TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Oknum Polisi di Bali Aniaya Remaja Hingga Patah Tulang, Berujung Damai

Hari ini pihak keluarga korban sepakat berdamai 

Ilustrasi perundungan. IDN Times/Mardya Shakti

Denpasar, IDN Times – Pada tahun 2021 ini masyarakat Bali disuguhi pemberitaan terkait arogansi oknum polisi, mulai dari pemukulan di tempat hiburan malam hingga kekerasan terhadap remaja. Ada apa dengan oknum-oknum tersebut?

Menanggapi adanya kekerasan yang dilakukan oleh oknum polisi belakangan ini, Ahli Hukum Pidana dari Universitas Dwijendra, Made Wahyu Chandra Satriana, mengungkapkan bahwa arogansi para oknum dalam menegakkan hukum akan membawa citra negatif bagi aparat penegak hukum tersebut secara keseluruhan. Padahal hanya oknum tertentu saja yang melakukannya.

“Citra yang sudah terlanjur buruk akan sulit untuk diperbaiki. Apalagi mendapat kepercayaan masyarakat. Oleh karena itu, sebaiknya perlu adanya pembenahan diri individu setiap anggota dengan cara memberikan pendidikan dasar karakter, sikap profesional, mental, dan kedisiplinan agar dalam menjalankan tugas mulia sebagai aparat penegak hukum dapat dilakukan dengan baik,” ungkapnya pada Jumat (5/11/2021).

Baca Juga: Daftar Kasus Pelecehan Seksual oleh Oknum Polisi di Bali

Ilustrasi (IDN Times/Mardya Shakti)

Menurut Wahyu, polisi sebagai garda terdepan dalam upaya penegakkan hukum, wajib menjadi contoh dan tauladan bagi masyarakat. Polisi yang berprestasi berhak mendapatkan reward (penghargaan). Namun apabila ada oknum melakukan pelanggaran hukum atau etik, maka wajib dihukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Jika perlu, hukuman diperberat dengan sanksi tambahan berupa penurunan pangkat atau pemecatan untuk memberikan efek jera.

“Dengan profesionalisme kepolisian dalam tugas penegakkan hukum, saya yakin masyarakat akan hidup teratur, aman, tentram, dan sejahtera sehingga presisi kepolisian dapat terwujud,” jelasnya.

Apa saja bentuk kekerasan yang selama ini pernah melibatkan oknum polisi di Bali? Berikut ulasannya:

Baca Juga: Deretan Oknum Polisi yang Ketahuan Memeras Turis Asing di Bali   

1. Pembubaran balap liar berujung pada kekerasan yang menyebabkan seorang remaja patah tulang

Ilustrasi kekerasan (IDN Times/Mardya Shakti)

Sebelumnya, ramai diberitakan seorang oknum polisi yang bertugas di Polda Bali diduga menganiaya remaja laki-laki berinisial RSA (14) hingga tulang kering kaki korban patah. Saat kejadian, korban sedang membonceng teman perempuannya dan melintas di Jalan Bypass Sanur. Mereka hendak pulang ke Desa Padangsambian, Denpasar. Sesampainya di dekat The Hub, sejumlah polisi berpakaian preman mencegat mereka sehingga terjadi kepanikan. Diketahui bahwa aparat tersebut sedang membubarkan aksi balapan liar di kawasan Jalan Bypass Ngurah Rai Sanur, pada Sabtu (25/9/2021).

Saat korban akan putar balik, sepeda motornya ditendang oleh oknum polisi hingga korban jatuh. Kemudian korban meninggalkan sepeda motornya dan lari. Sedangkan teman perempuannya sudah berada di seberang jalan.

Tepat di depan The Hub, RSA lalu didorong hingga terjungkal, kemudian oknum polisi mengeluarkan alat setrum dan diarahkan ke paha dan rusuk korban. Kaki korban diinjak  hingga patah dan mulutnya dipukul hingga berdarah. Setelah mendapatkan kekerasan, dalam kondisi kesakitan, korban disuruh mengambil sepeda motornya di pinggir jalan. Karena tidak kuat, korban kemudian meminta tolong agar oknum tersebut meneleponkan ayahnya.

Akhirnya bersama ayah korban, oknum tersebut membantu menggendong korban ke dalam mobil dan mengantarnya ke Rumah Sakit Bross di Renon. Oknum tersebut lalu dilaporkan ke Propam Polda Bali pada Selasa (28/9/2021).

2. Mempertimbangkan psikologis korban, keluarga sepakat berdamai

Ilustrasi kekerasan (IDN Times/Mardya Shakti)

Sementara itu, Kuasa Hukum RSA, AKBP (Purn) Joni Lay, saat dihubungi pada Jumat (5/11/2021) menyampaikan bahwa hari ini pihak keluarga dan pelaku sepakat untuk damai. Perdamaian antara oknum polisi berinisial IMJDM yang merupakan anggota Dalmas Dit Samapta Polda Bali dan RSA disebut merupakan keinginan keluarga RSA sendiri tanpa ada tekanan dari pihak manapun.

“Tadi sudah damai. Sudah cabut laporan. Dan itu dari keluarga (korban) sendiri. Karena keluarga sudah mempertimbangkan semuanya, dampak ke putranya dan keluarga besar terutama secara psikologis ya. Kemudian beliau juga memperhatikan pelaku ini. Apalagi dia masih muda. Beliau mau memberikan kesempatan untuk dia berkarier dengan catatan jangan lagi melakukan hal yang sama terhadap siapa saja,” jelasnya.

Dalam perdamaian yang dilakukan di rumah korban tersebut akhirnya tercapai kesepakatan penting. Pihak pelaku oknum polisi mengakui segala kesalahan dan telah melakukan penganiayaan terhadap korban. Lalu meminta maaf kepada pihak keluarga korban dan memohon agar bisa diselesaikan secara kekeluargaan. Oknum polisi ini juga berjanji tidak mengulangi perbuatannya kepada siapa saja dan sebagai anggota Polri siap menerima sanksi dari institusi. Oknum akan menaati aturan-aturan yang ada, yang berlaku secara umum, khususnya di lingkungan Polri.

Sementara itu dari pihak korban, disebutkan bahwa orangtua korban sudah mempertimbangkan segala sesuatu, terutama psikologis anak mereka ke depannya. Begitu pula dengan kondisi keluarga besarnya, termasuk kondisi oknum polisi tersebut. Pihak keluarga korban menerima permintaan maaf dan bersedia menyelesaikan permasalahan secara kekeluargaan atau damai.

“Beliau (orangtua korban) mempertimbangkan ini (oknum polisi) baru 2 tahun tugas. Ada peristiwa begini, jadi beliau mau memberikan apa namanya, supaya dia itu mau menjadikan ini sebagai suatu pembelajaran yang sangat berharga sehingga dia dapat meniti kariernya lebih baik lagi,” jelasnya.

Saat ini kaki korban masih dipen karena patah tulang kering tertutup. Korban sempat dirawat selama 6 hari di RS Bross dan sudah empat kali kontrol. Rencananya korban akan segera mendapatkan terapi jalan.

Berita Terkini Lainnya