Cara Menangani Anak Hiperaktif, Perlu Kesabaran Orangtua

Tidak semua anak hiperaktif itu menderita ADHD

Tabanan, IDN Times - ADHD atau attention deficit hyperactivity disorder adalah gangguan mental yang menyebabkan anak sulit memusatkan perhatian, serta memiliki perilaku impulsif dan hiperaktif.  Namun ternyata tidak semua perilaku anak yang hiperaktif itu dikatakan ADHD.

Orangtua harus jeli melihat penyebab anak menjadi hiperaktif. Namun penanganan anak yang hiperaktif maupun ADHD tetap sama, yaitu perhatian, kesabaran dan pengertian dari orangtua. Sehingga kasus ibu rantai anak di Tabanan, tidak terjadi lagi untuk kedua kalinya.

Baca Juga: Tabanan Kini Ada Layanan Terapi Anak Kebutuhan Khusus

1. Kasus anak hiperaktif ada yang kondisi ringan hingga parah

Cara Menangani Anak Hiperaktif, Perlu Kesabaran OrangtuaIlustrasi anak dengan ADHD (unsplash.com/Jerry Wang)

Tema Insani Konsultan Psikologi di Tabanan, Ni Ketut Jeni Adhi mengatakan, kondisi anak yang hiperaktif ada yang ringan dan ada yang parah. Meski demikian tidak semua anak yang hiperaktif dikatakan ADHD.

"Kita harus lihat dulu apakah anak ini hiperaktifnya di rumah saja atau di semua lingkungan seperti di sekolah. Kalau hanya di rumah, harus dilihat dulu sumber masalahnya. Apakah anak kurang perhatian atau ada hal yang dia inginkan tetapi tidak dituruti," ujar Jeni.

Terkadang ada anak yang hiperaktif karena ia memiliki energi yang besar. Sehingga orangtua harus tahu cara yang tepat dan positif untuk menyalurkan energi besar ini.

"Sesuaikan dengan hobi si anak. Jika energinya besar arahkan ia untuk bermain bola atau sesuatu kegiatan yang bisa menyalurkan energinya ini," jelas Jeni.

Jikalau anak hiperaktif tidak hanya di rumah, dan cenderung destruktif dan tidak bisa dinasehati, tentu sang anak harus menjalani pemeriksaan lebih lanjut oleh ahlinya untuk mendapatkan terapi dan pengobatan yang tepat.

2. Orangtua menjadi cermin anak hiperaktif menjadi cenderung destruktif

Cara Menangani Anak Hiperaktif, Perlu Kesabaran OrangtuaAnak tantrum (pexels.com/id-id/keira-burton)

Jeni melanjutkan ketika anak menunjukkan sikap aktif yang tidak mau diam dan cenderung nakal, cara orangtua menegurnya pun bisa menjadi hasil timbal balik perilaku anak tersebut ke depan.

Dicontohkan Jeni, ada anak yang aktif hingga naik-naik tembok. Apabila ditegur dengan cara dibentak, akan berdampak munculnya reaksi destruktif juga.

"Meski mereka tidak bisa membalas secara verbal, teguran yang keras akan mereka balikkan menjadi tingkah laku nakal seperti merusak atau melempar barang. Intinya orangtua yang suka membentak dan memukul, akan ditiru oleh anak tersebut," ujarnya.

Menurut Jeni ketika anak berbuat salah, orangtua bisa menegurnya dengan cara yang sopan dan baik serta jelaskan dampak apa  yang timbul dari perbuatannya dan harus dipahami anak. "Orangtua juga harus sadar apakah kebutuhan anak terutama kasih sayang terpenuhi. Mengetahui apa yang dibutuhkan anak, apakah dia perlu perhatian, pujian atau benda menarik yang ia perlukan," jelas Jeni.

Memperhatikan kekurangan-kekurangan ini penting untuk mencari sumber masalah kenapa anak sampai nakal, hiperaktif dan impulsif. "Jika kekurangan ini ditemukan dan dipenuhi tentunya anak juga akan lebih mudah didekati dan lebih mudah dinasehati," ujar Jeni.

3. Nasehati anak saat kondisi mood yang baik

Cara Menangani Anak Hiperaktif, Perlu Kesabaran Orangtuailustrasi menasehati anak (pexels.com/@August-de-Richelieu)

Tentu memang tidak mudah memberitahu anak terutama jika anak hiperaktif. Kesabaran orangtua tentu punya batasan berbeda. Meski demikian kata Jeni, bukan berarti anak-anak ini diberitahu dengan cara yang kasar seperti dibentak atau dipukul. "

Ada satu hal yang sering luput dari orangtua ketika menegur anak. Mereka tidak melihat kondisi mood anak," ujar Jeni.

Anak dalam  kondisi lapar, lelah, atau mengantuk cenderung emosinya meninggi. "Sehingga perlu melihat mood anak.  Ajak dia berbicara dan nasehati dia saat kondisi mood-nya baik, perut penuh dan tidak mengantuk. Anak dalam kondisi ini akan mudah menerima afirmasi positif," jelas Jeni.

Ketika anak tantrum dan tidak bisa dikendalikan, orangtua bisa mundur sedikit ke belakang ketika kesabaran mencapai batas. "Kita tinggalkan anak sebentar setelah melihat kondisi sekeliling anak aman. Biarkan dia tantrum sampai kondisi tenang lalu ajak bicara. Orangtua juga perlu mundur sebentar untuk bisa mengembalikan kesabarannya," ujar Jeni.

Dengan kesabaran dan kasih sayang tentunya anak menjadi lebih bisa dinasehati dan tentunya mencontoh kesabaran yang ditunjukkan orangtuanya.

Baca Juga: Buah Hati Derita ADHD Ternyata Memiliki IQ Tinggi Dibanding Anak Lain

Topik:

  • Ita Lismawati F Malau

Berita Terkini Lainnya