TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Jelang Hari Arak Bali, Penjualan Arak Tradisional Justru Anjlok

Arak fermentasi gula merajalela di pasaran

Perajin arak di Desa Telaga Tawang, Kecamatan Sidemen, Karangasem. (Dok. IDN Times/Istimewa )

Karangasem, IDN Times - Pemerintah Provinsi Bali menetapkan tanggal 29 Januari sebagai Hari Arak Bali. Peraturan ini dituangkan dalam Keputusan Gubernur Bali Nomor 929/03-I/HK/2022.

Mengapa harus ada Hari Arak Bali? Disebutkan bahwa tujuan dari ditetapkannya Hari Arak Bali ini adalah sebagai hari kesadaran kolektif masyarakat Bali terhadap keberadaan, nilai, dan harkat arak Bali. 

Namun maksud dari pemerintah ternyata berbanding terbalik dengan kenyataan di lapangan. Sejak Pemerintah Provinsi Bali terus menggaungkan Arak Bali, justru semakin menjamur arak yang dibuat dari fermentasi gula pasir. Akibatnya, penjualan arak tradisional Bali yang dibuat dari hasil distilasi nira kelapa, semakin anjlok lantaran kalah bersaing dari segi harga. 

Baca Juga: Hari Arak Bali Ditetapkan, Perajin: Semoga Bukan Seremonial Saja

1. Arak fermentasi gula dijual dengan embel-embel arak tradisional Bali

Perajin arak di Desa Telaga Tawang, Kecamatan Sidemen, Karangasem. (Dok. IDN Times/Istimewa )

Seorang perajin arak asal Desa Telaga Tawang, Kecamatan Sidemen, Kabupaten Karangasem, Made Miyasa, juga mengeluhkan hal tersebut. Pasalnya, arak fermentasi gula dijual dengan embel-embel nama arak tradisional Bali.

Padahal yang selama ini disebut arak tradisional Bali, yakni arak yang dibuat dari hasil distilasi atau penyulingan nira kepala. Sejak Pemerintah Provinsi Bali melegalkan arak, justru semakin menjamur arak dari fermentasi gula.

“Masalahnya, para penjual arak fermentasi gula ini memasarkan produknya dengan embel-embel arak tradisional Bali. Kalau yang kurang paham rasa arak, tentu mudah terkelabui,” ujar Made Miyasa, Kamis (26/1/2023).

Menurutnya, keberadaan arak fermentasi gula pasir ini sangat merugikan para perajin arak tradisional. Sejak beredarnya arak gula pasir di pasaran, penjualan arak tradisional Bali miliknya jauh merosot.

“Memang arak tradisional Bali diperhatikan oleh pemerintah. Tapi penjualan arak tradisional Bali justru merosot. Pemerintah harusnya berpihak kepada para perajin arak tradisional,” jelasnya.

Dari segi rasa, arak tradisional Bali memang jauh lebih berkualitas daripada arak fermentasi gula. Namun selisih harga yang cukup jauh, membuat arak fermentasi ini lebih laku di pasaran.

2. Harga arak gula pasir jauh lebih murah dari arak tradisional Bali

Ilustrasi Arak. (Instagram.com/dewata.vespa.restorasi)

Perajin arak lainnya dari Desa Telaga Tawang, Kecamatan Sidemen, Kabupaten Karangasem, I Wayan Kicen, mengatakan harga arak fermentasi bisa dijual jauh lebih murah dari arak tradisional Bali. Karenanya, arak tradisional Bali susah beraing di pasaran.

Selain itu, para penjual juga sangat sering menjual arak fermentasi gula dengan embel-embel arak tradisional Bali yang biasanya dibuat secara distilasi (penyulingan).

“Kalau arak tradisional Bali, tuak sebagai bahan baku arak saja Rp10 ribu per liter. Sementara kalau arak gula pasir Rp10 ribu sudah dapat 1 botol,” ungkap Kicen.

Kicen mengatakan, harga arak tradisional Bali per botol (600 ml), berkisar Rp20 ribu. Sementara arak fermentasi gula pasir, harganya bisa setengahnya, yakni Rp10 ribu per botol.

“Sekarang saya jual arak tradisional Bali Rp15 ribu saja per botol, susah laku,” keluhnya.

Berita Terkini Lainnya