Cerita Kios Koran di Bali, Stok yang Tersisa Dijual Kiloan

Denpasar, IDN Times - Hujan membasahi pertiwi begitu derasnya hingga mengenai pajangan majalah yang berjejer di Kios dan Agency Budi Jaya, Jalan Hayam Wuruk, Kota Denpasar. Beberapa majalah tampak usang, dipenuhi debu dengan sampul memudar.
Memasuki kios, Nyoman Asihan duduk sambil fokus dengan layar gawainya. Asihan adalah pemilik kios koran dan majalah tua itu. Kiosnya telah beroperasi sejak 1985. Derasnya hujan mengalir seiring dengan keresahan Asihan. Lelaki asal Kabupaten Gianyar itu bercerita, pembeli koran cetak sudah menurun drastis. Inilah kisah Asihan sebagai kilas potret media cetak di Bali.
1. Koran cetak bertahan setengah mati, majalah mati suri

Asihan mengaku pandemi Covid-19 menjadi titik terendah penjualan koran dan majalah cetak hingga saat ini.
“Sebelum covid, bagaimanapun krisisnya, koran tetap jalan. Terakhir covid ini gak bisa. Penjualan dan stok turun drastis,” ujarnya sambil tertunduk lesu saat ditemui, Sabtu (28/12/2024) sore.
Kisah Asihan adalah potret kecil di hilir kondisi perusahaan media di Indonesia. Melihat lanskap yang lebih luas di hulu, mengacu pada data dari Dewan Pers, jumlah perusahaan media cetak setiap tahunnya terus merosot. Pada Januari 2023, dari 1.711 perusahaan media di Indonesia yang telah terverifikasi, hanya ada 423 perusahaan media cetak di Tanah Air. Sementara, media digital mendominasi dengan jumlah 902 perusahaan pada Januari 2023.
2. Stok koran banyak tersisa, dan berakhir dijual kiloan

Asihan membandingkan kondisi sebelum pandemi dan saat ini. Dahulu ada saja pembeli yang berkunjung dan membeli majalah maupun koran. Namun, saat ini berbeda. Sebab jumlah pembelinya menurun.
“Pembeli koran sudah menurun drastis, sudah lain generasi pembacanya. Kalaupun ada yang ke sini buat baca dan lihat saja, tidak beli,” ujar Asihan.
Beranjak dari kursi kecilnya, Asihan menunjukkan beberapa koran cetak dan majalah yang masih dijualnya. Koran lokal mendominasi meskipun jumlah oplah yang diterimanya menurun. Koran lokal itu seperti Bali Post, Nusa Bali, dan DenPost. Sementara koran yang memiliki media pusat atau langsung di kantor pusat di antaranya Tribun Bali, Radar Bali (Jawa Pos), dan Kompas. Sebelum Covid-19, Asihan menjual Majalah Tempo versi cetak. Setelahnya stok berhenti dan ia tak menjual lagi.
Sedangkan majalah yang diterima Asihan hanya dua majalah lokal dengan genre agama Hindu, dan satu majalah bisnis dari Jakarta. Beberapa koran di kiosnya masih tersisa edisi bulan lalu karena tak laku.
“Koran dikasih orang disuruh jual per kilogram, paling yang langganan banyak sekarang kantor-kantor pemerintahan. Kalau kantor pemerintah gak bantu langganan, gak ada yang beli,” papar Asihan.
Harga jual koran bekas cukup menjanjikan saat ini, dulu per kilonya hanya Rp1500 kini menjadi Rp25 ribu.
3. Bertahan dengan barang jualan lain dan toko alat tulis

Menyadari redupnya koran hingga majalah cetak, Asihan bersiasat dengan menjual benda lainnya seperti dupa, tisu, kalender, hingga buku cerita anak-anak. Menjelang tahun baru seperti saat ini, Asihan menjual terompet, kembang api, hingga petasan.
Kios lainnya milik Asihan dan kakaknya adalah toko alat tulis dengan jarak tempuh hanya satu menit dari kios korannya. Kios korannya buka dari pukul 08.00 hingga 21.00 Wita. Namun, karena harus ganti jaga di toko alat tulis, Asihan memilih tutup toko korannya pada pukul 14.00 Wita.