Konflik di Banjar Sental Kangin, Karena Masalah Lahan dan Provokasi

- Puluhan warga mengungsi di SKB Banjarangkan, Klungkung karena terkena sanksi adat kasepekang di Banjar Adat Sental Kangin, Desa Ped, Kecamatan Nusa Penida.
- Konflik bermula dari perubahan ekonomi masyarakat yang beralih ke sektor pariwisata dan tidak mematuhi keputusan adat terkait penataan kawasan pesisir.
- Sanksi kasepekang dan kanorayang merupakan bentuk hukum adat Bali yang diterapkan kepada warga yang melanggar aturan adat atau tidak patuh pada kesepakatan paruman desa.
Klungkung, IDN Times - Puluhan warga masih bertahan untuk mengungsi di Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) di Kecamatan Banjarangkan, Klungkung, Rabu (2/4/2025). Mereka merupakan warga yang terkena sanksi adat kasepekang di Banjar Adat Sental Kangin, Desa Ped, Kecamatan Nusa Penida.
Mereka terlibat konflik dengan warga banjar adat, karena masalah lahan dan adanya provokasi yang menyebabkan kericuhan pada Minggu, 30 Maret lalu.
"Saya akan bicara dari hati ke hati, dengan pihak yang berkonflik, apa yang mereka inginkan. Sehingga ada solusi terbaik untuk akhiri konflik ini," jelas Bupati Klungkung, I Made Satria, hari ini.
Konflik itu berawal ketika seorang warga berinisial KP terkena sanksi kesepekang dan kanorayang melintas di depan posko siskamling dengan sepeda motor sambil menaikkan kakinya ke setang dan menggeber gas dengan keras.
Tindakan yang terkesan memprovokasi itu, memicu amarah warga yang tengah berkumpul di posko sehingga KP disoraki.
Tidak lama berselang, KP kembali bersama anaknya, KS. Sang anak yang merasa tidak terima ayahnya disoraki, datang menghampiri warga, hingga terjadi dorong-dorongan yang hampir berujung bentrokan.
"Tidak ada terjadi pemukulan hanya dorong-dorongan saja, kami amankan warga kanorayang karena sudah tidak kondusif, tidak ada unsur paksaan didalamnya hanya penyelamatan, kami lakukan bersama Danramil Nusa Penida," jelas Kapolsek Nusa Penida, Kompol Ida Bagus Putra Sumerta.
1. Latar belakang sanksi kasepekang dan kanorayang di Banjar Sental Kangin karena masalah lahan di pesisir pantai

Sanksi kesepekang dan kanorayang dikenakan terhadap 7 kepala keluarga (KK) di Banjar Sental Kangin, termasuk KP, karena dianggap melanggar keputusan paruman desa adat terkait penataan kawasan pesisir.
Konflik ini bermula dari perubahan ekonomi masyarakat yang sebelumnya menggantungkan hidup pada budidaya rumput laut dan beralih ke sektor pariwisata.
Banjar Adat Sental Kangin pun berupaya menata kawasan pantai demi meningkatkan kesejahteraan warga secara merata. Pada November 2022, paruman adat digelar untuk membahas penataan kawasan pesisir yang merupakan tanah negara. Dalam musyawarah tersebut, disepakati bahwa wilayah tersebut akan dikembangkan menjadi kawasan wisata demi kepentingan bersama.
Namun, kelompok yang dikenai sanksi dianggap tidak mematuhi keputusan adat dan tetap menguasai lahan secara sepihak tanpa berbagi dengan warga lainnya.
Kelian Desa Adat Sental Kangin, Nyoman Supaya menegaskan, keputusan menjatuhkan sanksi kesepekang dan kanorayang sudah melalui proses panjang serta berbagai upaya penyelesaian secara adat.
Namun, KP justru menentang keputusan banjar dan semakin memicu ketegangan di masyarakat.
2. Hukuman adat sebagai bentuk perlindungan nilai tradisional

Sanksi kesepekang dan kanorayang merupakan bentuk hukum adat Bali yang diterapkan kepada warga yang melanggar aturan adat atau tidak patuh pada kesepakatan paruman desa.
Hukuman ini mengakibatkan mereka dikeluarkan dari keanggotaan adat, dilarang menggunakan fasilitas desa adat, serta diisolasi secara sosial oleh warga lainnya.
“Kami sudah memberikan kesempatan bagi mereka untuk kembali ke jalan adat, tetapi mereka justru semakin menantang keputusan banjar. Tidak ada pilihan lain bagi warga adat selain mengenakan sanksi sesuai awig-awig yang berlaku,” tegas Nyoman Supaya.
3. Warga kasepekang masih bertahan mengungsi di SKB Banjarangkan

Jumlah warga terkena sanksi kasepekang dan mengungsi di SKB Banjarangkan sebanyak 21 orang. Mereka diminta mengungsi sampai situasi di Banjar Adat Sental Kangin kembali kondusif, dan ada solusi terkait permasalahan mereka.
Kepala Markas PMI Klungkung, Ketut Wiyasa, memastikan kebutuhan pangan bagi para pengungsi tetap terpenuhi.
“Untuk makan pagi sudah siap. Persiapan memasak dimulai pukul 05.30 Wita hingga pukul 12.00 Wita untuk shift pertama, sedangkan shift kedua berlangsung dari pukul 14.00 Wita hingga 18.00 Wita,” ujarnya.
Menurut Wiyasa, makanan disediakan tiga kali sehari yakni pagi, siang, dan malam. Bahan makanan disediakan oleh Dinas Sosial Kabupaten Klungkung, sementara proses memasak dilakukan oleh tim Taruna Siaga Bencana (Tagana) dan PMI Klungkung.