106 SHM Terbit di Area Tahura Ngurah Rai, DPRD Bali: Masih Ada Lagi

- Pansus TRAP DPRD Bali melacak dugaan jual beli lahan di sekitar Tahura
- Penerbitan sertifikat dari BPN diduga bermasalah
- Meninjau landasan penerbitan SHM di Tahura Ngurah Rai
Denpasar, IDN Times - Eskalasi masalah tata ruang di Bali menjalar ke ranah pertanahan. Satu di antaranya yang menuai sorotan adalah pemaparan Panitia Khusus (Pansus) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Bali. Ketua Pansus DPRD Bali, I Made Suparta, mengatakan ada penerbitan lebih dari 106 sertifikat hak milik (SHM) di Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai.
“Ada temuan saya lebih daripada itu (106 SHM). Banyak, ada kemudian penyembunyian data juga,” kata Suparta, Senin (29/9/2025).
Pada tanggal 17 September 2025 lalu, Suparta dan anggota Pansus Tata Ruang, Aset, dan Perizinan (TRAP) DPRD Provinsi Bali melaksanakan sidak tata ruang. Hasil sidak itu, satu di antaranya menemukan pabrik yang diduga milik warga negara asing (WNA) Rusia dan belum memenuhi dokumen izin pembangunan. Bagaimana kelanjutannya? Berikut kabar selengkapnya.
1. Pansus TRAP DPRD Bali melacak dugaan jual beli lahan di sekitar Tahura

Suparta melanjutkan, wilayah pembangunan pabrik maupun tanah dengan SHM itu adalah wilayah konservasi. Mangrove adalah hutan lindung, dan tidak boleh disertifikatkan. Argumen Suparta berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, bahwa tidak boleh ada penerbitan sertifikat pada wilayah konservasi. Ia turut menyoroti dugaan pelanggaran tata ruang, sebab mekanisme penerbitan sertifikat pada lahan konservasi tidaklah benar.
“Gak boleh kemudian ada pembalakan ataupun penerbangan Mangrove. Tidak boleh ada kegiatan pengerasan lahan, karena itu termasuk reklamasi. Itu gak boleh,” tegasnya.
2. Penerbitan sertifikat dari BPN diduga bermasalah

Sebelumnya, Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Bali, I Made Daging, mengatakan antara tanah Tahura dengan pemilik SHM saling beririsan dan bukan kawasan konservasi. Menanggapi itu, Suparta kukuh menjelaskan tanah dengan SHM itu adalah lahan konservasi. Ia meyakini karena menurutnya, sejumlah temuan dan riset dari peneliti maupun pengamat konservasi serta hutan telah menyatakan bahwa lahan tersebut adalah konservasi.
“Itulah akal-akalan cara-cara yang tidak benar yang dilakukan. Dengan cara itu akhirnya seolah-olah di sana beririsan dengan hutan bakau,” katanya.
Ia menduga adanya penerbitan sertifikat yang bermasalah dari BPN. Sehingga dialog terus dilakukan agar BPN dan pihak terkait meninjau kembali penerbitan SHM tersebut.
2. Meninjau landasan penerbitan SHM di Tahura Ngurah Rai

Suparta meminta agar BPN melakukan verifikasi yang lebih ketat sebelum menerbitkan SHM. Verifikasi dapat dilakukan dengan membuktikan kelayakan pemohon, termasuk peruntukan tujuan pengajuan SHM.
“Jadi para pemohon sertifikat itu harusnya dibuktikan dulu ada kegiatan apa yang dia sudah lakukan. Apakah dia pencinta Mangrove? Apakah dia nelayan di sana? Kan gitu,” kata dia.
Jika dalam proses peninjauan kembali terbukti melanggar, maka SHM dapat dicabut bahkan perkara dibawa ke jalur pengadilan. Perbuatan yang melanggar hukum dengan dugaan penyerobotan lahan, akan dikenakan sesuai dengan regulasi konservasi pesisir maupun tata ruang.