TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Ada COVID-19 dan Kasus Korupsi, Masyarakat Denpasar Tetap Mencoblos

Bagaimana dengan kamu?

Ilustrasi pilkada serentak. (IDN Times/Mardya Shakti)

Denpasar, IDN Times – Menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) pada 9 Desember 2020 secara serentak di Indonesia, selain pandemik COVID-19, masyarakat telah disuguhi oleh kasus dua menteri yang berurusan dengan Lembaga Antirasuah, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Secara yuridis, jabatan para menteri ini tidak lahir dari proses Pemilihan Umum (Pemilu). Bagaimana partisipasi masyarakat menjelang pesta demokrasi? Berikut penjelasannya.

Baca Juga: 7 Fakta Kasus Korupsi Bansos COVID yang Seret Mensos Juliari Batubara

1. Tercatat sudah empat menteri berurusan dengan KPK

Ilustrasi Bantuan Sosial (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)

Terjeratnya Menteri Sosial, Juliari Peter Batubara, dalam kasus korupsi bantuan sosial (Bansos) sembako COVID-19 untuk wilayah Jabodetabek kembali menggegerkan publik. Ia bersama sejumlah kepercayaannya menyepakati fee Rp10 ribu per paket dari nilai sembako Rp300 ribu per paket. Tercatat sudah ada empat menteri di era kepemimpinan Presiden Joko “Jokowi” Widodo yang terjerat kasus korupsi, di antaranya:

Kepepimpinan Era I (2014-2019):

  • Eks Pemuda dan Olahraga (Menpora), Imam Nahrawi, menerima suap Rp26,5 miliar
  • Eks Menteri Sosial (Mensos), Idrus Marham, korupsi Rp500 juta

Kepemimpinan Era II (2019-2024):

Baca Juga: Panitia Pemungutan Suara Pilkada di Denpasar Bali Akui Waswas COVID-19

2. DPC PDIP Bali ungkap tidak ada pengaruh ke partai yang di daerah

IDN Times/Margith Juita Damanik

Dikonfirmasi terkait pengaruh penangkapan Menteri Juliari, yang juga sebagai Wakil Bendahara Umum PDIP terhadap tingkat partisipasi masyarakat Kota Denpasar, menurut Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Pantai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Kota Denpasar, I Gusti Ngurah Gede, tidak ada pengaruhnya terhadap partai di daerah.

“Ya kalau kami selaku kader partai, berpengaruh terhadap partai, ndak (Tidak) rasanya itu. Ya kalau di daerah kan nggak begitu dengan ke pusat gitu lho. Kami masing-masing sudah mempunyai bakulah di daerah itu,” jelasnya, Selasa (8/12/2020).

Justru yang ia khawatirkan adalah persoalan pandemik COVID-19. Namun lanjutnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) sendiri sudah melaksanakan sesuai prosedur tetap kesehatan COVID-19 secara bagus. Sehingga masyarakat tidak perlu khawatir datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS).

“Saya yakin partisipasi masyarakat. Jangan samakan di daerah dengan di pusat. Kan seperti itu. Yang penting aman, kondusif. Kan gitu. Sehingga Pilkada berjalan dengan baik,” katanya.

Baca Juga: Sehari Sebelum Pencoblosan KPU Denpasar Musnahkan Ribuan Surat Suara

3. Pengambil kebijakan yang terjerat korupsi memberikan pengaruh kepada masyarakat

Ilustrasi Kerja Sama Koruptor (IDN Times/Mardya Shakti)

Sementara itu Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Universitas Udayana, Gede Indra Pramana, menilai dengan adanya kasus penangkapan Menteri Juliari yang korupsi ada kemungkinan berpengaruh kepada partisipasi masyarakat. Akan tetapi, sejauh mana pengaruhnya terhadap partisipasi masyarakat, juga dipengaruhi oleh banyak faktor lain. Seperti kondisi pandemik dan kesiapan teknis penyelenggaraan Pilkada, faktor daya dukung tenaga medis, dan infrastruktur kesehatan.

“Saya kira berpengaruh ya,” jelasnya, Senin (7/12/2020) lalu.

Ia memperkirakan, sikap kritis masyarakat kepada pemimpin dipengaruhi oleh tindak tanduk para pemimpin itu sendiri. Seperti kasus korupsi Menteri Juliari, yang menambah daftar panjang rapor merah pengambil kebijakan di masa pandemik.

4. Ketua KPU Denpasar: pejabat harus punya komitmen yang kuat

Ilustrasi Pendaftaran Pemilu (IDN Times/Mardya Shakti)

Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Denpasar, I Wayan Arsa Jaya, menyebutkan pejabat publik yang tersandung kasus korupsi pasti akan membawa dampak yang tidak baik kepada kewibawaan dan kepercayaan masyarakat.

“Aduh, gimana ya. Semoga gak ada pengaruhnya dengan animo masyarakat menggunakan hak pilih. Secara yuridis, menteri tidak lahir dari proses pemilihan. Tetapi pejabat publik yang tersandung kasus hukum khususnya korupsi. Pastinya akan berpengaruh tidak baik pada wibawa dan kepercayaan masyarakat,” ungkapnya.

Menurutnya, pejabat harus punya komitmen kuat dan menunjukkan kerja keras untuk mewujudkan komitmen kerja, dan menyejahterakan masyarakat yang bersandar pada ketentuan hukum.

Berita Terkini Lainnya