Pewarisan dalam Keluarga, Kunci Bertahannya Bahasa Bali
Komunikasi Ibu dengan anak di rumah sangat penting perannya
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Denpasar, IDN Times – Upaya melestarikan Bahasa Daerah di Indonesia sangat penting dilakukan mengingat banyak bahasa daerah yang disebut telah mengalami kepunahan, khususnya di wilayah Indonesia Timur.
Hal ini disampaikan oleh Dosen Program Studi Sastra Bali, Fakultas Ilmu dan Budaya Universitas Udayana, sekaligus pegiat BasaBali Wiki, I Gde Nala Antara, pada Jumat (17/6/2022) malam.
Ada beberapa status kebertahanan bahasa daerah, di antaranya relatif aman, rentan, mundur, terancam punah, dan sudah punah.
Lalu bagaimana dengan kebertahanan Bahasa Bali saat ini? Gde Nala menyampaikan bahwa menurut penilaian Balai Bahasa, Bahasa Bali masih relatif aman kebertahanannya. Namun di balik situasi ini, ia justru melihat kebertahanan Bahasa Bali malah rentan dan ada mengalami pergeseran di beberapa fungsinya.
Tak mau bernasib serupa, Pemerintah Provinsi Bali kemudian melakukan sejumlah upaya melalui kebijakan-kebijakan yang dirasa memihak kepada pelestarian Bahasa Bali. Apa saja upaya pemerintah dan pihak terkait lainnya dalam pelestarian ini?
Baca Juga: Kuatnya Desa Adat Jadi Benteng Kelestarian Bahasa Bali
1. Kelestarian Bahasa Bali tergantung kesadaran masyarakat
Menurut Gde Nala Antara, sebagai bahasa lokal di Indonesia, keberadaan Bahasa Bali dipengaruhi berbagai faktor internal maupun eksternal. Faktor internal yang ia maksud adalah dalam bahasa itu sendiri. Adanya rasa skeptis dengan menganggap Bahasa Bali sulit dan tidak gaul. Dari beberapa aspek yang mungkin dianggap sulit karena Bahasa Bali secara sociolinguistic memang memiliki tingkatan-tingkatan atau speech level.
“Karena kalau kita berbicara Bahasa Bali, ada tiga aspek yang kita harus bicarakan di dalamnya. Aspek bahasa, aksara, dan sastra,” jelasnya.
Sedangkan faktor eksternal merupakan faktor dari luar bahasa itu sendiri, di antaranya kesadaran ataupun kebanggaan orang Bali terhadap bahasanya yang ia ungkap mulai luntur.
“Sudah mulai mengalami degradasilah kesadarannya,” ungkapnya.
Dalam fungsinya sebagai bahasa komunikasi dalam keluarga masyarakat Bali, menurutnya Bahasa Bali kini sudah mulai bergeser. Adanya faktor kawin campur antara masyarakat Bali dengan masyarakat lainnya, membuat fungsi Bahasa Bali sudah tidak lagi menjadi bahasa komunikasi utama dalam keluarga.
Di samping itu, Bali sebagai tujuan pariwisata dunia dan tidak terpisahkan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan bahasa nasionalnya, juga menjadi faktor eksternal yang memengaruhi kelestarian Bahasa Bali.
“Nah itu juga bisa mendesak keberadaan Bahasa Bali karena semua kan harus menggunakan bahasa nasional, belajar, sekolah, penyampaian apapun kan. Buku-buku pelajaran, siaran televisi, surat kabar. Semua kan berbahasa Indonesia. Walapun ada televisi berbahasa Bali, kan hanya sejam atau setengah jam. Kan seperti itu,” jelas Gde Nala Antara.