebagai kuasa hukum warga terdampak konflik agraria di Bali, Ia mengamati warga yang bekerja sebagai petani selalu dipinggirkan. Sebab, akses pemberian hak guna usaha (HGU) dari pemerintah kepada investor, kerap berujung menjadi proyek mangkrak.
“Faktanya banyak tanah yang dimiliki HGU-nya oleh investor itu ditelantarkan, ada indikasi telantar,” kata Agus kepada IDN Times dalam sebuah diskusi di ASA Coffee Denpasar Rabu lalu, 10 Desember 2025.
Reformasi aset, agar tanah tidak hanya untuk bangunan

Menurut Agus, strategi yang dapat dilakukan adalah reformasi distribusi aset tanah. Reformasi aset harus dilakukan agar tidak mengakibatkan alih fungsi lahan, berfokus pada memaksimalkan hak petani dan masyarakat adat.
“Itu harus ada reformasi aset, reformasi akses dan reformasi hukum yang mendorong pada kemajuan sektor pertanian,” kata dia.
Penghasilan petani yang tidak sebesar investor dan aspek ekonomi konstruksi lainnya, membuat pemilik lahan beralih menyewakan sawahnya. Namun, keuntungan ekonomi dari menyewakan lahan untuk dibangun tidak berdampak positif pada tanah sebagai resapan alami.
“Lakukan redistribusi aset terhadap tanah-tanah telantar kepada para petani untuk digarap menjadi lahan produktif,” ujar Agus.
Akses dan perlindungan terhadap petani

Agus juga menyarankan perbaikan akses sarana dan prasarana hulu ke hilir untuk petani. Mulai dari akses dalam pasar, perlindungan hukum, dan teknologi pertanian. Selain itu, adanya reformasi hukum dengan regulasi yang mendorong penguatan sektor pertanian juga krusial. Menurutnya, negara harus hadir dalam persoalan ini.
“Petani saat ini faktanya di Bali khususnya masih banyak yang bergantung pada rentenir, pada tengkulak, ini yang harus segera dihapuskan,” ujar Agus.
Anak muda di Bali dan isu pertanahan

Sementara itu, perwakilan mahasiswa Fakultas Hukum (FH) Universitas Udayana (Unud), Firmansyah, mengatakan sebagai anak muda, juga khawatir terhadap masalah tata ruang di Bali.
“Kalau semua tanah sudah hilang karena diambil oleh modal, lantas kita akan berdiri di tanah siapa gitu,” kata Firman.
Menurutnya, Bali jangan sampai terjebak dalam citra Pulau Surga yang akan membuat sengsara warga di tanah sendiri. Baginya, media sosial berperan dalam pencerdasan dalam isu tata ruang dan konflik pertanahan di Bali.
“Mungkin untuk kesadaran paling pertama itu kita pasti memanfaatkan sosial media yang kita punya melalui segala platform,” ujarnya.
Firman mengaku akan menjalin komunikasi dengan organisasi lainnya agar mampu menyalurkan penyadaran dan edukasi tata ruang kepada warga.

















