THR Jadi Isu Sensitif di Bali, Pengusahanya Ngos-ngosan Bayar

Kamu kerja di Bali gak? Share pengalamannya ya

Badung, IDN Times - Pandemik selain menimbulkan risiko kesehatan, juga berdampak kepada sosial ekonomi masyarakat. Satu di antaranya Tunjangan Hari Raya (THR). Kondisi pandemik membuat sejumlah pengusaha menghentikan proses produksinya hingga melakukan pemecatan karyawan. Sehingga banyak dari para pekerja yang dulunya bisa mendapatkan THR menjelang hari raya, kini harus kehilangan semua itu.

Bali menjadi wilayah yang terpukul keras dengan dampak ini. Pasalnya sudah sejak puluhan tahun perekonomian di Pulau Seribu Pura ini ditopang dari kegiatan pariwisata. Sementara pandemik COVID-19 membuat sejumlah negara, tak terkecuali Indonesia, menutup akses bagi warga negaranya untuk bepergian sampai sekarang. Tentu kunjungan wisatawan ke Bali menjadi nol.

Apakah para pekerja yang masih dipekerjakan oleh perusahaannya tetap mendapatkan THR? Berikut hasil wawancara IDN Times terkait THR, yang diungkapkan oleh beberapa pihak di wilayah Kabupaten Badung.

Baca Juga: Pekerja Tekstil di Bali: Maklum, THR Saya Hanya 25 Persen

1. THR adalah isu yang sangat sensitif. GM hotel di Bali enggan komentar

THR Jadi Isu Sensitif di Bali, Pengusahanya Ngos-ngosan BayarIDN Times

IDN Times menghubungi seorang General Manager hotel di kawasan Kuta Utara, untuk menanyakan terkait pencairan THR. Namun ia enggan memberikan tanggapan karena mengaku ini terlalu sensitif.

“Nggak berani ngasih statement buat THR ini. Karena isu yang sangat sensitif namun semua dapat THR sesuai dengan hari raya masing-masing,” ungkap dia dan meminta namanya tidak disebutkan.

IDN Times lalu mencoba menanyakan "Apakah perusahaan di wilayah Kabupaten Badung tetap dan mampu membayarkan THR?" ke Kepala Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja Kabupaten Badung, Ida Bagus Oka Dirga. Namun pertanyaan tersebut belum mendapatkan respon, pada Jumat (30/4/2021) kemarin.

Baca Juga: Jadwal Pembayaran THR untuk PNS dan Swasta, Siap-siap Cek Rekening Ya

2. THR tetap dibayarkan meskipun ngos-ngosan

THR Jadi Isu Sensitif di Bali, Pengusahanya Ngos-ngosan Bayarilustrasi keuangan (IDN Times/Mela Hapsari)

Founder sekolah anak berkebutuhan khusus bernama Focus Learning Support Center di Central Parkir Kuta, Dwi Ana Muji Lestari, menyampaikan pihaknya tetap memberikan THR kepada 11 orang tenaga pendidik. Ia berharap tidak ada kendala selama pembayarannya, dan terus mengupayakan agar hak para pekerja ini bisa dipenuhi. Besarannya tetap sesuai peraturan, yaitu satu kali gaji pokok.

“Masih. Memang pandemik masih slow, kami tetap ngasih THR. Desember lalu juga yang Nasrani. Tapi dari segi income memang slow. Tapi kami mengusahakan,” ungkapnya.

Kondisinya saat ini ia ungkapkan masih running. Maksudnya, masih ada murid-muridnya, tetapi dari pihak orangtua banyak yang mengajukan penurunan Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP).

“Banyak minta diskon. Pendidik kami dari berbagai kepercayaan. Desember lalu ngos-ngosan karena 70 persen pendidik kan Nasrani. Yang banyak (Memberi THR) Desember. (Muslim) tiga orang saja. Mudah-mudahan nggak ada kendala,” tuturnya.

3. Pekerja swasta bersyukur tetap dapat THR meskipun dalam kondisi pandemik

THR Jadi Isu Sensitif di Bali, Pengusahanya Ngos-ngosan Bayarilustrasi mesin ATM (Pixabay.com/jarmoluk)

Seorang pekerja swasta di Bali, Sinta Lestari, mengaku mendapatkan THR menjelang lebaran meskipun dirinya pemeluk Agama Hindu. Pada tahun-tahun sebelumnya, THR diberikan pada H-3 atau H-2 menjelang lebaran.

“Lancar, tahun lalu COVID-19 juga dapat. Semoga saja tahun ini tetap dapat,” harapnya.

Begitu pula pekerja swasta lainnya, Rizky, yang tetap mendapatkan THR dari kantornya. Besaran satu kali gaji tersebut ia gunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Yakni kebutuhan istri, anak, dan orangtuanya.

“Kalau THR, Alhamdulillah aku dapat. Syukurnya masih kami dapatkan THR dari kantor,” ungkapnya.

4. Korek-korek tabungan untuk hari raya

THR Jadi Isu Sensitif di Bali, Pengusahanya Ngos-ngosan BayarIlustrasi tabungan (IDN Times/Umi kalsum)

THR menjadi momen yang paling ditunggu-tunggu oleh para pekerja. Besarannya yang mencapai satu kali gaji pokok tersebut sangat membantu untuk memenuhi kebutuhan hari raya, terlebih pada saat pandemik COVID-19. Namun tidak semuanya menerima hak itu. Mereka yang merantau dan harus bertahan tanpa pekerjaan merasa kewalahan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Rosyid adalah seorang perantau dari Kabupaten Lamongan. Ia merantau ke Bali pada tahun 2018. Ia hanya freelancer dan tidak memiliki gaji tetap. Meski demikian ia beruntung mendapatkan tunjangan prestasi sebesar Rp1,2 juta dari tempatnya bekerja.

Rosyid merasa berat untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya selama pandemik, apalagi menjelang Idulfitri. Ia sendiri telah menikah dan memiliki seorang anak perempuan yang masih balita.

“Nggak dapat, hanya dapat uang tunjangan prestasi. Jelas pusinglah. Keluar uang banyak, tapi nggak dapat THR. Ya akhirnya utang dong. Untuk kebutuhan hari raya akhirnya ya korek-korek tabungan. Tabungan habis, nggak punya simpanan lagi,” katanya, Jumat (30/4/2021).

5. Inilah hukuman untuk perusahaan yang tidak membayarkan THR kepada para pekerja:

THR Jadi Isu Sensitif di Bali, Pengusahanya Ngos-ngosan Bayarpexels.com/Fauxels

Sekadar diketahui, pemerintah telah menyiapkan hukuman bagi perusahaan yang tidak membayarkan THR  sesuai peraturan perundang-undangan. Yaitu berupa sanksi denda dan administratif apabila terbukti tidak membayarkan THR sesuai besaran serta waktu yang telah diatur. Sanksi administratif yang dimaksud adalah berupa teguran tertulis pembatasan kegiatan usaha, penghentian sementara sebagian atau seluruh alat produksinya, hingga pembekuan kegiatan usaha.

"Ada denda jika tidak mampu membayar sesuai dengan ketentuan waktu dan besarannya, yakni sebesar lima persen dari akumulasi nilai THR yang harus dibayarkan pengusaha," jelas Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), Ida Fauziyah, dalam Forum Merdeka Barat 9, Senin (26/9/2021).

Ida sendiri telah mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor M/6/HK.04/IV/2021 Tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya Keagamaan Tahun 2021 bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan, pada 12 April 2021. Ia mengingatkan kepada para pengusaha supaya membayarkan THR selambat-lambatnya sehari atau H-1 menjelang Hari Raya Idulfitri.

Artinya, THR harus sudah dibayarkan paling lambat 12 Mei 2021 dengan asumsi Idulfitri jatuh pada tanggal 13 Mei 2021. Namun kebijakan pembayaran paling lambat H-1 lebaran ini hanya boleh dilakukan oleh perusahaan yang belum pulih sepenuhnya akibat pandemik COVID-19.

"Memang masih ada perusahaan yang menyampaikan ketidakmampuan membayarkan THR akibat pandemik. Nah ini kami kasih relaksasi pembayarannya paling lambat H-1 lebaran, ini sudah disepakati," jelasnya.

Topik:

  • Irma Yudistirani

Berita Terkini Lainnya