Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Ngerebong di Kesiman Tahun Berbeda, Tanpa Dihiasi Penjor Besar

Tradisi Ngerebong dari Desa Adat Kesiman, Kelurahan Kesiman, Kecamatan Denpasar Timur, Kota Denpasar. (IDN Times/Irma Yudistirani)
Tradisi Ngerebong dari Desa Adat Kesiman, Kelurahan Kesiman, Kecamatan Denpasar Timur, Kota Denpasar. (IDN Times/Irma Yudistirani)

Desa Adat Kesiman di Kota Denpasar punya tradisi yang sangat unik bernama Ngerebong. Tradisi ini selalu ditunggu-tunggu pelaksanaannya oleh warga setempat maupun wisatawan. Desa adat tersebut biasanya rutin mengadakan Tradisi Ngerebong delapan hari setelah Hari Raya Kuningan, tepatnya pada Minggu, Redite Pon, wuku Medangsia, di Pura Agung Petilan atau Pura Pengerebongan.

Namun pelaksanaan Tradisi Ngerebong Desember 2025 ini berbeda. Tradisi yang jatuh setiap 210 hari sekali ini tidak memperlihatkan penjor berukuran besar yang ciri khas dari tradisi ini. Ada apa sebenarnya?

1. Apa itu Tradisi Ngerebong?

Tari Poleng Kesiman di Upacara Ngerebong. (Instagram.com/puradalemkesiman)
Tari Poleng Kesiman di Upacara Ngerebong. (Instagram.com/puradalemkesiman)

Tradisi Ngerebong dikenal saat Pura Agung Petilan rampung dibangun pada 1937. I Gusti Ngurah Made Kesiman, yang saat itu menjadi Kepala Distrik Kesiman, memublikasikan dan mematenkan pelaksanaan Upacara Ngerebong di Pura Agung Petilan. Pelaksanaan upacara ini dilakukan di wantilan pura yang saat itu masih belum jadi.

Kata Ngerebong disebutkan berasal dari kata ngereh dan bong. Ngereh berarti upacara atau ritual suci yang bertujuan untuk memohon agar roh suci tetap bersemayam di sebuah barong atau rangda. Sedangkan bong bermakna simbol pratiwi sebagai penyatuan.

Ngerebong juga disebut berasal dari kata ngarebuang yang berarti upacara untuk menetralisir dan membersihkan alam semesta atau sudamala. Selain itu, ada juga yang menyebutkan bahwa Ngerebong memiliki arti berputar.

Saat pelaksanaan Ngerebong, Ida Sesuhunan dalam wujud barong dan rangda akan bergerak mengelilingi Gulungan Panyugjug yang berada di depan Kori Agung. Iring-iringan dimulai dari Kori Agung, kemudian berputar sebanyak tiga kali yang berlawanan arah jarum jam. Prosesi yang disebut juga dengan ngider bhuana inilah yang menjadi daya tarik dari pelaksanaan Tradisi Ngerebong.

2. Ngerebong dilaksanakan secara Ngubeng

Tradisi Ngerebong di Kesiman. (YouTube.com/Bali Classic Channel)
Tradisi Ngerebong di Kesiman. (YouTube.com/Bali Classic Channel)

Pada Desember 2025, Ngerebong akan dilaksanakan, pada Minggu (7/12/2025). Namun, pelaksanaan tahun ini berbeda dari sebelumnya. Upacara Ngerebong dilakukan secara ngubeng, mirip seperti yang terjadi saat pandemik COVID-19. Semua prosesi upacara dilakukan dengan sederhana, namun tetap menjaga makna dari upacara tersebut.

Alasan mereka melaksanakan ngubeng adalah karena Pura Agung Petilan sedang dalam proses restorasi besar-besaran. Kori Agung atau Pemedal Agung diperkirakan akan rampung pada akhir Desember 2025. Sedangkan, Gedong Agung diperkirakan rampung sebelum pertengahan 2026.

3. Tidak ada penjor megah dan prosesi ngider bhuana

Tradisi Ngerebong dari Desa Adat Kesiman, Kelurahan Kesiman, Kecamatan Denpasar Timur, Kota Denpasar. (IDN Times/Irma Yudistirani)
Tradisi Ngerebong dari Desa Adat Kesiman, Kelurahan Kesiman, Kecamatan Denpasar Timur, Kota Denpasar. (IDN Times/Irma Yudistirani)

Karena pelaksanaannya secara ngubeng, maka ada beberapa rangkaian upacara ikonik Ngerebong yang ditiadakan. Warga tidak akan melihat penjor-penjor megah berukuran besar yang menghiasi sepanjang jalan di depan Pura Petilan Agung. Selain itu, prosesi lainnya yang ditiadakan adalah tabuh rah, lomba penjor, lomba ngelawar, serta festival kuliner.

Ida Sesuhunan atau Ida Bhatara dari seluruh Desa Adat Kesiman maupun dari luar yang biasanya hadir seperti Pemogan, Sawangan, Bekul, dan beberapa wilayah lainnya, pada pelaksanaan kali ini tidak lunga atau datang ke Pura Agung Petilan. Upacara atau persembahan dilakukan di masing-masing pura. Sehingga, saat pelaksaan Ngerebong nanti tidak ada prosesi ngider bhuana atau berkeliling di area Pura Agung Petilan.

Walaupun pelaksanaannya ngubeng, namun warga diharapkan tetap menjalankan upacara ini secara khusyuk. Prajuru dan pecalang juga tetap bersiaga karena dinamika prosesi upacara bisa berubah dalam pelaksanaannya. Kesurupan atau kerauhan tidak bisa dicegah atau diketahui dengan pasti, sehingga perlu diantisipasi untuk menjaga kenyamanan dan keamanan warga yang hadir dalam upacara tersebut.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Topics
Editorial Team
Irma Yudistirani
EditorIrma Yudistirani
Follow Us

Latest Life Bali

See More

Ngerebong di Kesiman Tahun Berbeda, Tanpa Dihiasi Penjor Besar

05 Des 2025, 19:23 WIBLife