TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Tak Sesuai Tri Hita Karana, Serikat Pekerja di Bali Tolak Omnibus Law

Omnibus law sangat menghawatirkan di Bali

IDN Times/Ayu Afria Ulita

Denpasar, IDN Times – Setelah sebelumnya melakukan aksi pada 6 Februari 2020 lalu, Federasi Serikat Pekerja Mandiri (FSPM) Regional Bali kembali menggelar aksi damai untuk meminta respon pemerintah terkait dengan tuntutannya. Pihaknya berharap Gubernur Bali bersedia mendengar aksi koalisi masyarakat Bali yang menolak Omnibus Law tersebut diterapkan. Mengapa?

“Kedatangan kami hanya ingin memastikan kembali bahwa Gubernur Bali apakah beliau sudah mengirimkan surat ke pusat, terkait dengan penolakan undang-undang Omnibus Law?” jelas Ida I Dewa Made Rai Budi Darsana, Sekretaris Regional FSPM Bali, Jumat (6/3) pagi di Jalan Raya Puputan Renon, Denpasar.

1. FSPM menyatakan masyarakat Bali menolak keras Omnibus Law karena tak sesuai dengan konsep Tri Hita Karana

IDN Times/Ayu Afria Ulita

Sebagai masyarakat Bali, mereka menolak keras dan tidak membutuhkan undang-undang Omnibus Law. Mereka menilai dari beberapa rancangan, khususnya cipta kerja, banyak hak-hak buruh yang diamputasi oleh pemerintah.

“Contohnya gini. Terkait dengan hubungan kerja, di situ sangat mengkhawatirkan di Bali khususnya tidak ada pekerja permanen lagi. Jadi statusnya menjadi pekerja kontrak atau PKWT (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu). Ini kan menjadi masalah buat masyarakat Bali khususnya. Karena bagaimana pun kami melihat undang-undang Omnibus Law ini bertentangan dengan konsep Tri Hita Karana dalam ajaran Hindu kami,” paparnya.

Selanjutnya terkait jam kerja. Menurut Rai Budi, pekerja hanya bekerja 40 jam per minggu di peraturan sebelumnya. Namun dalam rancangan undang-undang Omnibus Law, jam kerjanya menjadi tidak terbatas. Tidak ada jam kerja lembur, hingga hak cuti yang dihilangkan. Termasuk juga hak akan pesangon bagi para pekerja.

“Ini sangat fatal apabila undang-undang Omnibus Law ini benar diwujudkan. Akan berdampak buruk bagi iklim ketenagakerjaan di Bali,” tegasnya.

2. Rai Budi menuntut komitmen Gubernur Bali agar berkirim surat ke Jakarta untuk menyatakan menolak Omnibus Law

IDN Times/Ayu Afria Ulita

FSPM Regional Bali sendiri telah beranggotakan 2500 orang. Mereka sepakat menuntut Gubernur Bali, I Wayan Koster, agar berkirim surat ke Jakarta terkait penolakan terhadap Omnibus Law.

“Bali tidak membutuhkan undang-undang Omnibus Law. Bali sudah memiliki peraturan daerah untuk penyelenggaraan ketenagakerjaan. Jadi hanya cukup dengan itu saja masyarakat Bali sudah bisa terlindungi hubungan kerjanya di masa mendatang,” terangnya.

Koalisi masyarakat Bali ini mengaku akan terus melakukan aksi, menyuarakan dan melakukan perlawanan hingga benar-benar Gubernur Koster menyampaikan aspirasi masyarakat Bali untuk menolak Omnibus Law.

“Kita dipaksa menjadi negara industri ya. Padahal sebenarnya kalau melihat Indonesia pada umumnya kita memiliki sumber devisa yang sangat banyak. Baik pertambangan, perminyakan dan juga pertanian dan sumberdaya laut yang sangat luas. Kenapa kita dipaksa menjadi negara industri,” ujar dia.

Berita Terkini Lainnya