Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Broken Home dan Salah Pola Asuh Bisa Bikin Remaja Kena Gangguan Jiwa

ilustrasi gangguan kesehatan mental  (pexels.com/Yan Krukau)
ilustrasi gangguan kesehatan mental (pexels.com/Yan Krukau)
Intinya sih...
  • Gangguan kejiwaan remaja berasal dari broken home dan pola asuh yang salah, seperti dimanjakan atau ditelantarkan.
  • Gangguan mental pada remaja dapat terjadi akibat perceraian orangtua, namun belum mendapatkan perhatian serius di Indonesia.
  • Konseling pranikah penting untuk menyiapkan calon orangtua dalam menghadapi tantangan rumah tangga dan menjadi orangtua yang efektif.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Tabanan, IDN Times - Dokter spesialis kedokteran jiwa Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Tabanan, I Made Wardana mengungkap, gangguan kejiwaan pada remaja bisa muncul dari keluarga yang broken home hingga pola asuh yang salah.

"Pola asuh yang terlalu dimanjakan, ditelantarkan dalam hal ini lebih banyak diasuh pembantu sampai didikan orangtua yang terlalu keras," kata Wardana, Kamis (17/10/2024).

Sementara perceraian, kata dia, menyebabkan anak kehilangan sumber lengkap kasih sayang dalam keluarga. Namun dalam perceraian, tidak banyak orangtua yang memperhatikan efeknya kepada mental anak.

"Jika di Amerika, anak-anak korban perceraian ini didampingi dan menjalani konseling untuk menyiapkan mental mereka. Untuk di Indonesia ini belum menjadi perhatian," papar Wardana.

1. Ciri-ciri remaja yang mulai mengalami gangguan mental

Ilustrasi kesehatan mental (pexels.com/ The Earthy Jay)
Ilustrasi kesehatan mental (pexels.com/ The Earthy Jay)

Lebih lanjut Wardana menjelaskan bahwa jika tameng dalam keluarga belum matang, maka anak akan berat dalam menghadapi tantangan di dunia luar. Jika tamengnya rapuh,  mereka bisa saja mengalami gangguan mental.

"Ciri-ciri yang harus diwaspadai adalah mulai mengalami hiperaktivitas atau agresivitas. Kemudian mengalami gangguan tidur dan yang paling terlihat adalah prestasi belajar yang menurun," jelas Wardana.

Sementara di Tabanan, dia tengah menangani enam pasien usia remaja rentang usia 10-17 tahun yang menggalami gangguan mental. Mereka mengalami mulai dari gangguan cemas, depresi, hingga psikotik.

Meski belum ada penelitian resmi mengenai berapa jumlah real remaja yang mengalami gangguan mental dari total populasi remaja, namun kasusnya ini seperti fenomena gunung es. "Yang terungkap jauh lebih sedikit dibandingkan kasus yang sebenarnya," kata dia.

2. Konseling pranikah menjadi salah satu komponen penting untuk pencegahan

Poster Hari Kesehatan Mental Sedunia (Freepik.com/ freepik)
Poster Hari Kesehatan Mental Sedunia (Freepik.com/ freepik)

Untuk mencegah terjadinya gangguan mental pada remaja, menurut Wardana, calon orangtua harus menyiapkan diri, bahkan sebelum mereka menikah. Pesiapan itu, kata dia, mulai dari semua hal dalam rumah tangga hingga persiapan menjadi orangtua dari anak-anak yang lahir dalam keluarga itu.

"Oleh karena itu konseling pranikah itu penting untuk menyiapkan mental mereka dalam menjalani rumah tangga dan menjadi orangtua," ujar Wardana.

Orangtua yang sudah siap secara mental dan terus-menerus mau belajar soal parenting cenderung akan menyiapkan mental anak-anaknya dengan baik, terutama dalam menghadapi tantangan di lingkungan luar.

"Orangtua harus meningkatkan kemampuan mengasuh anak secara efektif. Orangtua harus banyak belajar bagaimana berkomunikasi dan mau meningkatkan parenting skill. Meluangkan waktu untuk anak, memupuk kemandirian dan melatih negosiasi anak sehingga mereka bisa mengungkapkan pendapat serta berani terbuka kepada orangtua," papar Wardana.

Ia juga melanjutkan tidak boleh ada kata tabu dalam keluarga contohnya pendidikan seks. Hal ini bisa mendorong anak-anak untuk tidak takut bercerita mengenai permasalahannya kepada orangtua.

3. Konseling yuk, jika remaja mulai ada gejala

ilustrasi kesehatan mental (pexels.com/Anna Shvets)
ilustrasi kesehatan mental (pexels.com/Anna Shvets)

Remaja yang mengalami gangguan mental memerlukan penanganan dini. Jika tidak ditangani tentunya gangguan mental ini akan menjadi berat seiring waktu bahkan bisa menjadi skizofrenia.

Sayangnya, saat ini stigma negatif masyarakat mengenai konseling ke kedokteran jiwa itu masih tinggi. "Masyarakat kita ini masih berstigma jika konseling kejiwaan itu berarti sudah gila. Padahal dengan mendapatkan bantuan lebih awal, gangguan mental yang awalnya ringan bisa segera ditangani sehingga tidak menjadi berat ke depannya," papar Wardana.

Ia melanjutkan jika orangtua masih enggan menjalani konseling secara langsung, saat ini sudah bisa konseling secara online dimana sudah ada aplikasi kedokteran seperti Halodoc.

"Jika masih enggan konsultasi langsung, bisa konsultasi secara online terlebih dahulu," ujar Wardana.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Ni Ketut Wira Sanjiwani
Ita Lismawati F Malau
Ni Ketut Wira Sanjiwani
EditorNi Ketut Wira Sanjiwani
Follow Us