Bali Saksi Bom Bunuh Diri, Namun Tak Ada Deradikalisasi

Ground Zero jadi monumen saksi bisu tragedi Bom Bali 1 dan 2

Denpasar, IDN Times – Bali memiliki sejarah yang lekat dengan terorisme, karena pernah menjadi lokasi teror bom bunuh diri pada tahun 2002 dan 2005. Kejadian tersebut kemudian diperingati setiap tahunnya. Lekat dengan cerita terorisme, Bali kemudian membangun monumen Ground Zero yang diresmikan pada 13 Oktober 2004, sebagai peringatan dua kejadian besar tersebut. Kepolisian Daerah (Polda Bali) juga membangun museum Terorisme. Bagaimana situasi di Bali saat ini?

Baca Juga: Penyintas Bom Bali: Berisiko Lepas Napi Terorisme Rapor Merah

1. Lapas Bali tidak memiliki program pembinaan

Bali Saksi Bom Bunuh Diri, Namun Tak Ada DeradikalisasiKa Kanwil Kemkumham Bali mengunjungi Lapas Kelas II A Kerobokan (IDN Times/Ayu Afria)

Kepala Divisi Lembaga Pemasyarakatan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Bali, Gun Gun Gunawan, mengatakan lembaga pemasyarakatan di Bali hingga saat ini tidak memiliki program deradikalisasi.

“Lapas di wilayah Bali sampai dengan saat ini belum memiliki program deradikalisasi. Dimana program deradikalisasi yang menjadi leading sektornya BNPT,” ungkap Gun.

Senada Kepala Lapas Kelas II A Kerobokan, Fikri Jaya Soebing, yang dikonfirmasi pada Minggu (18/12/2022) menyatakan di Lapas kerobokan tidak ada napi terorisme, maupun pembinaan deradikalisasi. Pembinaan dilakukan secara umum di antaranya kerohanian dan kemandirian berupa pelatihan-pelatihan ketrampilan bagi Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP).

"Nggak ada," katanya singkat.

2. Sistem peradilan pidana tidak membuat teroris jera

Bali Saksi Bom Bunuh Diri, Namun Tak Ada DeradikalisasiIlustrasi teroris (IDN Times/Mardya Shakti)

Petrus Reinhard Golose dalam bukunya yang berjudul Deradikalisasi Terorisme Edisi ketiga 2014, menjelaskan terorisme tidak bisa dihadapi hanya dengan penegakan hukum, namun harus dicari solusi yang mendasar dan sampai ke akar rumput. Fenomena ini diungkap terus bertumbuh di Indonesia. Ia sendiri telah 12 tahun terlibat dalam penanggulangan terorisme secara terus menerus.

Mantan Kapolda Bali dua periode ini juga mengungkapkan, sudah banyak kesuksesan bahkan paling sukses di dunia dalam hal penegakan hukum terhadap pelaku teror oleh Polri. Namun proses sistem peradilan pidana, diakuinya tidak membuat para teroris jera. Bahkan beberapa napi teroris masih melakukan tindak pidana yang sama.

Deradikalisasi, merupakan upaya yang dapat dilakukan untuk menteralisir paham radikal dan terorisme di Indonesia. Dalam buku tersebut diungkap, bahwa deradikalisasi diwujudkan dalam program yang memiliki kesamaan karakteristik di beberapa negara, di antaranya:

  • Pelibatan dan kerjasama dengan masyarakat umum
  • Pelaksanaan program khusus dalam penjara
  • Program pendidikan
  • Pengembangan dialog lintas budaya
  • Pengupayaan keadilan sosial dan ekonomi
  • Kerjasama global dalam penanngulangan terorisme
  • Pengawasan terhadap cyber terrorism
  • Perbaikan perangkat perundang-undangan
  • Program rehabilitasi
  • Pengembangan dan penyebaran informasi baik regional
  • Pelatihan serta kualifikasi agen yang terlibat dalam melaksanaan kebijakan kontra radikalisasi.

3. Menumbuhkan kesadaran napi bahwa pemahamannya keliru

Bali Saksi Bom Bunuh Diri, Namun Tak Ada DeradikalisasiIlustrasi bom. IDN Times/Mardya Shakti

Dalam bukunya, Golose menyebutkan penanganan terorisme di Indonesia sudah menerapkan program deradikalisasi. Program tersebut dilaksanakan karena adanya inisiatif Polri serta perintah langsung dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kala itu. Yakni meningkatkan gerakan penangkalan, pencegahan, serta pemberantasan berbagai kejahatan terutama terorisme. Program tersebut dilakukan secara khusus oleh Satuan Tugas Bom Polri (Satgas Bom Polri).

Polri sejak tahun 2000 telah banyak melakukan penangkapan terhadap pelaku kasus teror. Angka penangkapan semakin banyak, karena yang dihadapi oleh jajaran penegak hukum adalah jaringan ideologi radikal. Golose menyimpulkan, bahwa penangkapan demi penangkapan tidak akan mampu menanggulangi masalah terorisme secara keseluruhan. Penanganan terorisme dengan pendekatan kekerasan tidak akan pernah berhasil untuk mengatasi kejahatan terorisme, karena para pelakunya sudah siap untuk menghadapi kekerasan bahkan kematian.

Program deradikalisasi tidak hanya ditujukan kepada napi terorisme, akan tetapi juga tersangka terorisme, keluarga napi terorisme dan tersangka, anggota organisasi teroris yang belum terlibat aksi teror, para simpatisan, dan masyarakat luas.

“Penting bagi napi untuk menyadari kekeliruan ideologi yang dianutnya selama ini. Dengan menyadari kesalahan-kesalahan tersebut seorang napi kiranya melakukan refleksi dan bersedia mengubah pemahamannya ke arah yang benar sehingga di kemudian hari napi tidak akan mengulangi perbuatan teror.”

Topik:

  • Irma Yudistirani

Berita Terkini Lainnya