Muara Pameran Wastra dari Selatan Sumatra di Gianyar Bali

Gianyar, IDN Times - Pithecanthropus mengadakan MUARA, pameran wastra yang menampilkan lebih dari 50 kain khas Jambi, Palembang, Bangka, Bengkulu, dan Lampung. Selain wastra juga ada perhiasan, peranakan, dan peralatan bersirih (Tepak Sirih) berbahan perak hingga emas.
Pameran ini diadakan di Masa Masa, Desa Ketewel, Kabupaten Gianyar dari tanggal 17 Desember 2022 hingga 14 Januari 2023 mendatang. Kainnya bagus-bagus dan ada yang berusia 120 tahun lho.
1. Lembaran wastra selatan Sumatra yang dipamerkan berusia lebih dari 120 tahun

Kurator MUARA, Prinka Saraswati, bercerita masyarakat di area selatan Sumatra saling terhubung melalui perairan yang ada di area mereka. Dari hulu, hilir, hingga muara, seluruh transaksi perdagangan hingga perjalanannya terjadi di Sungai Musi dan Sungai Batanghari.
"MUARA mempersembahkan berbagai wastra yang berumur lebih dari 120 tahun dengan detail indah yang menunjukkan karakter dan komoditas alam dari setiap provinsi di selatan Sumatra," ujarnya.
Ia melanjutkan, di sekitar tepi sungai Palembang, Jambi, Lampung, Bangka, dan Bengkulu, wastra menunjukkan susunan pola serta warna yang cenderung keemasan dengan Songket Palembang, Limar Mentok Bangka, dan Tapis Sai Batin dari Lampung.
2. Jenis-jenis wastra yang ditampilkan

Dari wastra yang ditampilkan di MUARA, Limar menjadi koleksi langka yang dihadirkan dalam pameran kali ini. Limar adalah perpaduan ikat dan songket dalam selembar wastra, yang hanya ditemukan di Palembang. Wastranya memiliki warna yang khas, yaitu merah keunguan dan aksen emas di setiap ujungnya. Tidak hanya Limar Palembang, dihadirkan pula Limar Bangka dengan ciri khas aksen biru kehijauannya.
Selain Limar, tidak lengkap rasanya jika belum menghadirkan Songket Lepus. Dalam MUARA, para kurator memilih dua Songket Lepus yaitu kain songket yang dibubuhi benang emas di tiap penjuru kain.
Besurek khas Sumatra turut melengkapi rangkaian ikat dan songket di MUARA. Besurek merupakan batik kaligrafi dengan sentuhan sakral huruf Arab dan Jawi. Kesakralan Besurek membuat wastra ini hanya boleh dipakai sebagai selendang, kerudung, dan ikat kepala.
Ada juga Songket Pasemah atau disebut Songket Basemah atau Kain Pelung. Wastra dari Sumatra Selatan ini juga turut ditampilkan dengan teknik kriyanya yang begitu unik. Penggunaan benang emas dan perak pada seluruh wastra menjadikan songket Pasemah bernilai tinggi.
Mendampingi wastra-wastra bernilai tinggi ini, Baju Kurung dari Palembang dan Tepak Sirih juga ditampilkan untuk menunjukkan adat setra nilai-nilai penting masyarakat Melayu di bagian selatan Sumatera.
3. Pengunjung pameran bisa mengikuti workshop silk-screen print dan membuat perhiasan

Pembukaan pameran tanggal 17 Desember 2022 kemarin menghadirkan Putu Septa, seorang musisi gamelan yang memainkan kidung-kidung tradisional dan lantunan kontemporer. Ia menerjemahkan musik gambus khas Sumatra menjadi racikan khas yang menggabungkan identitasnya sebagai seniman Bali, dan ketertarikannya pada musik Sumatra.
Selain pameran, MUARA dan Pithecanthropus mengadakan dua workshop yang menarik untuk diikuti. Yaitu workshop silk-screen print dengan motif-motif batik khas selatan Sumatra pada tanggal 7 Januari 2023. Jadi pengunjung pameran bisa mempelajari teknik sablon batik yang begitu rumit ini, dan mendapatkan sehelai scarf multifungsi.
Selain itu, pengunjung juga dapat mengikuti workshop membuat perhiasan dari manik-manik antik di Vintage Beads Jewelry yang dipimpin oleh desainer perhiasan, Sofia Gozali,
pada tanggal 14 Januari 2023.
4. Mengenal Pithecanthropus dan Masa Masa

Pithecanthropus adalah rumah mode yang terinspirasi dari wastra tradisional Indonesia. Bermula dari toko oleh-oleh kecil yang didirikan 32 tahun lalu, Pithecanthropus ingin menjelajahi kembali budaya Indonesia melalui pakaian ready-to-wear, perhiasan, dan wastra lawasan.
Sementara Masa Masa adalah restoran dan ruang hubung kebudayaan di Ketewel, Gianyar, yang menempati dua rumah kayu berusia lebih dari 200 tahun. Visi dan misi Masa Masa mengakar pada perjumpaan budaya, dari campuran Nusantara, Arab, Cina, dan Eropa, yang biasanya disederhanakan di bawah satu payung, peranakan. Melalui akar ini, Masa Masa menyajikan masakan peranakan yang berfungsi sebagai persembahan dan penghargaan dari berbagai budaya di Indonesia.