Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Sejarawan Tegas Tolak Gelar Pahlawan Soeharto, Fakta Sejarah Berbicara

bonnie.jpg
Sejarawan sekaligus anggota DPR RI, Bonnie Triyana. (IDN Times/Yuko Utami)

Gianyar, IDN Times - Penolakan terhadap gelar pahlawan pada Soeharto semakin meluas. Sejarawan sekaligus Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Bonnie Triyana, menolak tegas usulan tersebut. Bonnie mengajak kembali ke masa lalu, pada saat merebut era reformasi, seluruh warga berjuang memulihkan demokrasi yang porak poranda. 

Ia menjabarkan, dengan gerakan warga hingga meraih era reformasi, warga dapat membatasi kekuasaan seorang presiden menjadi dua periode saja. Termasuk lebih bebas dalam mengekspresikan pendapat. Jumlah partai politik (parpol) semula zaman orde baru dibatasi hanya tiga, kini semakin banyak.

“Banyak sekali kehidupan di masa itu yang kita koreksi. Kalau koreksi berarti dari sebuah zaman itu ada yang salah kan,” kata Bonnie kepada IDN Times di Taman Baca Ubud, Kabupaten Gianyar, Sabtu (1/11/2025).

1. Bonnie berharap anak muda menolak tegas gelar pahlawan pada Soeharto, sejarah dan fakta sudah terbuka lebar

Ilustrasi Soeharto (IDN Times/Mardya Shakti)
Ilustrasi Soeharto (IDN Times/Mardya Shakti)

Bonnie berpendapat, tidak ada yang benar dari pemberian gelar pahlawan pada Soeharto. Ia mempertanyakan bagaimana seorang pemimpin dari sebuah zaman yang dikoreksi karena salah menjadi pahlawan. Sebagai politisi, Ia juga menolak gelar tersebut.

“Saya gak tahu fraksi yang lain, tapi PDI Perjuangan menolak. PDI Perjuangan menolak Soeharto dicalonkan sebagai pahlawan,” tegasnya.

Bagi Bonnie, fakta sejarah sudah menjadi bukti kuat penolakan gelar pahlawan pada Soeharto. Ia menegaskan, setiap anak muda yang belajar sejarah era orde baru hingga reformasi, juga akan bersikap sama. Sikap itu menolak tegas gelar pahlawan untuk disematkan ke Soeharto.

2. Anak muda juga menolak gelar pahlawan pada Soeharto

Momen ketika mantan Presiden Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya pada 21 Mei 1998. (Tangkapan layar buku politik Huru Hara Mei 1998)
Momen ketika mantan Presiden Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya pada 21 Mei 1998. (Tangkapan layar buku politik Huru Hara Mei 1998)

Salsabila, anak muda berusia 25 tahun, juga mendengar isu gelar pahlawan pada Soeharto. Ia juga menolak rencana tersebut karena menurutnya, Soeharto tidak sesuai dengan standar gelar pahlawan.

“Dari yang aku baca, ada banyak masalah pada masa orde baru karena kekuasaan begitu lama dan mengekang warga, jadi gak cocok sih,” kata Salsabila, pada Sabtu (1/11/2025).

Ia juga berharap agar penolakan gelar pahlawan pada Soeharto semakin meluas. Caranya dengan menyelenggarakan diskusi sejarah kepada anak muda.

“Semoga diskusi dan sarana-sarana untuk menceritakan sejarah Indonesia lebih banyak lagi,” kata dia.

3. Sejarah Bangsa Indonesia harus diutamakan

ilustrasi Indonesia (pexels.com/Iqbal Kurniawan)
ilustrasi Indonesia (pexels.com/Iqbal Kurniawan)

Salsabila melanjutkan, diskusi dan dialog sejarah Indonesia lebih baik diperbanyak ketimbang sejarah luar. Baginya, pemahaman sejarah bangsa Indonesia lebih darurat agar fakta-fakta tidak terkubur begitu saja.

“Aku berharap sih kalau misalnya lebih banyak apa namanya lebih banyak acara-acara seperti ini yang menceritakan sejarah Indonesia supaya Gen Z itu lebih tahu Indonesia,” katanya.

Share
Topics
Editorial Team
Irma Yudistirani
EditorIrma Yudistirani
Follow Us

Latest News Bali

See More

Tim SAR Evakuasi Pendaki Kelelahan di Gunung Sanghyang

02 Nov 2025, 19:52 WIBNews