Walhi: Dampak Alih Fungsi Lahan Mulai Dirasakan Warga Bali

Bencana alam parah melanda sejumlah kabupaten

Denpasar, IDN Times – Dalam beberapa hari terakhir, sejumlah kabupaten di Provinsi Bali terdampak banjir bandang. Kabupaten dengan dampak terparah adalah Jembrana. Kabupaten ini merupakan titik awal dibangunnya proyek strategis nasional jalan tol yang digadang-gadang akan selesai pada 2024 mendatang.

Adanya bencana alam akibat cuaca ekstrem yang menyebabkan banjir serta tanah longsor di berbagai daerah di Bali disoroti oleh Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Bali, pada Selasa (18/10/2022).

Baca Juga: 322 Orang Korban Banjir di Jembrana Mengungsi, Dibangun 2 Dapur Umum

1. Soroti alih fungsi lahan untuk pembangunan infrastruktur

Walhi: Dampak Alih Fungsi Lahan Mulai Dirasakan Warga BaliWALHI Bali. (Dok.IDN Times/WALHI Bali)

Direktur WALHI Bali, Made Krisna Dinata, mengungkapkan bahwa bencana alam ini terjadi akibat alih fungsi lahan di Provinsi Bali, yakni pembangunan infrastruktur yang kemudian merusak lingkungan. Faktor ini termasuk menjadi penyebab dominan terjadinya bencana seperti banjir dan tanah longsor. Pihaknya menilai bahwa bencana ini menunjukkan upaya pengendalian pemanfaatan ruang di Bali sangat kurang dari sistem drainase.

“Alih fungsi lahan mengakibatkan perubahan iklim dan kenaikan suhu permukaan bumi dalam peningkatan tingginya curah hujan di berbagai lokasi sehingga sangat berpotensi terjadinya bencana banjir dan tanah longsor di berbagai daerah di Bali,” ungkapnya.

Proyek Jalan Tol Gilimanuk-Mengwi dan Terminal LNG di kawasan Mangrove misalnya, disebut akan membawa Bali pada bencana yang lebih serius.

2. Terjadi kesenjangan data milik WALHI dan Pemerintah

Walhi: Dampak Alih Fungsi Lahan Mulai Dirasakan Warga BaliIlustrasi Kawasan Mangrove di Bali. (IDN Times/Ayu Afria)

WALHI menyoroti adanya proyek pembangunan Jalan Tol Gilimanuk-Mengwi yang juga merupakan proyek yang turut andil dalam alih fungsi lahan. Dalam data temuan mereka, terdapat 480,54 hektare persawahan yang terancam hilang akibat terkena trase tol.

Selain itu pembangunan Jalan Tol Gilimanuk-Mengwi ini akan menerabas 98 titik subak.  Jika lahan pertanian dan subak hilang, maka merusak sistem irigasi hidrologis alami yang dapat menjaga volume air dari hulu ke hilir, sehingga mempercepat terjadinya banjir.

“Hal ini tentunya akan mendekatkan Bali pada perubahan iklim yang lebih signifikan dan bencana yang lebih serius,” ungkapnya.

Walhi: Dampak Alih Fungsi Lahan Mulai Dirasakan Warga BaliIlustrasi jalan Tol (ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah)

Gubernur Bali, I Wayan Koster, pada Maret 2022 lalu, mengungkapkan bahwa proyek Jalan Tol Gilimanuk-Mengwi akan dibangun mulai tahun 2022. Ia mengaku pembangunan jalan Tol Gilimanuk-Mengwi memang mengorbankan lahan. Namun luasannya tidak sebesar data yang dikantongi WALHI Bali.

Pembangunan tol ini diungkap akan membebaskan 1.100 hektare lahan, yang sebagian besar merupakan ladang, bukan persawahan. Keberadaan subak diklaim tidak terganggu karena akan dibuatkan saluran khusus untuk alirannya.

“Kami sudah memperhitungkan semuanya. Kami tidak bodoh-bodoh amat. Kita kan sekolahan,” ungkap Wayan Koster saat itu.

Untuk diketahui, bahwa rencana pembangunan Tol Gilimanuk-Mengwi dimulai pada tahun 2022 dan selesai pada 2024 mendatang. Rencana pengoperasiannya akan dilakukan pada bulan November 2024.

Proses pembangunan Tol Gilimanuk-Mengwi ini terbagi menjadi 3 seksi, di antaranya:

  • Seksi I: Jalur Gilimanuk-Pekutatan sepanjang 54,749 km
  • Seksi II: Jalur Pekutatan-Soka sepanjang 23,175 km
  • Seksi III: Jalur Soka-Mengwi sepanjang 18,920 km

3. Bali ke depannya akan mengalami krisis iklim

Walhi: Dampak Alih Fungsi Lahan Mulai Dirasakan Warga BaliBanjir di Kabupaten Jembrana. (Dok.IDN Times/Basarnas Bali)

Dalam acara yang dimoderatori oleh Sekjend Organisasi Gerakan Mahasiswa Front Demokrasi Perjuangan Rakyat (Frontier) Bali, Anak Agung Surya Sentana, disebutkan bahwa Walhi juga menilai dengan adanya proyek-proyek yang mengorbankan hutan dan sawah, tentunya semakin memicu potensi buruk bagi keberlangasungan iklim. Kondisi ini akan mengurangi daya dukung Bali dalam memitigasi bencana.

Ia mencontohkan, dengan adanya pembangunan Terminal LNG di kawasan mangrove, dan pesisir Sanur, tentu akan memperburuk mitigasi bencana Bali. Mangrove memiliki fungsi vital dalam memitigasi bencana. Namun dengan adanya rencana pembangunan Terminal LNG di kawasan mangrove Tahura Ngurah Rai, yang akan membabat 14,5 hektare mangrove, justru akan menimbulkan dampak yang buruk.

“Ke depanya Bali mengalami krisis iklim. Adanya pembangunan Terminal LNG yang akan dilakukan di kawasan mangrove, tentunya akan berkontribusi terhadap alih fungsi lahan. Hal ini akan memperparah kondisi perubahan iklim dan tentunya berpotensi menimbulkan bencana yang lebih serius. Terlebih mangrove sangat memiliki fungsi yang amat signifikan untuk memitigasi perubahan iklim," tegas Bokis.

Topik:

  • Ni Ketut Sudiani

Berita Terkini Lainnya