Budaya Bawa Tumbler di Bali, Tapi Lokasi Isi Ulang Air Belum Memadai

Denpasar, IDN Times - Larangan kemasan air minum di bawah satu liter,telah tertuang dalam Surat Edaran (SE) Nomor 09 Tahun 2025 Tentang Gerakan Bali Bersih Sampah. Berbagai elemen masyarakat seperti pegiat lingkungan merespon larangan ini. Direktur Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) Bali, Catur Yuda Hariyani, mengatakan larangan kemasan air minum di bawah satu liter harus seiring dengan ketersediaan lokasi isi ulang air minum.
“Saya berharap pemerintah segera menyediakan pusat-pusat refill (isi ulang) air agar masyarakat mudah menjangkaunya. Ada larangan, ada solusi,” kata Catur.
Larangan kemasan air di bawah satu liter, dan budaya bawa tumbler harus sejalan dengan solusi melalui pusat-pusat pengisian air. Lalu, bagaimana budaya bawa tumbler berjalan dalam sebuah festival kesenian? Berikut cerita selengkapnya.
1. Hanya 2,2 persen pengunjung tercatat membawa tumbler sendiri

Budaya bawa tumbler belum terserap sepenuhnya di masyarakat yang mengunjungi Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-47 di Art Center, Kota Denpasar. Berdasarkan catatan Relawan Kebersihan inisiasi Merah Putih Hijau (MPH), PPLH Bali, PlastikDetox, dan Mai Milah hanya 2,2 persen pengunjung tercatat membawa botol minum atau tumbler sendiri.
Sebanyak 148 orang relawan terlibat sebagai Relawan Kebersihan PKB, dan aktif mengedukasi pengunjung. Dari catatan mereka, ada 3 jenis tempat pemilahan sampah yang tersebar di 20 titik Taman Budaya. Selama 29 hari pelaksanaan PKB di Taman Budaya tercatat penurunan volume sampah sebesar 62 persen dibandingkan dengan tahun 2024. Sementara, volume timbulan plastik hanya 12 persen, mengalami penurunan sebesar 65 persen dibanding 2024.
Sebanyak 225,2 kilogram sampah anorganik dikelola dan disalurkan ke Bank Sampah Desa Sumerta Kelod sampai tanggal 18 Juli 2025. Namun, sampah organik ada peningkatan dibandingkan tahun lalu, karena meningkatnya jumlah tenant kuliner yang menyajikan makanan dan minuman tradisional menggunakan daun pisang.
2. Cerita relawan kebersihan, harus sabar menghadapi berbagai karakter pengunjung dan tenant
Selain mengedukasi pengunjung, para relawan berupaya mencegat pengunjung yang membawa plastik kresek dan langsung edukasi di tempat. Relawan juga mengedukasi seniman dan kelompok kesenian mengenai pengelolaan dan tanggung jawab atas sampah yang dihasilkan selama pertunjukan.
Seorang relawan kebersihan, Ni Made Natih Mayliana Pradnya, bercerita pengalaman relawan ini memperkaya pengetahuannya tentang pengelolaan sampah, dan ingin membagikan metode edukasi ini di sekolah. Meskipun bersemangat selama menjadi relawan, Natih tak menampik ada kesulitan saat menghadapi berbagai karakter pengunjung dan tenant.
"Kami harus siap mental karena berinteraksi dengan orang yang tidak dikenal dan dengan berbagai karakter. Ada yang langsung memahami, namun tidak sedikit pula yang menolak atau bahkan menunjukkan sikap kurang responsif,” ujar Natih.
3. Ajak masyarakat pilah sampah dengan cara menyenangkan
Tidak hanya mengedukasi dari satu pengunjung ke pengunjung lainnya, relawan juga memberikan edukasi dan inovasi pengelolaan sampah dengan bermain Games Memilah Sampah. Eco4Shore mengembangkan gim format daring menggunakan platform Scratch dengan mekanisme pemilahan yang mereplikasi sistem di PKB, yaitu pembagian sampah menjadi organik, anorganik, dan residu.
Sementara, format luring gim menggunakan Papan Edukasi Tanya Jawab yang terbuat dari bahan daur ulang, memanfaatkan kalender bekas, dan sisa kertas proyek. Kedua gim ini mempermudah relawan selama mengedukasi pengunjung secara informatif dan menyenangkan.
Direktur Program Merah Putih Hijau sekaligus Koordinator Relawan Pengelolaan Sampah, Hermitianta Prasetya, mengatakan kegiatan relawan ini sebagai sarana anak muda berpartisipasi dalam kegiatan pilah sampah.
"Kami sangat bangga dengan dedikasi para relawan. Mereka adalah bukti nyata bagaimana peran anak muda sangat membantu tugas sosialisasi dan perubahan perilaku," ujar Hermitianta.