Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Kisah Bangkitnya Ogoh-Ogoh Hidimbaka Jembawan ST Suralaga

Ogoh-ogoh Metangi Sang Hidimbaka Jembawan. (dok. pribadi/Ari Budiadnyana)

Hari Pengerupukan 2025 meninggalkan banyak cerita menarik meskipun sudah berlalu. Satu di antaranya adalah terbakarnya ogoh-ogoh milik Sekaa Teruna (ST) Suralaga, Banjar Wangaya Kelod, Dauh Puri Kaja, Kota Denpasar.

Walaupun terbakar beberapa hari sebelum Hari Pengerupukan, namun ogoh-ogoh berhasil diselesaikan dalam waktu singkat. Seperti apa cerita ogoh-ogoh dari Banjar Wangaya Kelod ini?

1. Kronologi terbakarnya ogoh-ogoh Banjar Wangaya Kelod

Ogoh-ogoh Sang Hidimbaka Jembawan, ST Suralaga, Banjar Wangaya Kelod. (dok. pribadi/Ari Budiadnyana)

Ogoh-ogoh milik ST Suralaga ini terbakar pada Minggu sore, 23 Maret 2025. Menurut Nyoman Dedi Suryanata, undagi (arsitek) ogoh-ogoh ST Suralaga, kejadian ini bukanlah disengaja. Awalnya, para pemuda ST Suralaga berencana untuk menurunkan tinggi ogoh-ogoh dari 5,8 meter menjadi sekitar 5,5 meter. Hal ini dilakukan untuk menyesuaikan dengan rute yang akan dilalui saat pawai ogoh-ogoh.

"Jika tidak diturunkan, akan menyulitkan pemuda ST Suralaga saat mengangkat ogoh-ogoh ini melalui rute pawai yang telah ditentukan oleh desa setempat," ungkap pria yang akrab disapa Mang Dedi saat ditemui di Banjar Wangaya Kelod pada Rabu, 26 Maret 2025 lalu.

Pemotongan kemudian dilakukan dengan menggunakan mesin las. Para pemuda ST Suralaga sebenarnya telang mengantisipasi terjadinya kebakaran. Mereka menyiram beberapa bagian ogoh-ogoh dengan air, terutama di bagian bulu agar terhindar dari percikan api dari mesin las. Mereka juga telah menyiapkan air jika terjadi kebakaran. Namun, usaha tersebut sia-sia.

Saat perickan api las menyambar bulu, seketika menyebabkan ogoh-ogoh tersebut terbakar. Menurut Mang Dedi, dalam hitungan lima menit ogoh-ogoh sudah ludes terbakar.

"Kami sudah berusaha memadamkan api, namun tetap meludeskan ogoh-ogoh," ujar Mang Dedi.

2. Sempat meruntuhkan semangat para pemuda ST Suralaga, namun berhasil bangkit

Ogoh-ogoh Metangi Sang Hidimbaka Jembawan. (dok. pribadi/Ari Budiadnyana)

Tentu saja musibah ini meruntuhkan semangat para pemuda ST Suralaga. Hasil karya yang telah mereka buat kurang lebih satu setengah bulan hancur begitu saja dilalap si jago merah. Untungnya, kesedihan ini tidak berlarut-larut. Para pemuda berusaha untuk kembali mewujudkan ogoh-ogoh.

"Beruntungnya, kami saat itu mendapat dukungan positif dari berbagai pihak sehingga membangkitkan kembali semangat para pemuda ST Suralaga," cerita Mang Dedi.

Ia menambahkan, di Desa Dauh Puri Kaja terdapat paiketan yang terdiri dari lima banjar adat, yang mana Banjar Wangaya Kelod termasuk di antaranya. Lima banjar inilah yang kemudian memberikan bantuan baik dari segi moril maupun materiel.

Selain itu, ada tiga banjar lagi yang membantu proses pembuatan ogoh-ogoh. Bantuan lainnya juga datang dari para pihak lain yang bersimpati dengan musibah ini. Semuanya bersatu padu, dan bergotong-royong untuk menyelesaikan ogoh-ogoh dalam waktu singkat. Akhirnya, dalam waktu dua hari dua malam, ogoh-ogoh Banjar Wangaya Kelod berhasil diselesaikan sebelum Hari Pengerupukan.

3. Tema dan bentuk ogoh-ogoh berubah menyesuaikan dengan kondisi yang ada

Ogoh-ogoh Sang Hidimbaka Jembawan, ST Suralaga, Banjar Wangaya Kelod, saat beraksi di Catur Muka. (Instagram.com/st_suralaga)

Menurut Mang Dedi, ST Suralaga pada 2025 ini membuat ogoh-ogoh dengan tema Hidimbaka Jembawan. Ia merupakah sosok raja beruang yang menjadi tangan kanan Raja Subali. Hidimbaka Jembawan mendapatkan tugas untuk menjemput Dewi Sita. Ogoh-ogoh dibuat dengan posisi duduk yang bertumpu pada satu kaki.

Setelah musibah kebakaran tersebut, ogoh-ogoh yang dibuat ulang ini tetap mengangkat sosok Hidimbaka Jembawan. Namun, ada beberapa perubahan, baik dari segi bentuk fisik maupun pose. Ogoh-ogoh baru ini mengambil posisi berdiri dengan pose seperti beruang yang sedang mengeram.

Hal ini disesuaikan dengan adanya perubahan tema, yaitu menjadi Metangi Sang Hidimbaka Jembawan atau Murkaning Abdi Jembawan Metangi. Penambahan kata 'Metangi' ini memiliki makna sebagai suatu kebangkitan dari keterpurukan saat musibah kebakaran terjadi. Pose mengeram sebagai simbol kekuatan dan rasa jengah yang membuat para pemuda ST Suralaga bisa bangkit bersama membuat kembali karya ogoh-ogoh mereka.

Dengan semangat kebersamaan dan gotong-royong, Sang Hidimbaka Jembawan akhirnya bisa mesolah (menari) di Titik Nol Kota Denpasar, kawasan Catur Muka. Ogoh-ogoh ini menjadi satu di antara ogoh-ogoh yang ditunggu kehadirannya di Catur Muka pada Hari Pengerupukan, selain ogoh-ogoh dari Banjar Gemeh dan Banjar Tainsiat.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Topics
Editorial Team
Irma Yudistirani
EditorIrma Yudistirani
Follow Us