TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Panduan Pelaksanaan Yadnya Umat Hindu di Bali Selama Pandemik COVID-19

Semeton Bali harus selalu berdoa agar wabah segera berakhir

Ilustrasi ngaben. (IDN Times/Imam Rosidin)

Klungkung, IDN Times - Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi Bali telah mengeluarkan aturan pelaksanaan panca yadnya, di tengah upaya pemerintah dalam menekan angka penyebaran COVID-19 di Indonesia, khususnya Pulau Bali.

Ketua PHDI Klungkung, I Putu Suarta, menjelaskan sesuai dengan kesepakatan PHDI dan Majelis Desa Adat (MDA) Bali, disepakati pelaksanaan yadnya mengikuti prinsip "Dharma Negara", dan imbauan atau instruksi pemerintah.

Baca Juga: Kumpulan Fakta COVID-19 di Bali dan Kebijakan di Pelabuhan Laut

1. Yadnya disesuaikan oleh desa, kala, dan patra

IDN Times/Wayan Antara

Suarta menjelaskan, pada dasarnya prinsip yadnya disesuaikan oleh kondisi desa (Tempat pelaksanaan yadnya), kala (Waktu pelaksanaan yadnya) dan patra (Kondisi seseorang yang melaksanakan yadnya).

"Yadnya itu sebenarnya sangat fleksibel sesuai dengan desa, kala, patra. Paling penting dalam pelaksanaan yadnya harus didasari niat, pikiran, dan hati yang tulus ikhlas," ujar Putu Suarta, Rabu (1/4).

2. Pelaksanaan piodalan di pura dibatasi hanya tiga hari

IDN Times/Wayan Antara

PHDI Bali dan MDA Bali menyepakati beberapa point penting dalam pelaksanaan yadnya di Bali semasa penanggulangan COVID-19. Pelaksanaan dewa yadnya (Kecuali di Pura Kahyangan Jagat) dilaksanakan maksimal tiga hari. Para krama atau warga hanya boleh melakukan persembahyangan dari merajan atau sanggahnya masing-masing.

"Sementara pelaksanaan dewa yadnya tidak diiringi dengan tari-tarian, dan gamelan seperti biasanya," jelas Suarta.

Baca Juga: 8 Cara Mencegah Virus Corona yang Salah Kaprah Menurut Medis

3. Pelaksanaan pitra yadnya atau ngaben diatur sesuai kondisi saat ini

IDN Times/Wayan Antara

Demikian halnya dengan pelaksanaan pitra yadnya. Ada beberapa point yang diatur dalam hal ini. Jika ada warga meninggal dunia bukan karena COVID-19, dapat dilakukan dengan "mekinsan ring gni" atau dikubur, kecuali sulinggih atau pemangku.

"Apabila upacara ngaben tidak bisa ditunda, upacara dilaksanakan dengan sederhana dan jumlah peserta yang sangat terbatas. Serta tidak diperkenankan ada undangan atau keramaian dalam bentuk apapun," tegas Suarta.

Sementara bagi pasien positif COVID-19 yang meninggal dunia, bisa dilakukan kremasi langsung atau dikubur, namun harus sesuai dengan protokol kesehatan pencegahan COVID-19. Yaitu jenazah harus diantar oleh petugas kesehatan, serta upacara bisa disesuaikan.

Baca Juga: Uang Perjalanan Dinas DPRD Klungkung Dipangkas Untuk Tangani COVID-19

Berita Terkini Lainnya