TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Makna Gempa Menurut Hindu Bali

Bali berkali-kali mengalami gempa dengan kekuatan bervariasi

Ilustrasi Gempa (IDN Times/Aditya Pratama)

Penulis: Community Writer, Ari Budiadnyana

Agama Hindu, khususnya kepercayaan masyarakat di Bali, gempa memiliki makna sesuai waktu kejadiannya. Hal ini tertuang dalam Lontar Roga Sanghara Bhumi. Berikut makna gempa menurut Hindu Bali.

Baca Juga: Makna Melukat, Ritual yang Pernah Dijalani Pevita Pearce

Baca Juga: Ciri-ciri ODGJ dan Cara Mengobati Menurut Lontar Usada Bali

1. Lontar Roga Sanghara Bhumi mengulas tentang bencana

Ilustrasi Gempa (IDN Times/Aditya Pratama)

Lontar yang memiliki panjang 30 centimeter dan lebar 3 centimeter ini terdiri dari 92 lembar. Masing-masing lontar terdiri dari empat baris. Lontar tutur ini disusun dalam bentuk teks menggunakan Bahasa Jawa Kuno atau Bahasa Kawi.

Tokoh utama yang ditampilkan adalah Bhatara Druwaresi, yaitu pemimpin para dewa yang berstana di Sorga Surya Loka.

2. Makna Lontar Roga Sanghara Bhumi

Ilustrasi gempa (IDN Times/Sukma Shakti)

Pengertian roga adalah penyakit, sakit, dan cacat badan. Sedangkan sanghara atau samhara artinya menarik kembali, meniadakan, rusak, lebur, kehancuran, dan pembinasaan. Sedangkan bhumi berarti bumi. Jadi Roga Sanghara Bhumi berarti menetralisir atau meniadakan bencana di dunia dengan cara menjalankan upakara.

Secara garis besar, Lontar Roga Sanghara Bhumi membahas mengenai bencana-bencana dan tanda-tanda alam yang terjadi beserta upacaranya. Satu di antaranya tentang gempa bumi.

Baca Juga: Cara Memilih Batu Akik yang Tepat Menurut Hari Kelahiran

3. Makna gempa berdasarkan sasih (Bulan) terjadinya gempa

Ilustrasi gempa bumi (IDN Times/Sukma Shakti)

Lontar Roga Sanghara Bhumi menyebutkan tentang bencana alam gempa beserta pengaruhnya, yaitu:

  • Bila terjadi pada sasih kepitu (ketujuh) dan datangnya gempa terjadi secara terus-menerus, menandakan akan terjadi perang tiada henti. Berbagai penyakit bisa menimpa masyarakat
  • Bila terjadi pada sasih kaulu (kedelapan) dan sasih katiga (ketiga) dan datangnya gempa terjadi secara terus-menerus, menandakan akan terjadi wabah penyakit sampai banyak orang meninggal
  • Bila terjadi pada sasih kasanga (kesembilan) dan datangnya gempa terjadi secara terus-menerus, ramalannya negara tidak akan menentu. Para pembantu meninggalkan tuannya
  • Bila terjadi pada sasih kadasa (kesepuluh), pertanda negara akan menjadi baik. Ini berarti sebagai pengundang Bhatara berbelas kasih kepada umat manusia
  • Bila terjadi pada sasih jyesta atau desta (kesebelas) dan sasih sada (kedua belas), pertanda banyak orang sakit tidak tertolongkan
  • Bila terjadi pada sasih kapat (keempat), kalima (kelima) memiliki arti sebagai pengundang dewata. Para dewa senang tinggal di bumi. Bumi akan mendapat kerahayuan. Segala yang ditanam akan hidup subur dan berhasil
  • Bila terjadi pada sasih kaenem (keenam) memiliki makna banyak orang akan jatuh sakit tidak tertolongkan. Untuk menetralisir, patut segera dibuatkan upacara persembahan caru.

4. Upacara bila terjadi bencana alam

ilustrasi bencana longsor (IDN Times/Aditya Pratama)

Apabila terjadi bencana alam secara insidential dan masyarakat menginginkan kerahayuan jagat, maka menurut Lontar Sanghara Bhumi harus melaksanakan upacara:

  • Upacara Prayascita, yang berguna untuk penyucian bumi pada tatanan yang kecil seperti bangunan pribadi, kebun, dan sebagainya
  • Upacara Guru Piduka, untuk permohonan maaf kepada para dewa karena ulah manusia mengotori bumi (cemer)
  • Labuh Gentuh, upacara penyucian bumi yang tingkatnya lebih tinggi dari Prayascita.
Berita Terkini Lainnya