Alasan Anak Pelaku Kekerasan Seksual di Buleleng Tak Ditahan

Belajar dari kasus siswi SMP korban kekerasan seksual

Buleleng, IDN Times – Masih ingat kasus kekerasan seksual yang dialami oleh siswi Sekolah Menengah Pertama (SMP) asal Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng? Remaja perempuan usia 14 tahun ini menjadi korban kekerasan seksual dua orang remaja laki-laki yang berusia 16 tahun.

Kasubag Humas Kepolisian Resor (Polres) Buleleng, AKP Gede Sumarjaya, pada Rabu (9/2/2022) kemarin, mengungkapkan kedua remaja laki-laki tersebut sudah ditetapkan menjadi tersangka, namun tidak ditahan. Mengapa demikian? Berikut penjelasannya.

Baca Juga: Siswi di Buleleng Dicekoki Arak dan Jadi Korban Kekerasan Seksual

1. Tersangka tidak dilakukan penahanan

Alasan Anak Pelaku Kekerasan Seksual di Buleleng Tak Ditahanilustrasi borgol (IDN Times/Mardya Shakti)

Sumarjaya mengungkapkan, kekerasan seksual ini dilaporkan Minggu (16/1/2022) lalu. Pihak kepolisian menetapkan kedua remaja laki-laki tersebut sebagai tersangka dua minggu setelah laporan diterima. Mereka dijerat Pasal 82 Ayat 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2016 Tentang Perlindungan Anak.

Pasal 82 Ayat 1

Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76E dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (Lima) tahun dan paling lama 15 (Lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar Rupiah).

Pasal 76E

Setiap orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk Anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul.

“Untuk terduga pelaku tidak dilakukan penahanan karena masih anak-anak,” ungkapnya.

2. Hasil visum korban keluar, tidak ditemukan unsur pemerkosaan

Alasan Anak Pelaku Kekerasan Seksual di Buleleng Tak DitahanIlustrasi kekerasan seksual terhadap perempuan (IDN Times/Arief Rahmat)

Pihak kepolisian sudah melakukan pemeriksaan saksi-saksi dan terduga pelaku saat itu. Hasil visum et repertum koban pun sudah keluar. Korban mengaku tidak mengetahui apakah ia diperkosa oleh kedua tersangka, karena dalam kondisi tidak sadar akibat pengaruh minuman keras. Kesadarannya baru pulih ketika dia berada di rumahnya dan diantar oleh tersangka. Kini kasusnya dalam tahap pemberkasan.

“Korban tidak sadar apakah disetubuhi atau tidak. Tidak ada (Tidak diperkosa). Terhadap korban ditemukan robek lama,” ungkap Sumarjaya.

3. Korban diajak ke penginapan dan dicekoki arak

Alasan Anak Pelaku Kekerasan Seksual di Buleleng Tak DitahanIlustrasi Garis Polisi (IDN Times/Arief Rahmat)

Sebelumnya, Polres Buleleng menangani laporan kasus video kekerasan seksual yang dialami oleh siswi SMP, diperkirakan terjadi pada Oktober 2021 lalu. Video tersebut viral karena direkam dua orang temannya setelah dicekoki arak.

Sebelum kejadian, kedua temannya menjemput korban di pertigaan dekat rumahnya. Mereka berbonceng bertiga menuju penginapan Melati di Desa Banyupoh, dan mampir membeli sebotol arak untuk diminum bersama di dalam kamar yang telah disewa.

“Setelah di dalam kamar diajak minum arak. Sebelumnya korban tidak mau. Tapi karena dipaksa akhirnya korban mau minum arak menggunakan gelas plastik secara bergiliran sampai arak itu habis,” terang Sumarjaya.

Baca Juga: Turis Amerika Jatuh dari Lantai 6 Hotel di Kuta Utara

4. Mengapa mereka tidak ditahan meskipun ditetapkan sebagai tersangka?

Alasan Anak Pelaku Kekerasan Seksual di Buleleng Tak DitahanIlustrasi Penjara (IDN Times/Mardya Shakti)

Dua remaja pelaku kekerasan seksual ini statusnya sudah ditetapkan sebagai tersangka, namun tidak ditahan dengan alasan usianya anak-anak. Bagaimana kasus ini dari pandangan akademisi?

Dalam acara Sejauh Mana RUU TPKS Melindungi Anak Korban Kekerasan Seksual secara daring pada Rabu (19/1/2022) lalu, Dosen Tetap Program Sarjana Ilmu Hukum Universitas Bina Nusantara, Dr Ahmad Sofian SH MA, mengungkapkan adanya potensi penindakan hukum terhadap pelaku anak sampai dipidana, namun ada juga yang tidak bisa dipidana.

Anak-anak yang menjadi pelaku kekerasan seksual usia anak bisa saja diproses pidana jika ia melakukan bujuk rayu atau tipu muslihat, kekerasan, ancaman kekerasan terhadap anak lain (Korban). Karena tidak ada unsur suka sama suka atau konsensualitas.

“Nah, di situlah saya bilang cara itu digunakan. Ya. Jika anak. Katakanlah anak usia 15 tahun (si A) melakukan bujuk rayu, tipu muslihat atau ancaman kekerasan kepada anak lain, usianya 15 tahun. Maka perbuatan si A tadi itu bisa dikenakan pidana,” jelasnya.

Jika cara hubungan seksual tidak bisa dibuktikan antara anak dengan anak, menurutnya bukan suatu tindak kejahatan. Akan tetapi jika ditemukan unsur lain, yaitu “unsur cara”, maka pelaku anak bisa dipidana.

Sedangkan pelaku dewasa tidak memerlukan bukti unsur cara, karena langsung bisa dipidana meskipun suka sama suka.

Topik:

  • Irma Yudistirani

Berita Terkini Lainnya