Sedih, 31 Ribu Lansia di Bali Ditelantarkan Karena Jadi Beban

Denpasar, IDN Times - Bali disebut sebagai Provinsi di Indonesia dengan harapan hidup yang tinggi. Angkanya mencapai 72 tahun. Hal ini disampaikan oleh I Nyoman Parta, Ketua Panitia Khusus Peraturan Daerah Kesejahteraan Lanjut Usia (Lansia) dalam rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Bali, Selasa (6/11) pagi.
1. IPM Bali tempati ranking lima di Indonesia

Parta mengatakan, Provinsi Bali menempati posisi kelima dalam Angka Index Pembangunan Manusia (IPM). IPM Bali saat ini mencapai angka 74,3, lebih tinggi dari rata-rata nasional yang angkanya hanya 70,1.
Parameter IPM sendiri meliputi kualitas pendidikan, umur panjang dan kualitas kesehatan, serta kemampuan daya beli (Standar hidup layak). Dengan angka IPM yang tinggi, membuat harapan hidup di Bali juga tinggi sampai mencapai usia 72 tahun.
Namun, dengan harapan hidup yang lebih tinggi, membuat jumlah lansia di Bali juga ikut bertambah.
"Hal ini tentu akan membawa persoalan bagi orang-orang yang memasuki lansia," kata Parta, yang juga Ketua Komisi IV DPRD Provinsi Bali dari fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).
2. Lansia di Bali mencapai 441 ribu jiwa

Dalam pemaparannya, Parta mengatakan penduduk Lansia di Bali mencapai angka 441 ribu jiwa pada tahun 2018. Jumlah tersebut merupakan 10,5 persen dari total penduduk Bali yang mencapai 4,2 juta jiwa. Hal tersebut menjadikan Pulau Dewata sebagai satu di antara Provinsi yang penduduk Lansianya tertinggi di Indonesia.
"Angka tersebut lebih awal dari prediksi. Awalnya diprediksi terjadi pada tahun 2021, namun di tahun 2018 ini sudah mencapai angka tersebut," katanya.
Di Indonesia, ada empat daerah lain yang penduduk Lansianya tinggi. Yakni Jogjakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi. Empat Provinsi ini angka Lansianya mencapai 10 persen dari total penduduknya pada tahun 2017.
3. Sekitar 31 ribu Lansia di Bali telantar

Patra melanjutkan, dari total lansia tersebut, ternyata 31 ribu hidup telantar. Angka yang besar tersebut menjadi perhatian. Pasalnya, mereka hidup sebatang kara, menyendiri tanpa didampingi keluarganya.
Sementara itu, Prof LK Suryani dari Suryani Institute, mengatakan memang banyak lansia di Bali yang tidak diperdulikan oleh keluarganya. Hal ini karena para lansia ini dianggap beban oleh keluarga dekatnya.
Kenyataan tersebut ia sampaikan setelah melakukan penelitian di Kintamani, Kabupaten Bangli. Hasilnya, 34 persen orang yang merawat lansia, entah anak atau menantu, menganggapnya sebagai beban.
"Ini mengejutkan saya. Mulai saat itu saya mulai mengajak untuk mari merawat lansia," katanya, Senin (5/11) saat dihubungi.
Ia mengatakan responden yang ia wawancarai beranggapan bahwa lansia itu cerewet, tidak bisa diatur, dan ingin menang sendiri. Padahal sebagai anak harusnya menyadari bahwa usia tua makin lama makin cerewet, apalagi yang sudah pikun.
"Harusnya anak-anak ini diberi pemahaman. Meski orangtua ini dulunya seorang profesor, tapi kalau sudah pikun ya ngomongnya bolak-balik," katanya.