TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Warga Pendatang Diminta Lapor Jika Pecalang Minta Uang KTS

Setelah Kipem dinyatakan pungli, sekarang terbitlah KTS

Ilustrasi Memberi dan Menerima Uang. (IDN Times/Aditya Pratama)

Badung, IDN Times - Kejadian tidak mengenakkan terjadi di wilayah Banjar Umalas Kangin, Desa Kerobokan Kelod, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung, Sabtu (27/3/2023) lalu. Beberapa pecalang mendatangi kamar kos-kosan, dan meminta uang pembayaran atau pungutan Kartu Tinggal Sementara (KTS) kepada para pendatang baik ber-KTP luar Bali maupun luar Kabupaten Badung.

Peristiwa itu kemudian mendapatkan respon dari pihak kepolisian, agar warga berani melaporkan jika terjadi pungutan serupa.

Baca Juga: Filosofi Pecalang, Polisi Adat di Bali

1. Cara bertamu dianggap tidak sopan

ilustrasi pecalang (unsplash.com/Dasha Urvachova)

Seorang pendatang berinisial LT bercerita cara bertamu para pecalang tersebut dinilai tidak sopan. Mereka datang dari pukul 06.00 Wita dan menggedor pintu kamar kos. Sementara LT sendiri baru tidur sekitar pukul 03.00 Wita di hari yang sama.

“Saya kan bukan buronan. Bukan mengetuk pintu, tapi menggedor. Bertamulah yang sopan. Kalau saya tiga kali mengetuk pintu tidak ada jawaban, berarti ya sudah. Ini malah menggedor-gedor pintu. Pokoknya tidak sopan dah,” ungkapnya kesal.

2. Pecalang meminta sejumlah pembayaran dengan alasan KTS

ilustrasi uang pribadi (pexels.com/Karolina Grabowska)

LT keluar untuk menemuinya. Para pecalang mengatakan akan melakukan pengecekan administrasi, dan meminta penghuni kos menunjukkan KTP serta bukti lapor tinggal. Hingga berujung meminta uang Rp100 ribu per tiga bulan bagi pendatang ber-KTP luar Bali. Sementara bagi pendatang ber-KTP luar Badung dikenakan biaya Rp100 ribu per enam bulan.

Uang itu kemudian dimasukkan ke dalam amplop putih. Para pecalang menjanjikan akan memberikan KTS. Namun hingga berita ini ditulis, KTS tersebut tidak kunjung diberikan.

“Memang Bali ini bukan Indonesia ya? Mengapa saya harus bayar pajak tinggal? Dulu Kipem, sekarang ganti rompi KTS. Ini sudah dinyatakan pungli, masih tetap saja,” ungkap LT.

Ilustrasi KTP Elektronik atau E-KTP (IDN Times/Feny Maulia Agustin)

Penghuni kos lain berinisial BR menceritakan hal lain pada saat para pecalang ini datang. Ia menyampaikan pada mereka, bahwa tarikan ini pungli dan dilarang oleh hukum. Namun para pecalang mengintimidasi akan menahan KTP BR jika tidak melakukan pembayaran, dan meminta dirinya mendatangi kantor desa adat setempat.

“Saya dulu sudah berdebat. Saya bilang pungli, tetap saja KTP saya mau ditahan jika saya tidak bayar. Akhirnya saya bayar saja daripada ribut sama mereka,” ceritanya.

Berita Terkini Lainnya