Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Perbedaan Radikalisme dan Intoleransi, Biar Kamu Gak Salah Pengertian

Ilustrasi terorisme. (IDN Times/Sukma Shakti)
Ilustrasi terorisme. (IDN Times/Sukma Shakti)

Gianyar, IDN Times - Radikalisme dan intoleransi, merupakan dua istilah yang kerap didengar dalam beberapa kasus terorisme. Meskipun demikian, dua kata ini tidak selamanya berkaitan dengan indikasi terorisme. Radikalisme maupun intoleransi punya makna yang berbeda, terutama radikalisme.

Radikalisme berawal dari istilah radikal bermakna sebagai amat keras menuntut perubahan. Sehingga istilah radikal tidak selamanya berkaitan dengan hal buruk dan tindak kejahatan.

Sementara itu, kata radikal dengan dengan imbuhan berupa akhiran -isme merujuk kepada ideologi atau suatu paham. Penganut paham radikalisme punya karakteristik berbeda dengan paham yang berlaku umum di suatu negara, misalnya nasionalisme. Lalu, apa saja perbedaan radikalisme dan intoleransi? Berikut penjelasan selengkapnya.

Penganut paham radikalisme menuntut perubahan dengan keras dan drastis

ilustrasi demonstrasi (pexels.com/Pavel Danilyuk)
ilustrasi demonstrasi (pexels.com/Pavel Danilyuk)

Radikalisme di Indonesia kerap dikaitkan dengan terorisme dan kelompok agama tertentu dalam menuntut perubahan. Namun, kamu harus memahami bahwa radikalisme tidak hanya soal kelompok agama. Radikalisme berasal dari kata Latin radix yang bermakna akar, memberikan kesan pendekatan dari akar hingga cabang. Maupun perubahan fundamental terhadap politik, bukan pendekatan sekadar menambal dan memperbaiki.

Mengutip artikel bertajuk The Voice of Radicalism dari University of Aberdeen, Skotlandia, radikalisme merupakan paham yang ingin menunjukkan perubahan secara menyeluruh, bukan perubahan bertahap. Meskipun secara tradisional dikaitkan dengan sayap kiri, radikalisme juga digunakan sebagai label untuk menggambarkan partai-partai sayap kanan ekstrem, seperti Fasis Italia, Nazi Jerman, dan Front Nasional Inggris. Jadi, istilah radikalisme ini kembali bergantung pada kelompok yang memaknai dan menyematkannya.

Sementara itu, beberapa peneliti di Indonesia juga mendefinisikan radikalisme. Sejarawan Sartono Kartodirdjo memaknai radikalisme sebagai sebagai gerakan sosial. Sementara itu, Mohammad Hasan Khalil membedakan antara radicalism (radikalisme) dengan violent radicalism (radikalisme kekerasan atau brutal).

Intoleransi muncul karena perasaan superior dan mayoritas terhadap apa yang diyakini

ilustrasi Indonesia (pexels.com/Iqbal Kurniawan)
ilustrasi Indonesia (pexels.com/Iqbal Kurniawan)

Lalu, bagaimana dengan intoleransi? Istilah ini juga kerap dikaitkan dengan kelompok agama. Namun, jika menyelam lebih dalam intoleransi bukan soal agama. Melainkan pandangan kelompok orang terhadap suatu keyakinan dan kepercayaan. Kelompok yang merasa mayoritas, cenderung merasa superior dan menganggap minoritas sebagai pengganggu. 

Kelompok mayoritas mulai melakukan segala cara, mulai dari mengganggu, dan menuding keyakinan kelompok minoritas itu menyesatkan. Padahal, tumbuh di nusantara bertalian dengan berbagai suku, adat, dan budaya. Perbedaan sudah menjadi akar dalam setiap nafas kehidupan warga di Indonesia.

Peran penyelenggara negara dalam membingkai istilah radikalisme dan intoleransi

ilustrasi peta Indonesia (pexels.com/Nothing Ahead)
ilustrasi peta Indonesia (pexels.com/Nothing Ahead)

Penyelenggara negara dalam suatu negara punya peran krusial membingkai suatu istilah. Ini juga mengakibatkan radikalisme, utamanya kerap berkaitan dengan terorisme karena peran penyelenggara negara. Negara meyakini paham nasionalisme ingin menciptakan sistem ajeg dan ketaatan melalui aturan. Namun, aturan tidak selamanya memenuhi keadilan dan partisipasi masyarakat. 

Sehingga, ketika banyak warga mengecam kinerja penyelenggara negara yang tidak maksimal, negara dengan cepat memberi cap radikal. Padahal menuntut perubahan lebih baik, juga merupakan niat mulia. Perlu pandangan kritis dalam memahami istilah radikalisme, sebelum menyematkannya pada warga negara maupun kelompok yang ingin menuntut perubahan atas rezim tertentu.

Sementara itu, intoleransi juga tumbuh subur karena kebijakan yang membenturkan satu keyakinan dengan lainnya. Intoleransi yang berujung sifat rasis semakin sulit diberantas, karena disrupsi informasi di era digital. Jasa buzzer lewat pemengaruh, juga berperan dalam menumbuhkan kebencian. Sehingga, pengendalian diri dan memahami bahwa kita tumbuh dalam keberagaman adalah hal utama. Saling menghargai dan memahami perjuangan sesama warga bertahan di tengah ketidakpastian harus dipegang bersama.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Irma Yudistirani
EditorIrma Yudistirani
Follow Us

Latest Life Bali

See More

Perbedaan Radikalisme dan Intoleransi, Biar Kamu Gak Salah Pengertian

15 Des 2025, 13:39 WIBLife