Suara dari Bali: Ketua PSSI Baru Harus Punya Nyali dan Bina Anak Muda
Perlu pembinaan jangka panjang untuk memajukan sepak bola
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Klungkung, IDN Times - Kursi panas Ketua Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) saat ini tengah diperebutkan, setelah Muchamad Irawan secara mengejutkan tidak lagi mencalonkan diri sebagai orang nomor satu di tubuh PSSI.
Ada dua nama yang saat ini muncul menjadi calon kuat PSSI, yakni Erick Thohir yang menjabat sebagai Menteri BUMN, dan La Nyalla Mattalitti yang merupakan Ketua DPD RI. Nama keduanya tentu tidak lah asing dalam dunia sepak bola.
Erick Thorir merupakan pengusaha yang sebelumnya memiliki mayoritas saham di klub raksasa Italia, Inter Milan. Sementara La Nyalaa Marralitti menjadi Ketua Umum PSSI tahun 2015 sampai dengan 2016.
Tragedi Kanjuruhan hingga kembali gagalnya Indonesia menjuarai Piala AFF, menjadi cerminan pengelolaan sepak bola di tanah air yang perlu pembenahan dari berbagai aspek. Hal ini pula yang diharapkan oleh para stakeholder sepak bola dari akar rumput, mulai dari para pelatih di Sekolah Sepak Bola (SSB), hingga para kelompok suporter klub, tak terkecuali di Bali.
Baca Juga: PSM Tahan Imbang Bali United, Fans: Minimal Tak Ulur Waktu
1. Perlu pembinaan usia dini dan ketentuan yang berpihak kepada pemain bola
Sepak bola yang kuat harus ditunjang oleh pondasi yang kuat. Hal itu yang menjadi harapan pelatih SSB Putra Puputan, Gede Widiada. Menurutnya tidak ada timnas di dunia ini yang kuat tanpa pembinaan usia dini dalam jangka panjang dan berkelanjutan.
“Kita tidak perlu bandingkan dengan Eropa. Beberapa negara seperti Jepang dan Korsel yang akhirnya sepak bolanya sangat berkembang, karena investasi dengan pembinaan pemain usia dini dalam jangka panjang,” ujar Widiada yang saat ini memiliki 35 anak asuh di SSB yang ia kelola.
Melihat sepak bola saat ini, ia sangat berharap Ketua PSSI ke depan harus lebih berpihak pada pembinaan usia dini. Termasuk memperbaiki pola kompetisi dengan beberapa ketentuan untuk kepentingan para pemain muda.
“Misal saja dengan memperbanyak kompetisi tingkat nasional untuk para pemain muda. Serta bisa juga mewajibkan klub-klub profesional di Liga 1,2,3 untuk memainkan pemain muda. Misal dalam satu tim, wajib memainkan 2 pemain muda sehingga pemain muda dapat jam terbang yang cukup. Imbasnya nanti tentu ke Timnas,” harap Widiada.