TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Mantan Kepala LPD Serangan Sebut Ada Persekongkolan 

Kejari Denpasar memeriksa enam saksi kasus dugaan korupsi

Ilustrasi korupsi (IDN Times/Mardya Shakti)

Denpasar, IDN Times - Kejaksaan Negeri (Kejari) Denpasar telah melakukan pemeriksaan terhadap 6 orang pengurus Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Serangan untuk melengkapi audit internal dugaan korupsi di LPD Adat Serangan, pada Senin (23/5/2022).

Pemeriksaan ini berlangsung selama lebih dari 11 jam. Namun pihak Kejari Denpasar belum juga menentukan tersangka dalam kasus ini.

Baca Juga: Warga Minta Penguasa Tak Intervensi Kasus Korupsi LPD Serangan

Baca Juga: Warga Mengutuk Lambatnya Penanganan Korupsi LPD Serangan!

1. Pemanggilan saksi untuk melengkapi audit internal

Warga dari 5 banjar di Serangan sepakat membuat surat tuntutan untuk Kejari Denpasar atas dugaan korupsi LPD Adat Serangan. (IDN Times/Ayu Afria)

Kejari Denpasar telah memanggil 6 orang pengurus LPD Serangan pada Senin (24/5/2022) untuk melengkapi audit internal sehingga bisa mempercepat penghitungan kerugian negara. Mereka diperiksa mulai pukul 10.00 Wita hingga 21.30 Wita. Masing- masing berinisial WJ, WND, WSY, MS, NK, dan MA.

Kepala Seksi Intelijen (Kasi Intel) Kejari Denpasar, I Putu Eka Suyantha, menyampaikan pemanggilan saksi tersebut guna melengkapi audit internal dan melengkapi seluruh alat bukti.

"Enam orang ini terkait audit mengenai tokoh atau apanya nanti, akan diperbaharui informasinya lagi, yang terpenting audit internal terselesaikan dulu", jelasnya.

2. Mantan Kepala LPD Serangan mengaku sudah terus menagih sisa dana Rp1,4 miliar

Ilustrasi uang (ANTARA FOTO/Anis Efizudin)

Kepala LPD Serangan periode 2015-2020, I Wayan Jendra, usai diperiksa, menyayangkan adanya fitnah tidak mendasar kepada dirinya. Ia mencurigai adanya kejanggalan dan persekongkolan di antara pihak tata usaha, kasir, dan bendahara LPD.

"Saya curiga 3 orang tersebut berkonspirasi dalam LPD sehingga mereka kompak untuk menjatuhkan saya. Selanjutnya, ada beberapa keterangan saya tidak dicatat dan diabaikan oleh Jaksa sehingga saya merasa terpojok," paparnya.

Ia mengaku mendapatkan perintah Bendesa Adat Serangan atau pengawas LPD untuk menerbitkan bilyet deposito senilai Rp2 miliar dan pada saat itu uang yang diserahkan hanya Rp600 juta.

Kronologi diterimanya uang Rp600 juta tersebut, ia jelaskan berawal saat Bendesa Adat menghubunginya melalui sambungan telepon dan menyampaikan menitipkan dana Rp1,2 miliar ke rekening LPD Serangan, yang diakuinya memang ada setoran tersebut.

Esok harinya, dengan diantar supir, ia menarik dana Rp600 juta atas suruhan Bendesa Adat di BPD Cabang Sesetan. Karena ia sudah menerbitkan bilyet senilai Rp2 miliar, lalu menagih sisanya Rp1,4 miliar ke Bendesa Adat. Kemudian dijawab oleh bendesa bahwa ialah yang meminjam dana itu. Ia kemudian menyuruh bagian tata usaha untuk mengurus administrasi peminjaman tersebut. Namun bagian tata usaha tidak melakukannya.

"Saya melapor ke Made Sedana (Bendesa Adat) bila pinjamannya Rp1,4 miliar itu tidak dicatatkan ke pembukuan. Made Sedana tidak menyikapi dengan serius atas laporan saya. Karena merasa Made Sedana tidak merespons, saya terus menagih dana yang dipinjamkan sebesar Rp1,4 miliar. Artinya terus saya tagih. Harapan saya untuk merealitakan bilyet Rp2 miliar," jelasnya.

Ia mengaku malah dimarahi oleh Bendesa Adat Serangan tersebut lantaran terus menagih sisa dana yang kurang.

Berita Terkini Lainnya