Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

1830 Remaja Perempuan di Bali Mengalami Kehamilan Pada 2024

ilustrasi hamil (unsplash.com/Arteida MjESHTRI)
ilustrasi hamil (unsplash.com/Arteida MjESHTRI)

Denpasar, IDN Times - Kasus kehamilan pada remaja perempuan di bawah usia 19 tahun di Bali mengalami peningkatan. Tahun 2024, ada 1830 remaja perempuan hamil di bawah usia 19 tahun. Sedangkan tahun 2023 ada 1695 remaja perempuan. Data ini berasal dari Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Bali yang disampaikan oleh Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Provinsi Bali pada Pertemuan Perdana Program Tantri di Kota Denpasar pada Jumat lalu, 24 Oktober 2025.

Ketua KPAD Provinsi Bali, Ni Luh Gede Yastini, mengatakan angka kehamilan remaja di bawah 19 tahun tidak beriringan dengan data pengajuan dispensasi kawin. Pasalnya, angka kehamilan di bawah umur tercatat enam kali lebih banyak dibandingkan pengajuan dispensasi kawin. Pada tahun 2024, dari 1830 kehamilan di bawah umur, hanya ada 368 pengajuan dispensasi kawin.

“Ternyata banyak yang usia di bawah 19 tahun hamil tapi kita gak tahu, apakah kemudian dia kawin atau diaborsi atau kawin tapi tidak dicatatkan, tidak mengajukan dispensasi kawin. Banyak mungkin yang gak tercatat,” ujar Yastini.

1. Buleleng jadi kabupaten tertinggi dengan kasus kehamilan di bawah umur 19 tahun

ilustrasi remaja hamil (freepik.com/tirachardz)
ilustrasi remaja hamil (freepik.com/tirachardz)

Buleleng jadi kabupaten dengan kasus kehamilan di bawah umur 19 tahun tertinggi se-Bali selama tahun 2023 dan 2024. Pada 2023, ada 390 kasus. Sedangkan 2024 ada 422 kasus. Tertinggi kedua tahun 2024, ada Kabupaten Karangasem dengan 372 kasus. Ketiga, ada Kota Denpasar dengan 209 kasus.

Beberapa kabupaten di Bali menunjukkan penurunan angka kasus kehamilan di bawah umur 19 tahun. Kabupaten Gianyar misalnya, dari 120 kasus menjadi 76 kasus. Begitu pula dengan Kabupaten Tabanan, dari 138 kasus menjadi 130 kasus. Lalu Bangli, dari 219 kasus menjadi 156 kasus. Sementara itu, penurunan kasus di Kota Denpasar, dari 368 menjadi 209 kasus.

2. Buleleng mengajukan dispensasi kawin tertinggi di Bali

Ilustrasi dokumen dispensasi kawin (pexels.com/cottonbro studio)
Ilustrasi dokumen dispensasi kawin (pexels.com/cottonbro studio)

Yastini menyampaikan, dari catatan Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama di Bali tahun 2023, ada 335 permohonan dispensasi kawin. Pada 2024 ada peningkatan dengan total 368 permohonan dispensasi kawin. Tahun 2024, Buleleng jadi wilayah dengan permohonan dispensasi kawin tertinggi di Bali, yaitu sebanyak 140 permohonan.

“Nah ini beberapa yang diajukan ke pengadilan negeri dan pengadilan agama dari 368 itu ada 30 yang ditolak, 27 ditolak permohonan oleh PN dan 3 ditolak oleh PA. Yang lainnya diterima,” jelas Yastini.

Ia melanjutkan, data ini adalah gambaran awal perkawinan anak di Bali, bahwa remaja perempuan di bawah umur 19 tahun mengalami kehamilan. Dari data itu, Yastini mempertanyakan nasib remaja yang hamil, apakah mereka menikah atau tidak. Ia juga mempertanyakan berbagai potensi kasus kekerasan di balik angka kehamilan remaja itu.

3. Alasan utama pengajuan dispensasi kawin karena kehamilan

ilustrasi positif hamil (pexels.com/cottonbro)
ilustrasi positif hamil (pexels.com/cottonbro)

Yastini menyampaikan, alasan utama permohonan dispensasi kawin di Bali karena kehamilan. “Kalau ngomong soal dispensasi, kemarin dari hasil kita wawancara dengan pengadilan negeri dan pengadilan agama, alasan utama perkawinan itu adalah kehamilan,” kata dia.

Alasan kedua adalah untuk menghindari zina, membuat pihaknya mempertanyakan pemberian dispensasi tersebut, pasalnya tidak terjadi kehamilan. Yastini melanjutkan, alasan pemberian dispensasi nikah pada pasangan di bawah umur tanpa kehamilan, karena adanya pernikahan secara adat.

Ia menyayangkan pola pikir terbalik dari permohonan dispensasi kawin. Menurutnya, dispensasi kawin harus diutamakan sebagai garda awal pencegahan dan pengecekan permohonan kawin secara menyeluruh.

“Jadi mereka kawin dulu secara adat baru mereka ke pengadilan negeri untuk mohon dispensasi, saya rasakan ini kebalik ya,” katanya.

Yastini menegaskan, fenomena ini harus dikaji kembali secara menyeluruh. Dari sisi hukum adat, harus mendesain kembali apakah perkawinan jadi satu-satunya solusi di ranah adat. Sebab, di atas hukum adat ada ketentuan hukum nasional, khususnya Peraturan Mahkamah Agung mengenai mekanisme permohonan dispensasi kawin. Pengecekan secara menyeluruh dari psikolog maupun lembaga perlindungan anak dan perempuan, seharusnya sebagai awal agar tidak jadi celah kejahatan seksual bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Irma Yudistirani
EditorIrma Yudistirani
Follow Us

Latest News Bali

See More

Harga Daging di Bali 26 Oktober 2025 dan Pangan Lainnya

26 Okt 2025, 13:26 WIBNews