12 Fakta Ogoh-ogoh di Bali, Bukan Sarana Wajib Sebelum Nyepi

Penulis: Community Writer, Ari Budiadnyana
Hari Raya Nyepi sangat identik dengan ogoh-ogoh. Patung besar berwujud menyeramkan ini akan diarak selama malam Pengerupukan, atau sehari sebelum Nyepi. Seiring berjalannya waktu, ogoh-ogoh kini wujudnya semakin berkembang dan menarik dengan tingkat kesulitan yang tinggi. Masing-masing pembuat atau para maestro berlomba-lomba untuk mewujudkan ogoh-ogoh yang terbaik dan terunik sesuai ciri khas masing-masing.
Kata ogoh-ogoh diambil dari Bahasa Bali. Yaitu ogah-ogah, artinya sesuatu yang digoyang-goyangkan. Sebenarnya sebagai sebuah karya seni, penyelenggaraan ogoh-ogoh sehari sebelum Nyepi tidak diwajibkan. Buat menambah wawasan, berikut 12 fakta ogoh-ogoh di Bali yang harus diketahui.
1. Ogoh-ogoh tidak ada dalam Kitab Suci Hindu, Veda. Selain itu, tidak ada literatur karena belum ada yang meneliti ogoh-ogoh lebih dalam. Namun ada yang mengatakan muncul sejak zaman Dalem Balingkang, di mana saat itu ogoh-ogoh digunakan dalam upacara Pitra Yadnya (Upacara untuk arwah leluhur atau orang yang sudah meninggal)
2. Ada juga yang menyebutkan ogoh-ogoh terinspirasi dari Tradisi Ngusaba Ndong-Nding di Desa Selat, Kabupaten Karangasem
3. Menurut Buku Panduan Ogoh-ogoh yang dibuat oleh Dinas Kebudayaan Kota Denpasar tahun 2016, ogoh-ogoh awalnya dibuat pada saat upacara pengabenan para bangsawan puri, atau seorang pendeta Hindu. Namun seiring berkembangnya waktu, ogoh-ogoh dibuat sebagai wujud bhuta kala di Hari Pengerupukan
4. Tahun 1983 merupakan bagian penting dari sejarah perkembangan ogoh-ogoh. Presiden Soeharto kemudian mengeluarkan Surat Keputusan Presiden Nomor 3 Tahun 1983 dan menetapkan Hari Raya Nyepi sebagai hari libur nasional. Pada tahun tersebut, ogoh-ogoh dibuat dalam wujud bhuta kala yang berkaitan dengan Hari Raya Nyepi
5. Setelah SK itu muncul tahun 1983, Gubernur Bali kala itu, Prof Ida Bagus Mantra, mengimbau seluruh masyarakat Hindu Bali agar membuat patung ogoh-ogoh untuk diarak selama Pengerupukan, sehari sebelum Nyepi
6. Pada awal kemunculannya, patung raksasa ini terbuat dari bahan alami, yaitu bambu dan kayu. Hanya bagian wajah (Tapel), telapak tangan, dan kaki yang menggunakan bahan styrofoam
Baca Juga: 7 Mantra Penangkal Leak, Bisa Digunakan Sehari-hari
7. Sekitar tahun 2011, ogoh-ogoh yang menggunakan bahan styrofoam mulai banyak bermunculan. Hal ini karena pembuatannya sangat mudah, cepat, bagus, dan ogoh-ogoh menjadi ringan
8. Karena styrofoam tidak ramah lingkungan, Pemerintah Provinsi Bali melarang penggunaannya sebagai bahan ogoh-ogoh, terutama untuk dilombakan. Walaupun dilarang, namun masih ada kelonggaran menggunakan styrofoam seperti tapel (Wajah), telapak tangan, dan kaki
9. Tahun 2018, mulai bermunculan ogoh-ogoh yang bisa bergerak menggunakan mesin. Kreativitas ini menjadi tantangan tersendiri bagi para pembuat ogoh-ogoh. Satu di antaranya ogoh-ogoh Kumbakarna yang dibuat oleh Banjar Tainsiat, Kota Denpasar, pada tahun 2019 lalu. Ukurannya sangat besar. Ogoh-ogoh ini bisa bergerak dari awalnya tidur dan bangkit berdiri
10. Pada tahun 2019, ogoh-ogoh miniatur menjadi tren dan banyak digemari karena seringnya diadakan lomba ogoh-ogoh berukuran kecil. Memasuki pandemik, ogoh-ogoh mini ini semakin populer di kalangan pencinta ogoh-ogoh
11. Tahun 2020 dan 2021, pawai ogoh-ogoh ditiadakan karena pandemik. Namun pada 2022, awalnya Pemerintah Provinsi Bali melarang pawai ogoh-ogoh. Namun kemudian memberikan izin dengan protokol kesehatan yang ketat
12. Daerah luar Bali pernah melaksanakan pawai ogoh-ogoh terkait perayaan Hari Raya Nyepi. Beberapa daerah tersebut seperti Banyuwangi, Yogyakarta, Semarang, Papua, bahkan di Negara Belgia juga mengadakan pawai ogoh-ogoh
Baca Juga: Kisah Mistis Desa di Renon yang Dilarang Membuat Ogoh-ogoh
13. Banjar-banjar yang ada di Bali berpacu membuat ogoh-ogoh yang nantinya akan diarak keliling desa. Namun berbeda dengan Desa Adat Renon di Kota Denpasar. Warganya dilarang untuk membuat ogoh-ogoh agar tidak melanggar tradisi sejak lama
Mumpung perjalanan wisata selama pandemik ini sudah diperbolehkan, ada baiknya kamu mengunjungi Pulau Bali untuk menyaksikan secara langsung rangkaian Hari Raya Nyepi pada tahun ini.
Kamu bisa berkeliling melihat wujud boneka raksasa menyeramkan dan menonton pawainya di malam Pengerupukan. Selain itu, kamu juga akan mendapatkan pengalaman baru menikmati kesunyian tanpa penerangan di Hari Raya Nyepi.