TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

5 Fakta Hari Pengerupukan Nyepi di Bali

Jangan lupa liat pawai ogoh-ogoh  tanggal 21 Maret ya

Gering Durga, Banjar Pegok, Sesetan. (Dok. Pribadi/Ari Budiadnyana)

Penulis: Community Writer, Ari Budiadnyana

Masyarakat Hindu harus melewati banyak prosesi upacara untuk menyambut Hari Raya Nyepi. Satu di antaranya Pengerupukan dilaksanakan sehari sebelum Nyepi.

Prosesi ini tujuannya untuk menetralisir kekuatan-kekuatan negatif agar tidak mengganggu pelaksanaan Hari Raya Nyepi. Kalau kamu sering melihat pawai ogoh-ogoh, nah, itu adalah bagian dari tradisinya yang harus dilaksanakan pada Hari Pengerupukan. Berikut ini fakta Hari Pengerupukan sebelum Nyepi.

Baca Juga: 10 Fakta Nyepi yang Hanya Bisa Kamu Temukan di Bali

1. Pengerupukan selalu dilaksanakan pada Tilem Kesanga

Tilem Kesanga di kalender Bali. (Dok. Pribadi/Ari Budiadnyana)

Berdasarkan perhitungan tahun Saka Kalender Bali, Hari Pengerupukan selalu dilaksanakan pada Tilem Kesanga (Bulan kesembilan). Bulan mati ini sebagai penanda hari terakhir sasih kesanga, karena keesokan harinya ketika Nyepi, sudah masuk sebagai hari pertama sasih kadasa (Bulan kesepuluh).

Lontar Sundarigama menyebutkan, bulan mati (Tilem) pada sasih kesanga adalah hari bersucinya para semua Dewa yang bertempat di lautan, guna menikmati inti hakikat air suci sebagai kehidupan abadi. Maka pada hari itu, umat Hindu seyogyanya menghaturkan puja bakti ke hadapan para Dewa.

Baca Juga: 12 Fakta Ogoh-ogoh di Bali, Bukan Sarana Wajib Sebelum Nyepi

2. Mengadakan upacara Tawur Kesanga secara bertahap

Tawur Kesanga di Catus Pata. (Instagram.com/sebalivillage)

Menurut Lontar Sang Hyang Aji Swamandala, pada hari tilem sasih kesanga diadakan upacara Bhuta Yadnya, yaitu upacara kepada para Bhuta Kala (Kekuatan negatif). Upacara ini dinamakan upacara Tawur Kesanga.

Tawur memiliki arti membayar. Maknanya adalah mengembalikan sari-sari alam yang telah digunakan oleh manusia. Upacara ini dilakukan secara bertingkat dimulai dari ibu kota provinsi, ibu kota kabupaten/kota, tingkat desa, dan area tempat tinggal.

Menurut Lontar Sundarigama, upacara tawur ini ada tingkatannya. Yaitu tingkat Pancasata (Menggunakan 5 ekor ayam) yang merupakan tingkat terendah, tingkat menengah dengan Pancasanak (Dasar caru menggunakan 5 ekor ayam ditambah itik), sedangkan dalam tingkat utama disebut dengan upacara Tawur Agung.

Upacara Bhuta Yadnya ini dipimpin oleh seorang pendeta suci atau pedanda. Biasanya dilaksanakan di perempatan utama suatu daerah atau disebut dengan Catus Pata. Upacara ini biasanya dilakukan pada pukul 12.00 Wita, tepat tengah hari atau tengai tepet.

3. Sarana upacara tawur untuk area tempat tinggal

Prosesi Tawur Kesanga di depan pintu tempat tinggal. (Dok. Pribadi/Ari Budiadnyana)

Setelah selesai upacara tawur di tingkat desa selesai, barulah kemudian dilanjutkan dengan upacara tawur atau pecaruan (Korban suci) di area tempat tinggal. Satu sarana penting adalah memohon air suci atau nunas tirta di banjar atau desa setempat yang diperoleh dari upacara tawur di tingkat desa. Tirta ini digunakan untuk memerciki pekarangan rumah selama upacara tawur di tempat tinggal.

Sesuai Lontar Sundarigama, sarana yang digunakan untuk upacara di tempat tinggal ini adalah:

  • Menghaturkan banten pejati di pelinggih padmasana rumah tinggal
  • Menghaturkan segehan agung dengan jumlah 11 atau 33 set (tanding) di lantai (Natah) padmasana, dihaturkan untuk Sang Bhuta Bhucari
  • Menghaturkan segehan panca warna (5 warna), 9 tanding olahan ayam brumbun dengan tetabuhan tuak, arak, berem, dan tirta yang dihaturkan kepada Sang Bhuta Raja dan Sang Kala Raja. Persembahan ini dihaturkan di halaman tempat tinggal
  • Menghaturkan segehan nasi cacah 108 tanding dengan daging jeroan babi mentah dan segehan agung metetabuhan tuak, arak, berem, dan tirta yang dihaturkan untuk Sang Bhuta Bala dan Sang Kala Bala. Persembahan ini dihaturkan di halaman luar atau luar pintu masuk tempat tinggal
  • Mendirikan sanggah crukcuk di sebelah kanan pintu masuk. Sarana upacara yang diletakkan disini adalah peras, daksina, dan tipat kelanan
  • Upacara ini dilakukan saat peralihan waktu sore dan malam hari atau sering disebut dengan sandya kala. Upacara tawur ini adalah sebagai simbol memberikan suguhan kepada para Bhuta Kala (Kekuatan negatif) agar nantinya tidak mengganggu pelaksanaan Hari Raya Nyepi.

Baca Juga: 10 Ucapan Hari Raya Nyepi dalam Bahasa Bali

4. Prosesi Pengerupukan dilakukan setelah melakukan tawur di tempat tinggal

Pengerupukan di lingkungan tempat tinggal. (Instagram.com/bali.terkini)

Setelah melakukan upacara tawur di tempat tinggal, barulah menjalankan prosesi Pengerupukan. Sarana yang digunakan adalah obor atau sumber api dan peralatan yang mengeluarkan suara.

Kemudian seluruh penghuni rumah mengelilingi area tempat tinggal dengan menghidupkan sumber api dan memukul peralatan, sehingga mengeluarkan bunyi gaduh. Hal ini bertujuan untuk menetralisir kekuatan-kekuatan negatif agar tidak mengganggu kehidupan manusia.

5. Ida Sesuhunan di Bale Agung kembali ke tempat asalnya masing-masing

Ida Sesuhunan. (Instagram.com/st.semara_rsi)

Dalam prosesi Nyepi, umat Hindu melakukan upacara Melasti sebagai bentuk penyucian alam beserta isinya. Prosesi ini biasanya dilakukan tiga hari sebelum Nyepi. Setelah Melasti Ida Sesuhunan akan melinggih (Tinggal) di Pura Bale Agung.

Umat setiap hari menghaturkan sembah bhakti ke hadapan Beliau untuk memohon keselamatan dan mendapatkan kehidupan yang lebih baik di tahun baru. Selama Pengerupukan pada sore atau malam, Ida Sesuhunan yang melinggih di Pura Bale Agung akan kembali ke tempatnya masing-masing, atau istilahnya disebut dengan mesineb.

Hal ini memberikan makna, bahwa umat Hindu sudah bersiap untuk menyambut datangnya Tahun Baru Saka. Setelah Ida Sesuhunan mesineb, barulah dilaksanakan pawai ogoh-ogoh.

Berita Terkini Lainnya