Jadi Polemik, Warisan Budaya Dunia Subak Jatiluwih Diusulkan Dicabut?
Petaninya di Tabanan Bali apa kabar ya?
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Tabanan, IDN Times – Kita tahu, bahwa sawah-sawah di Bali menyajikan lanskap yang sangat menarik. Seperti bentuknya yang berundak atau terasering, pedesaan, ada pura, dan sistem pengairan sawahnya (Irigasi) yang masih tradisional. Sistem ini diatur oleh organisasi masyarakat petani bernama subak. Karena itulah United Nations of Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO) menetapkan subak sebagai Warisan Budaya Dunia (WBD) pada tahun 2012 di Saint Petersburg, Rusia.
Tapi kini, ada wacana usulan untuk mencabut status WBD tersebut. Hal ini membuat gerah Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tabanan. Kepala Dinas Kebudayaan Tabanan, I Gusti Ngurah Supanji, melakukan pertemuan langsung dengan masyarakat Jatiluwih untuk membahas hal itu.
1. WBD bukan hanya untuk Subak Jatiluwih saja
Kepala Dinas Kebudayaan Tabanan, I Gusti Ngurah Supanji, menyebutkan WBD bukan hanya untuk kawasan Subak Jatiluwih saja, tetapi juga sistem subak yang berada di sembilan desa dinas dan 11 desa adat sekitar kawasan Gunung Batukaru, Kecamatan Penebel.
“Total luasnya sekitar 17.663 hektare,” katanya.
Supanji menyayangkan sikap dari Guru Besar Universitas Udayana, Prof I Wayan Windia, yang mengatakan akan mengusulkan untuk mencabut status WBD di Jatiluwih.
“Kami tidak terima dengan apa yang disampaikan itu. Harusnya ada dialog dengan kami di Pemkab Tabanan,” ujarnya.
Pemkab Tabanan selama ini, menurut Supanji, telah menjalankan filosofi Tri Hita Karana dalam pengelolaan subak, khususnya di kawasan WBD Jatiluwih. Mulai dari mendak toya, mulang pekelem, memelihara hubungan antar manusia dan lingkungannya.
Selain itu, Supanji menyebut tidak pernah ada komunikasi antara pihaknya dengan Prof I Wayan Windia. “Jika ada dialog kami bisa berbenah,” ungkapnya.