9 Pantangan dan Cara Memilih Pemangku Hindu di Bali

Tidak mudah, ada aturan yang mengikat sebagai pemangku

Selain sulinggih atau ida pedanda, umat Hindu di Bali juga ada orang suci yang disebut dengan pemangku. Pemangku ini tingkatannya lebih rendah dari sulinggih. Ciri-ciri pemangku dapat dilihat dari pakaiannya pada saat memimpin atau membantu upacara agama/adat. Yaitu menggunakan pakaian serba putih, destar (ikat kepala) berwarna putih, dan menutupi seluruh kepalanya.

Menjadi seorang pemangku tidaklah mudah. Ada beberapa tahapan yang harus dilalui. Selain itu, seorang pemangku juga memiliki pantangan-pantangan yang harus ditaati. Berikut ini pantangan dan cara memilih pemangku Hindu di Bali.

Baca Juga: Orang Suci, 7 Jenis Pemangku yang Dikenal dalam Ajaran Hindu 

Baca Juga: Mengenal Tri Rna, Utang yang Dibawa Sejak Lahir dalam Hindu

1. Cara memilih pemangku Hindu

9 Pantangan dan Cara Memilih Pemangku Hindu di BaliIlustrasi upacara adat di Bali. (pixabay.com/jovanel)

Setiap pura di Bali belum tentu punya cara yang sama untuk memilih pemangku. Hal ini tergantung dari kesepakatan dan adat istiadat desa setempat. Secara umum ada beberapa cara pemilihan pemangku, dikutip dari jurnal Sphatika dengan judul Sasana Kapemangkuan: Sebuah Ajaran Tattwa dan Etika dalam Membangun Kesadaran Diri Sebagai Pelayan Umat, yang ditulis oleh I Made Pasek Subawa dan Putu Sri Junianti, Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN) Denpasar tahun 2020:

  • Pemilihan pemangku secara langsung dan demokratis berdasarkan suara terbanyak dari komunitas yang membutuhkan pemangku. Jadi, pemangku yang terpilih pasti telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh komunitas tersebut.
  • Pemilihan pemangku berdasarkan keturunan. Walaupun berdasarkan keturunan, namun yang ditunjuk menjadi pemangk tidak boleh tergolong ke dalam ceda angga atau cacat fisik maupun mental dan kepribadiannya.
  • Pemilihan pemangku dengan cara nyanjaan atau menggunakan mediator secara spiritual. Mediator ini adalah orang yang kemampuan spiritualnya telah diakui oleh warga desa setempat. Mediator tersebut akan berkomunikasi dengan Ida Sesuhunan (kekuatan suci yang ada di suatu pura), dan mendapatkan jawaban mengenai siapa yang seharusnya menjadi pemangku. Biasanya dilakukan dalam keadaan trance/kerauhan/kesurupan.
  • Pemilihan pemangku dengan cara membagikan suatu sarana yang disebut lekesan. Sarana ini sebelumnya dimohonkan secara niskala (gaib) terkait pemilihan pemangku ini. Lekesan ini akan diberikan tanda tertentu, dan calon pemangku mengambilnya secara acak. Calon yang mendapatkan lekesan bertanda, maka dialah yang ditunjuk menjadi pemangku.

Selain empat cara di atas, ada juga orang menjadi pemangku karena sudah menjadi takdirnya dan ditunjuk secara gaib oleh kekuatan-kekuatan suci tertentu. Biasanya jika orang ini menolak, maka dirinya akan terancam bahaya atau akan mendapatkan sakit yang tidak jelas penyebabnya.

2. Proses upacara pengangkatan seorang pemangku

9 Pantangan dan Cara Memilih Pemangku Hindu di BaliSarana upacara (banten). (unsplash.com/Pier Francesco Grizi)

Setelah proses pemilihan pemangku selesai, maka pemangku terpilih harus melaksanakan upacara. Upacara ini berguna untuk pengesahan bahwa dirinya sudah resmi menjadi seorang pemangku dan juga untuk membersihkan diri secara lahir dan batin.

Upacara ini disebut dengan upacara pewintenan pemangku. Pewintenan berasal dari kata winten (inten) yaitu nama permata yang berwarna putih, bersifat mulia, dan mampu memancarkan sinar yang berkilauan. Jadi dapat diartikan, mewinten memiliki makna penyucian diri secara lahir dan batin. Pewintenan ini ada banyak jenisnya, salah satunya adalah pewintenan pemangku.

Berikut adalah pewintenan pemangku sesuai dengan tingkat kepemangkuannya:

Pawintenan Sari dilaksanakan dengan prosesi memohon air suci kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa di pura tempat pemangku tersebut akan bertugas. Pewintenan ini akan disaksikan oleh perangkat desa, pemerintah, dan keluarga. Kewenagannya untuk memimpin upacara tingkat dasar.

Pewintenan mapedamel menggunakan sarana upacara yang disebut dengan dodol maduparka yang bentuknya seperti bangunan suci. Dodol ini sebagai simbol stana Sang Hyang Aji Saraswati (Dewi Ilmu Pengetahuan). Pewintenan ini akan disaksikan oleh perangkat desa, pemerintah, dan keluarga. Tingkat upacara yang menjadi kewenangan adalah tingkat menengah atau madya.

Untuk hari baik yang dipilih biasanya saat Hari Purnama, saat hari piodalan (upacara) di pura, dan juga saat Hari Raya Saraswati.

3. Pantangan bagi seorang pemangku 

9 Pantangan dan Cara Memilih Pemangku Hindu di BaliIlustrasi daging sapi. (Unsplash.com/Victoria Shes)

Karena seorang pemangku adalah salah satu orang suci dalam agama Hindu dan telah mendapatkan upacara khusus, maka ada beberapa pantangan yang wajib ditaati. Hal ini dikutip dari berbagai sumber seperti Lontar Kusumadewa, Lontar Tata Krama Pura, Lontar Raja Purana Gama, Lontar Tattwa Dewa, dan Lontar Widhi Sastra.

Berikut beberapa pantangan tersebut:

  • Pemangku tidak dibenarkan mengambil milik orang lain, terutamanya milik pura. Hal ini mengingatkan agar seorang pemangku tidak rakus terhadap apa yang menjadi milik pura, contohnya adalah sesari atau uang yang dihaturkan umat di sarana upacara.
  • Pemangku tidak boleh makan daging sapi. Beberapa bahkan ada yang tidak boleh untuk makan daging babi, hal ini tergantung dari adat istiadat dan kepercayaan masyarakat setempat.
  • Pemangku tidak boleh berada di arena sabung ayam atau juga berjudi.
  • Pemangku dilarang menikah lagi. Jika menikah maka harus melaksanakan upacara pengangkatan dan pembersihan sebagai seorang pemangku (pewintenan) bersama istri barunya.
  • Pemangku dilarang melayat ke rumah duka. Jika harus datang ke tempat tersebut karena ada hubungan kerabat yang sangat dekat, maka ada beberapa aturan atau tata cara yang harus dipatuhi. Seperti, posisi duduk yang harus berlawanan dengan posisi jenazah. Dilarang meminta makan dan minum di tempat tersebut. Setelah datang dari melayat, pemangku tersebut harus melakukan pembersihan secara rohani dengan beberapa sarana upacara.
  • Jika seorang pemangku sedang berperkara, maka sangat dilarang untuk melakukan sumpah cor yang berisi kutukan. Sebaiknya pemangku mohon kesaksian kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
  • Pemangku dilarang memikul alat-alat bajak sawah. Hal ini karena alat-alat bajak tersebut diduduki oleh pemiliknya.
  • Seorang pemangku tidak boleh berada di bawah (nyulubin) tali jemuran, jenazah, pakaian bekas, dan sejenisnya.
  • Pemangku dilarang untuk melakukan proses pewintenan kepada calon pemangku.

Sebagai seorang pemangku diharapkan selalu bisa menjaga sopan santun di masyarakat karena ia menjadi contoh dan panutan bagi warga setempat. Selain itu, ia juga harus selalu mengembangkan pengetahuannya dalam hal agama dan upacara karena pemangku juga memiliki tugas dalam membimbing dan menuntun umat sehari-hari.

Ari Budiadnyana Photo Community Writer Ari Budiadnyana

Menulis dengan senang hati

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Irma Yudistirani

Berita Terkini Lainnya