Kuatnya Desa Adat Jadi Benteng Kelestarian Bahasa Bali

Apakah semeton juga masih sering menggunakan Bahasa Bali?

Klungkung, IDN Times - Sejumlah tokoh masyarakat menafsirkan bahasa daerah akan mulai ditinggalkan oleh masyarakat, khususnya generasi muda. Seperti yang diungkapkan Raja Keraton Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X, mengutip pendapat Barbara Grimes, yang memprediksi fenomena kepunahan bahasa daerah bisa disebabkan karena penurunan drastis jumlah penutur aktif, ranah penggunaannya semakin berkurang, pengabaian bahasa ibu oleh penutur usia muda, hingga dialek-dialek bahasa kedaerahan yang terancam punah karena tergerus bahasa gaul dan bahasa Indonesia.

Sementara khususnya di Bali, pemerintah maupun masyarakat belum melihat adanya tanda-tanda tergerusnya bahasa daerah. Mengingat saat ini pergaulan di Bali, masih didominasi menggunakan bahasa kedaerahan, termasuk di wilayah perkotaan. Selain itu, masifnya kebijakan pemerintah, memberikan ruang dalam pelestarian Bahasa Bali.

Baca Juga: Gaji Ditunda, Guru Kontrak di Klungkung Gadai BPKB Motor di LPD

1. Bahasa Bali mengakar karena menjadi bahasa pergaulan

Kuatnya Desa Adat Jadi Benteng Kelestarian Bahasa BaliPenyuluh Bahasa Bali di Klungkung saat konservasi lontar. (IDN Times/Wayan Antara)

Gede Wirantara (27), pemuda asal Kota Semarapura, Kabupaten Klungkung, secara pribadi memandang Bahasa Bali untuk saat ini masih mengakar kuat dan tidak ada tanda-tanda akan punah.

“Kalau khususnya Bahasa Bali, saya kira masih mengakar. Apalagi Bahasa Bali masih menjadi bahasa pergaulan yang dominan, termasuk di perkotaan,” ujar Wiranata, Jumat (17/6/2022).

Ia melihat kecenderungan itu karena menurutnya turut dipengaruhi oleh karakter orang Bali yang sejak lahir selalu dekat dan terikat dengan budaya dan desa adat. Secara tidak langsung, hal itu membuat bahasa maupun tradisi di Bali menjadi kuat mengakar.

“Kalau menurut saya ini lah kuatnya desa adat di Bali. Desa adat mengikat warga Bali. Setiap ada kegiatan di desa adat dan bermasyarakat, pasti pakai Bahasa Bali. Sehingga saya rasa, selama desa adat kuat, Bahasa Bali akan sulit tergerus,” ungkap dia.

2. Bulan Bahasa Bali setiap tahun digelar di desa

Kuatnya Desa Adat Jadi Benteng Kelestarian Bahasa BaliIDN Times/Diantari Putri

Mengakarnya budaya dan bahasa daerah juga tecermin dari kebijakan pemerintah daerah dalam pelestarian Bahasa Bali. Pemerintah Provinsi Bali menerbitkan Peraturan Gubernur Bali No 80 tahun 2018 tentang Perlindungan Penggunaan Bahasa, Aksara, dan Sastra Bali serta penyelenggaraan Bulan Bahasa Bali.

Dalam Pergub tersebut, direalisasikan berbagai program untuk melestarikan bahasa dan sastra Bali. Mulai dari wajib penggunaan Aksara Bali pada instansi pemerintahan ataupun swasta di Bali. Termasuk setiap desa adat telah dialokasikan anggaran untuk menyelenggarakan kegiatan Bulan Basaha Bali setiap tahunnya.

“Desa adat saat ini wajib untuk menggelar Bulan Bahasa Bali. Itu sudah dialokasikan anggarannya. Tujuannya tentu untuk melestarikan bahasa dan aksara Bali,” ujar Kepala Dinas Kebudayaan Klungkung, Ida Bagus Jumpung Oka Wedana, Jumat (17/6/2022).

Ada berbagai kegiatan yang digelar saat Bulan Bahasa Bali yang erat kaitannya dengan pelestarian bahasa dan sastra, di antaranya lomba menulis Aksara Bali, lomba bercerita Bahasa Bali, lomba menyanyi berbahasa Bali, lomba geguritan (puisi berbahasa Bali), cecimpedan, dan sebagainya.

“Pesertanya juga dari berbagai kalangan. Mulai dari siswa Sekolah Dasar sampai orang dewasa. Intinya masyarakat di desa itu harus ikut berkontribusi dan berpartisipasi dengan kegiatan ini,” ungkapnya.

3. Penyuluh Bahasa Bali di setiap desa berperan dalam konservasi lontar

Kuatnya Desa Adat Jadi Benteng Kelestarian Bahasa BaliIDN Times/Diantari Putri

Selain itu, di setiap desa di Bali, ada Penyuluh Bahasa Bali yang bertugas untuk membina dan menumbuhkan penggunaan bahasa, aksara, dan sastra Bali, serta memfasilitasi dan menjembatani kebutuhan masyarakat dalam hal pengembangan dan pelestarian bahasa, aksara, dan sastra Bali. Termasuk memotivasi dan mengajak masyarakat mengembangkan bahasa, aksara dan sastra Bali.

“Penyuluh Bahasa Bali ini ditugaskan di setiap desa. Mereka sangat aktif dalam kegiatan peletarian bahasa, aksara, dan sastra Bali,” ujar Ida Bagus Jumpung.

Peran dari Penyuluh Bahasa Bali juga disebut sangat menonjol, yakni melakukan observasi dan konservasi lontar milik masyarakat. Tujuannya tentu untuk merawat karya sastra, yang rata-rata merupakan peninggalan masa lalu.

“Mereka ke desa-desa untuk melakukan konservasi lontar. Jadi lontar yang rata-rata peninggalan, kurang terawat, akan dibersihkan oleh Penyuluh Bahasa Bali. Lontar itu didata dan juga pemilik diberikan tips untuk merawat lontar,” jelasnya.

Topik:

  • Ni Ketut Sudiani

Berita Terkini Lainnya