Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Kebijakan Pungutan Wisatawan Asing di Bali Mau Ditiru Daerah Lain

rapat paripurna
Suasana Rapat Paripurna ke-20 Provinsi Bali Masa Persidangan III Tahun Sidang 2024-2025. (IDN Times/Yuko Utami)

Denpasar, IDN Times - Layar gawai menunjukkan pukul 14.05 Wita, tapi Rapat Paripurna ke-20 Provinsi Bali Masa Persidangan III belum dimulai, Senin (30/6/2025). Beberapa anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bali dan undangan instansi lainnya masih bercengkrama. Mereka bercakap-cakap sambil menyantap suguhan jajanan dan minuman di sisi kanan serambi Ruang Rapat Wiswa Sabha Utama, Kantor Gubernur Bali, Kota Denpasar. 

Pembawa acara mengenakan pakaian dinas harian (PDH) berwarna khaki, mengingatkan para undangan agar segera memasuki Ruang Rapat Wiswa Sabha Utama. Kursi semula kosong, terisi penuh oleh para undangan berbaju endek warna-warni. Sekitar pukul 14.11 Wita, pembawa acara meminta para undangan berdiri. Permintaan itu karena Gubernur Provinsi Bali, Wayan Koster; dan Wakil Ketua DPRD Provinsi Bali, Wayan Diesel Astawa, memasuki ruang rapat.

Selepas menyanyikan lagu Indonesia Raya 3 Stanza, pembacaan Pancasila, dan doa bersama, Wayan Diesel Astawa membuka Rapat Paripurna ke-20 Provinsi Bali Masa Persidangan III Tahun Sidang 2024-2025. Setelah itu, ia memberikan kesempatan kepada Koster memberikan tanggapan atas pandangan para fraksi. Apa yang Koster sampaikan dalam rapat kali ini? Berikut selengkapnya.

1. Koster bahas soal pungutan wisatawan asing (PWA)

Ilustrasi Pantai Kuta. (IDN Times/Irma Yudistirani)
Ilustrasi Pantai Kuta. (IDN Times/Irma Yudistirani)

Tujuh hari sebelumnya, pada Senin (23/6/2025), setiap fraksi telah memberikan pandangan umum tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Semesta Berencana Provinsi Bali. Senin ini, Koster menanggapi pandangan umum tiap fraksi itu. Sebelum memulai jawabannya, Koster meminta agar lampu di Ruang Rapat Wiswa Sabha Utama menyala lebih terang.

“Tolong lampunya lebih terang jangan remang-remang,” nada gurauan Koster disambut tawa kecil para undangan.

Koster menyetujui hampir seluruh pandangan setiap fraksi. Misalnya fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Koster sepakat terhadap pandangan umum fraksi tersebut agar APBD Provinsi Bali fokus ke sektor pendidikan, sosial, dan pemberdayaan ekonomi. Gubernur asal Desa Sembiran, Kabupaten Buleleng ini secara spesifik membahas tentang pungutan wisatawan asing (PWA).

Sebelumnya PWA di Bali telah diatur melalui Peraturan Daerah (Perda) Nomor 6 Tahun 2023 Tentang Pungutan Bagi Wisatawan Asing Untuk Pelindungan Kebudayaan dan Lingkungan Alam Bali. Kini, perubahan perda itu tertuang dalam Perda Provinsi Bali Nomor 2 Tahun 2025. 

“Kita mengajukan perubahan perda dan pergub astungkara (syukurlah) DPRD bahas cepat. Sebulan selesai, kami langsung meneruskan ke Kementerian dalam Negeri (Kemendagri) RI,” ujarnya.

Sejak diserahkan ke Kemendagri RI, dua minggu kemudian perda tersebut telah disetujui dan diundangkan sejak Jumat, 20 Juni 2025. Menurut Koster, pascarevisi perda, Pemprov Bali lebih leluasa bekerja sama dengan pihak lainnya. Pihaknya akan bekerja sama dengan sejumlah sektor pariwisata, misalnya akomodasi hotel untuk turut serta dalam pelaksanaan Perda PWA.

2. Koster tegaskan tidak ada korupsi PWA, dan hanya Bali yang menerapkan kebijakan ini

Ilustrasi Hukum (IDN Times/Fadillah)
Ilustrasi Hukum (IDN Times/Fadillah)

Pemasukan Pemprov Bali melalui PWA ini terhitung Rp168 miliar per Juni 2025. Koster berharap, adanya Perda PWA terbaru mampu meningkatkan capaian PWA. Ia berkata, hanya Provinsi Bali yang menerapkan kebijakan PWA ini.

“Daerah lain sudah mau mulai meniru Bali, tapi undang-undangnya gak ada. UU Provinsi Bali (UU Nomor 15 Tahun 2023) ini lumayan,” kata dia.

Melalui sederet regulasi itu, Koster percaya meningkatkan target PWA menjadi Rp500 miliar. Alur pemasukan dana PWA tersebut, secara khusus akan dialokasikan kepada 1500 desa adat se-Bali. Keputusan ini karena Koster beranggapan desa adat terlibat langsung dalam menjaga ekosistem lingkungan desa. Rencananya, dari PWA ini akan diberikan Rp300 juta setiap desa adat di Bali. Koster juga menegaskan tak ada korupsi dalam PWA ini.

“Tidak ada korupsi dalam kasus ini. Kebijakan kita ini dapat dukungan dari Kemendagri, saat retret saya diskusi tentang kebijakan bagus ini,” ujarnya.

Sementara, fraksi Golongan Karya (Golkar) menyatakan penyesuaian dana bantuan operasional sekolah (BOS), karena adanya perbedaan antara pelaksanaan tahun anggaran dan tahun belajar. Kondisi itu, kata Koster akan disesuaikan berdasarkan kebijakan anggaran yang legal. Sedangkan fraksi Demokrat dan Nasional Demokrat (Nasdem) berfokus pada langkah perkembangan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) di Bali.

3. Kehadiran Koster membahas hal lainnya, seperti pengelolaan ekonomi daerah

ilustrasi uang (unsplash.com/Mufid Majnun)
ilustrasi uang (unsplash.com/Mufid Majnun)

Selain membahas tentang PWA dan pandangan setiap fraksi, Koster juga membahas tentang rencana Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) di Bali. Menurutnya, BUMD sebagai satu pilar pendapatan daerah harus memiliki arah dan tujuan yang jelas. Nantinya BUMD akan terklasifikasi secara khusus pada beberapa sektor.

Sektor itu misalnya energi, transportasi, air, pangan, dan lainnya. Ia juga menyinggung sejumlah pembaruan MoU dan mitra kerja sama dengan pihak ketiga terkait penyewaan lahan milik Pemprov Bali. Penyewaan lahan ini menjadi sarana menggaet pendapatan daerah di Bali.

Share
Topics
Editorial Team
Irma Yudistirani
EditorIrma Yudistirani
Follow Us