Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Urgensi Dana Bantuan Korban Kekerasan Seksual dalam Gugatan

Ilustrasi kekerasan seksual. (Dok. Remotivi)
Ilustrasi kekerasan seksual. (Dok. Remotivi)

Denpasar, IDN Times - Dana Bantuan Korban (DBK) adalah langkah strategis negara dalam pemenuhan hak-hak korban kekerasan seksual. Regulasi yang mengatur tentang DBK tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 29 Tahun 2025 Tentang Dana Bantuan Korban Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Regulasi ini baru ditetapkan tiga bulan lalu, tepatnya 18 Juni 2025. 

Wakil Direktur Program KAPAL Perempuan, Ulfa Kasim, menyampaikan pentingnya untuk memahami perbedaan antara restitusi dengan DBK. Ulfa menjelaskan, restitusi sejatinya merupakan biaya ganti rugi kepada korban yang dibayar oleh pelaku. Sementara, DBK hadir untuk menutup kekurangan dari pembayaran restitusi.

Menariknya, dana bantuan ini tidak menghilangkan hukuman pelaku TPKS. Prosesnya tetap berjalan. Sebab dana ini adalah haknya korban untuk pemulihan dan keadilan. Pendamping hukum korban harus menuntutnya dalam gugatan persidangan. Namun, implementasinya belum pernah terlihat. Mengapa begitu? Berikut ini ulasannya.

1. Pembahasan DBK yang rumit dan baru berlaku

Ilustrasi dana bantuan korban (IDN Times/Arief Rahmat)
Ilustrasi dana bantuan korban (IDN Times/Arief Rahmat)

Ulfa mengatakan, PP tentang DBK TPKS telah melewati jalan yang panjang. Sebab ada banyak hal yang harus ditelaah dan ditinjau kembali. Sehingga, di antara seluruh aturan turunan tentang TPKS, pengaturan soal DBK tuntasnya paling akhir.

“Yang paling lama, yang paling jadi perdebatan dan akhirnya sudah selesai itu adalah PP Dana Bantuan Borban,” ujar Ulfa pada Rabu, 24 September 2025.

Pembahasan PP DBK membutuhkan waktu yang lama untuk disusun. Sebab Ulfa menilai ada berbagai pertimbangan yang harus dibahas. Misalnya, mekanisme harta pelaku jika tidak cukup untuk memenuhi hak korban, penetapan dari pengadilan maupun hakim, dan kemampuan negara dalam memenuhi DBK.

“Belum lagi soal perdebatan korban gak mau nih karena itu (DBK) seolah-olah membayar apa yang dialami oleh korban, itu banyak sekali perdebatan soal dana bantuan korban,” kata Ulfa melanjutkan.

2. Urgensi memasukkan DBK dalam gugatan korban kekerasan seksual

Ilustrasi hukum. (IDN Times/Mardya Shakti)
Ilustrasi hukum. (IDN Times/Mardya Shakti)

Setelah PP DBK disahkan, Ulfa menyoroti persoalan implementasi atas regulasi tersebut. Pihaknya dan berbagai lembaga swadaya masyarakat (LSM) tengah membicarakan secara holistik implementasi PP DBK. Namun, kendala yang dihadapi oleh pihaknya adalah belum mampu mengakses dokumen terbaru regulasi ini, Sehingga Ulfa belum dapat berkomentar atas implementasi DBK. 

Meskipun demikian, Ulfa menegaskan sebagai pengabdi bantuan hukum untuk korban, harus ingat untuk memasukkan permintaan DBK maupun restitusi dalam gugatan. Ulfa menilai, DBK adalah hak yang harus didapatkan korban kekerasan seksual. 

“Itu (DBK) hak korban. Itu diatur dan boleh diminta. Sebetulnya jangan pernah menganggap bahwa itu menggugurkan apa yang terjadi gitu. Jadi itu (DBK) masukin ke dalam gugatan,” tegasnya.

3. Mengedukasi korban bahwa DBK untuk pemenuhan keadilan dan pemulihan

ilustrasi keadilan (pixabay.com/AJEL)
ilustrasi keadilan (pixabay.com/AJEL)

Ia juga menyoroti pentingnya edukasi terhadap korban bahwa DBK bukan sarana meniadakan kejadian traumatis yang dialami korban. DBK adalah pemenuhan rasa adil dan menjamin pemulihan atas dampak kekerasan seksual yang dialami korban. 

“Karena korban pasti ada yang putus sekolah, perlu sekolah lagi. Ada yang tidak bisa lagi berusaha, cari kerja di mana-mana gak bisa. Dia harusnya bisa dapat suntikan modal untuk bisa berusaha,” ungkap Ulfa.

Selain itu, ada pula korban yang mengalami disabilitas pascakejadian dan gangguan psikologis. Sehingga untuk pemulihan, DBK dapat menjadi upaya pemulihan atas kekerasan seksual yang dialami korban.

“Jadi sebetulnya dana bantuan korban itu harus diedukasi kepada korban, diminta karena itu sebetulnya untuk membayar dampak jangka panjang yang dialami oleh korban,” tegasnya.

Share
Topics
Editorial Team
Irma Yudistirani
EditorIrma Yudistirani
Follow Us

Latest News Bali

See More

Tahun 2024, Mahasiswa di Bali Lebih Banyak Berkuliah di Kampus Swasta

27 Sep 2025, 16:01 WIBNews