Mendongeng Sebagai Tradisi Mulai Menyusut, Maksimalkan Peran Ibu

Kapan terakhir kali kalian mendengar dongeng?

Denpasar, IDN Times - Siapa yang masa kecilnya mendengarkan dongeng sebelum tidur? Kapan terakhir kali kamu mendengarkan dongeng?

Kebiasaan mendongeng sebelum tidur sudah menjadi tradisi di masyarakat sejak dulu. Namun kebiasaan ini perlahan luntur karena berbagai faktor, termasuk tuntutan ekonomi sehingga para orangtua tidak banyak menyediakan waktu untuk anaknya, hingga kemajuan teknologi.

Kondisi tersebut diungkap oleh salah satu pendongeng muda, Ni Komang Ari Pebriyani (34). Praktik mendongeng sebagai tradisi di Bali saat ini sudah jarang dilakukan. Meski komunitas mendongeng semakin banyak, tetapi mereka fokus untuk pertunjukan.

Baca Juga: Manfaat Dongeng untuk Anak dengan Keterlambatan Bicara

1. Komang Ari terinspirasi pendongeng asal Bali bernama Made Taro

Mendongeng Sebagai Tradisi Mulai Menyusut, Maksimalkan Peran Ibupexels.com/cottonbro

Komang Ari mengaku sudah lama ia tertarik dengan tradisi lisan. Dia pun memutuskan menjadi pendongeng sejak tahun 2019 menggunakan dua boneka yang dimilikinya.

Keinginan ini terinspirasi oleh Made Taro, sosok pendongeng asal Bali yang sudah berkeliling dunia. Ia juga mengingat kenangan semasa mudanya yang begitu kental dengan suasana dongeng. Bahkan memiliki idola pendongeng.

“Awalnya saya menggunakan media boneka itu hanya untuk media belajar. Namun anak-anak saya di rumah, awalnya mereka yang ikut bermain ternyata sama-sama bercerita. Oh, di sana saya baru mendapatkan ide bahwa saya ingin cerita dengan menggunakan boneka,” ungkapnya pada Jumat (17/3/2023).

Boneka pertama ia beri nama I Luh. Boneka ini ia pergunakan untuk mengenalkan tradisi kidung dan lain sebagainya kepada anak-anak. Sedangkan boneka kedua bernama Tantri khusus untuk mendongeng.

Melalui media ini, Komang Ari berupaya mengemas dongeng agar terlihat menarik dan kekinian sehingga tidak dianggap kuno oleh generasi saat ini. “Kita ajarkan ke anak-anak. Kadang mereka suka geli atau ketawa sendiri,” ungkapnya.

2. Generasi muda saat ini tak banyak yang mengenal pendongeng dan mendongeng

Mendongeng Sebagai Tradisi Mulai Menyusut, Maksimalkan Peran IbuKegiatan lomba mendongeng di Bali. (Dok.IDN Times/istimewa)

Berbeda dengan masa kecilnya,  Komang Ari menilai,  tidak semua anak-anak muda zaman sekarang tahu bahwa profesi pendongeng itu ada. Mereka juga jarang mendengarkan dongeng sebelum tidur untuk quality time.

Tradisi mendongeng atau mesatua dalam bahasa Bali sudah mulai surut. Menurutnya hal ini disebabkan kesibukan para orangtua untuk mencarin pekerjaan. Tuntutan ekonomi ini menjadi faktor tidak terlaksananya quality time antara orangtua dan anak-anak.

“Kalau sekarang tidak ada yang tahu siapa sebagai tokoh yang mereka banggakan. Jadi bagaimana mereka tahu apakah ada profesi pendongeng. Nah itu pertanyaan bagi para generasi muda,” ungkapnya.

Baca Juga: Masyarakat Tabanan Diimbau Tampung Air untuk Nyepi

3. Bali punya program untuk dongeng dan mendongeng dengan menggerakkan perempuan

Mendongeng Sebagai Tradisi Mulai Menyusut, Maksimalkan Peran IbuPendongeng muda dari Bali, Ni Komang Ari Pebriyani. (Dok.IDN Times/istimewa)

Surutnya tradisi mendongeng di Bali saat ini rupanya menjadi perhatian pemerintah. Tercatat beberapa kali pemerintah berupaya membuat kegiatan untuk kembali menghidupkan mesatua tersebut.

Salah satunya Lomba Mesatua Krama Istri yang diselenggarakan di tingkat desa hingga provinsi. Lomba ini mengkhusus kepada peran ibu-ibu untuk mendongeng. Mengapa? Menurut Komang Ari bahwa dengan melibatkan ibu-ibu diharapkan agar mempraktikkan mendongeng kepada anak-anaknya di rumah.

“Sebelum adanya Lomba Mesatua Krama Istri. Dulunya mesatua itu dilakukan oleh anak-anak. Tradisi mesatua yang sudah ada di Bali itu yang sudah memang dari dulu ada, tidak kena sasarannya sih. Sehingga oleh pemerintah digantikan Mesatua Krama Istri,” ungkapnya.

Mendongeng Sebagai Tradisi Mulai Menyusut, Maksimalkan Peran IbuInstagram.com/itsokaytonotbeokay_tvn

Ia mengatakan bahwa saat ini pemerintah sedang menggarap buku cerita anak dengan berbagai jenjang mulai pembaca awal, madya, sampai pembaca mahir. Selain itu, dia menilai pelatihan membuat cerita anak yang mengangkat muatan lokal masing masing daerah juga bisa dilakukan. 

Selain itu peran aktif guru TK, dan para pecinta anak dengan mengundang pendongeng untuk anak-anak didiknya juga sering dilakukan, termasuk mendongeng secara digital.

Para pendongeng ini banyak bercerita tentang cerita-cerita berkaitan dengan Bali yang dikemas dalam bahasa Indonesia ataupun bahasa Inggris. “Jadi sekarang lagi marak-maraknya pendongeng di Bali sedang melakukan tour. Namun itu mendongeng secara bahasa Indonesia. Jadi tidak ke tradisi,” jelasnya.

Mendongeng Sebagai Tradisi Mulai Menyusut, Maksimalkan Peran IbuIlustrasi orang membaca dongeng (unsplash/Annie Spratt)

Dukungan pelestarian budaya mendongeng saat ini ia ungkap sudah mulai terlihar, yakni dari banyaknya komunitas-komunitas mendongeng yang muncul baik di Bali, Indonesia, maupun kancah internasional.

Komunitas-komunitas itu kemudian aktif mengadakan kegiatan mendongeng tingkat nasional maupun internasional.

“Kalau membicarakan tradisi mesatua itu, sedang digalakkan. Kalau praktiknya kayaknya surut ya, karena kesibukan orangtua masing-masing. Tapi kalau mendongeng bukan untuk sebuah tradisi, tapi pertunjukan, yang sekarang itu ya banyak,” ungkapnya.

Topik:

  • Ita Lismawati F Malau

Berita Terkini Lainnya