Fakta Sidang Terdakwa Pelecehan WNA Jepang, Ipung: Penuh Keistimewaan

Menurut kalian adil nggak?

Denpasar, IDN Times – Persidangan kasus terdakwa anak berkewarganegaraan Jepang berinisial FS (17), yang terjerat tindak pidana kejahatan seksual dengan melakukan pelecehan anak di bawah umur dinilai tidak memberikan keadilan bagi pihak korban dan anak-anak Indonesia lainnya.

Pasalnya sejak pelimpahan tahap 2 dari kepolisian ke kejaksaan, disinyalir ada perlakukan istimewa. Dugaan yang dilontarkan oleh pihak kuasa hukum korban ini bukan tanpa alasan. Temuan apa yang menguatkan dugaan adanya pengistimewaan terhadap terdakwa?

Baca Juga: Cara Pelimpahan WNA Jepang Pemerkosa Anak di Bali Dikritik, Mengapa?

1. Kuasa hukum korban ungkap tuntutan JPU kepada terdakwa anak yang berkewarganegaraan Jepang manis

Fakta Sidang Terdakwa Pelecehan WNA Jepang, Ipung: Penuh KeistimewaanAdvokat sekaligus Pemerhati Anak, Siti Sapurah alias Ipung tanggapi soal penanganan kasus NY oleh Polresta Denpasar. (IDN Times/Ayu Afria)

Kuasa Hukum korban, Siti Sapurah, yang kerap disapa Ipung, mengungkapkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang perkara kekerasan seksual ini menambah pukulan bagi dirinya, aparat penegak hukum di Indonesia, serta korban-korban anak Indonesia. Terdakwa hanya dituntut 2 tahun penjara dan 3 bulan kerja sosial.

“Tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) luar biasa manis buat dia. Bukan manis buat korban. Bukan manis untuk anak Indonesia. Dua tahun penjara, 3 bulan kerja sosial. Tanpa denda,” ungkapnya.

Adanya sinyal dugaan “pengistimewaan” terdakwa ini, diungkap Ipung telah dicurigai sejak awal mulai tahap 2 pelimpahan yang dilakukan secara daring pada Selasa (29/11/2022). Pihaknya kemudian mempertanyakan pengistimewaan terdakwa ini apakah juga pernah dilakukan terhadap terdakwa anak Indonesia.

“FS mendapat perlakuan yang istimewa. Pelimpahan dan hanya menyerahan berkas dan anak terdakwa di sini hanya lewat daring. Saya tidak menuduh ya apakah ada sesuatu di belakang layar, tapi saya menduga,” ungkapnya.

2. Hanya pihak korban yang diminta hadir ke pengadilan. Terdakwa dan saksi sidang secara online

Fakta Sidang Terdakwa Pelecehan WNA Jepang, Ipung: Penuh KeistimewaanTerdakwa anak WN Jepang berinisial FS pelaku kejahatan seksual. (Dok.IDN Times/istimewa)

Persidangan kasus kekerasan seksual atas peristiwa yang terjadi pada Sabtu (5/11/2022) di salah satu cafe di Jimbaran, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung, ini dimulai pada 6 Desember 2022 secara daring. Sinyal pengistimewaan terdakwa anak WNA ini kembali terbaca oleh Ipung. Ia mengatakan bahwa sidang dilakukan secara daring, namun meminta kliennya alias korban dan keluarga datang ke Pengadilan Negeri Denpasar. Sementara terdakwa anak dan saksi-saksi lainnya melalui daring.

“Sidang online, padahal tidak ada alasan pembenar pandemik, tidak ada alasan. Apalagi sidang anak kan tertutup untuk umum. Tidak ada orang yang melihat. Kenapa juga sidang online. Lebih parah lagi korban dan keluarga korban dihadirkan di ruangp sidang. Sedangkan anak pelaku tidak. Dan saksi-saki yang lain pun semua lewat online. Adil tidak buat Indonesia? Tentu saya katakan tidak,” jelasnya.

3. Pihak terdakwa keberatan kehadiran kuasa hukum korban dalam sidang

Fakta Sidang Terdakwa Pelecehan WNA Jepang, Ipung: Penuh KeistimewaanIlustrasi pengadilan. (IDN Times/Sukma Shakti)

Ipung mengaku kehadirannya mendampingi korban saat sidang di Pengadilan Negeri Denpasar juga dianggap oleh pihak terdakwa sebagai hal yang memberatkan. Dengan alasan bahwa perannya sudah digantikan oleh JPU.

Sementara kehadiran Ipung mendampingi korban juga untuk memastikan keadilan bagi kliennya, dan jalannya proses persidangan yang jauh dari propaganda dan permainan.

“Saya sebagai kuasa hukum korban yang diberikan kuasa oleh keluarga korban dilarang atau dianggap oleh pengacara terdakwa keberatan atas hadirnya pengacara korban (dalam sidang). Alasannya kan sudah digantikan posisinya oleh jaksa. Lho?” ungkap Ipung.

4. Tuntutan JPU jauh di bawah minimal ancaman penjara

Fakta Sidang Terdakwa Pelecehan WNA Jepang, Ipung: Penuh KeistimewaanIlustrasi napi di penjara (IDN Times/Mardya Shakti)

Kaitannya dengan tuntutan, Ipung menilai tuntutan yang disampaikan JPU jauh dari minimal sanski yang mengancam pelaku. Di mana dengan penerapan pasal 81 ayat 2 UU RI Nomor 17 Tahun 2016 memiliki minimal tuntutan 5 tahun penjara dan maksimal 15 tahun penjara.

“Kenapa bisa menuntutnya bisa 2 tahun 3 bulan kerja sosial. Lho kok harus jaksanya yang mematok di bawah minimal? Terus hakimnya mutus berapa? Harusnya kan hakim yang memutuskan separuh dari ancaman orang dewasa. Lho kok Jaksa jadi pengacaranya terdakwa di sini. Tentu saya keberatan. Sepertinya JPU yang menangani persidangan ini perlu belajar tentang Undang-undang perlindungan anak dan sistem peradilan pidana anak, supaya nggak salah,” ungkapnya.

Sementara itu, JPU dalam sidang ini Ni Putu Widyaningsih, saat dihubungi pada Kamis (8/12/2022) sore membenarkan bahwa terdakwa dituntut di bawah minimal ancaman hukuman pasal yang didakwakan. Namun kemudian pihaknya enggan memberikan penjelasan lanjutan.

“Ngih, tuntutannya dua tahun penjara dan pelatihan kerja selama 3 bulan,” jawabnya.

Topik:

  • Ni Ketut Sudiani

Berita Terkini Lainnya